Site icon SumutPos

Wakil Ketua DPRD Labura Ditahan

TERSANGKA BARU: Wakil Ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Yusrial Suprianto Pasaribu dan pihak swasta bernama Wahyu Ramdhani Siregar ditetapkan KPK sebagai tersangka baru.

LABURA, SUMUTPOS.CO – Keduanya adalah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Yusrial Suprianto Pasaribu dan pihak swasta bernama Wahyu Ramdhani Siregar. “Setelah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa pihak, dengan mengumumkan dua orang tersangka baru, yaitu pertama YSP, Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Utara, dan kedua WRS, swasta,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (26/1).

Ali menjelaskan kontruksi kasus ini, sama dengan kasus sebelumnya yang menjerat Bupati Labuhanbatu Erik Atrada Ritonga. Yusrial dan Wahyu termasuk dalam kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan. Keduanya ditahan sejak 26 Januari hingga 14 Februari di Rutan Cabang KPK. “Pasal yang dikenakan pemberi suap Effendi dan Fajar disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi,” katanya.

Dilansir dari Metro Daily (grup Sumut Pos) Yusrial Suprianto Pasaribu yang merupakan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Labura, dipanggil tim penyidik KPK terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemkab Labuhanbatu. Selain Yusrial Suprianto Pasaribu, setidaknya ada lima saksi lainnya yang turut diperiksa tim penyidik KPK. “Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,” ujar Ali kepada wartawan pada Selasa (23/1) siang.

Saksi-saksi yang dipanggil oleh tim penyidik KPK guna menjalani pemeriksaan yakni, Yusrial Suprianto Pasaribu selaku anggota DPRD Kabupaten Labura Fraksi PKB, Mahrani selaku Kepala Dinas P2KB dan Plt Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Labuhanbatu, Wahyu Ramdhani Siregar selaku wiraswasta. Tiga saksi lainnya yakni Hendra Efendi Hutajulu selaku ASN, Zainuddin Siregar selaku Kepala BKPP Pemkab Labuhanbatu, dan Elviani Batubara selaku honorer pada Sekretariat DPRD Labuhanbatu.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dugaan korupsi suap dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara. Keempatnya adalah Bupati Labuhanbatu Erik Atrada Ritonga, Anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga dan dua pihak swasta masing-masing Fajar Syahputra dan Effendi Sahputra. Penetapan tersangka ini merupakan lanjutan proses hukum operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan sebelumnya di Labuhanbatu. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, perkara ini bermula lantaran Erik sebagai Bupati, melakukan intervensi ikut secara aktif dalam berbagai proyek pengadaan yang ada di beberapa SKPD di Pemkab Labuhan Batu.

Proyek yang menjadi atensi Erik diantaranya di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR. “Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Rakyat Sei Berombang Kecamatan Panai Tengah dan proyek lanjutan peningkatan jalan Sei Tampang -Sidomakmur Kecamatan Bilah Hilir / Kecamatan Panai Hulu dengan besaran nilai pekerjan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 miliar,” kata Ghufron dalam konferensi pers, Jumat (12/1).

Erik lalu menunjuk Rudi sebagai orang kepercayaan untuk melakukan pengaturan proyek disertai menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan. Ghuforn mengatakan besaran uang dalam bentuk fee yang dipersyaratkan bagi para kontraktor yang akan dimenangkan yaitu 5 persen sampai 15 persen dari besaran anggaran proyek. “Untuk 2 proyek di Dinas PUPR dimaksud, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu FS dan ES,” kata Ghuforn.

Sekitar Desember 2023, Erik melalui Rudi lalu agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan kutipan atau kirahan dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR. Penyerahan uang dari Fajar dan Effendi pada Rudi kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama Rudi dan juga melalui penyerahan tunai.

Perkara Pungli KPK Naik Penyidikan

Terpisah, Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah merampungkan pemeriksaan terhadap 90 pegawai KPK yang terlibat pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Di lain pihak, KPK telah meningkatkan kasus pungli itu ke tahap penyidikan.

Pemeriksaan 90 orang yang diduga terlibat atau mengetahui kasus pungli tersebut dilakukan Dewas KPK selama dua pekan. Mereka yang diperiksa dibagi menjadi enam klaster untuk mempermudah pengelompokan. “Semua sudah diperiksa,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, kepada Jawa Pos (grup Sumut Pos), kemarin (26/1).

Untuk saat kini, Dewas KPK segera menyidang tiga orang yang diduga terlibat. Ketiganya merupakan kepala rutan, mantan kepala rutan, dan satu orang staf. Masing-masing adalah dua orang dari Kementerian Hukum dan HAM dan satu orang dari Polri. Pemeriksaan ketiganya sengaja dipisah lantaran pelanggarannya berbeda dengan puluhan saksi lainnya.

Syamsuddin mengatakan, hasil dari pemeriksaan 90 pegawai KPK nanti menjadi bahan pertimbangan. Khususnya dalam memutus perkara pelanggaran dugaan etik terkait tindakan pungli yang nilainya ditaksir mencapai Rp 6,148 miliar itu. Rencananya, hasil sidang etik diputuskan pada 15 Februari.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, kasus pungli di rutan KPK sebenarnya terjadi sejak dirinya menjabat pimpinan di periode pertama 2015–2019. Saat itu, pegawai yang ketahuan melakukan pungutan liar langsung diberhentikan.

Alex tidak mengetahui bahwa perilaku culas tersebut ternyata masih berlanjut. Waktu itu KPK mengira sanksi tersebut membuat jera. ’’Kami tidak mendalami lebih lanjut praktik itu berjalan secara masif di sana. Wah, ternyata masih,’’ paparnya.

Alex memastikan, terkait perkara pungli rutan itu, pimpinan sudah menyepakati untuk naik dari penyelidikan ke penyidikan. ’’Dan sudah diekspos. Klir ya,’’ katanya. Di KPK, jika naik ke penyidikan, lanjut dia, sudah ada tersangkanya. (bbs/jpc/elo/c7/bay/jpg/adz)

Exit mobile version