Site icon SumutPos

Kami Tetap Bertahan…

Pasca Relokasi Warga Pengungsi di TNGL

LANGKAT- Meski relokasi warga gagal, namun Balai Besar Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) Sumut-Aceh dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, sesuai amanah dan kewenangannya, tetap akan merelokasi warga yang bermukim dikawasan tersebut.

“Aksi penggusuran paksa akan dilakukan Balai Besar (B) TNGL dan pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat terhadap 450 KK warga eks trasmigrasi korban konflik Aceh yang membuka lahan dan bermukim di area konservasi TNGL dan terus merangsek ke area terlarang,” kata Kepala BB TNGL Sumut – Aceh Andi Basrul ketika ditemui di kantornya, kemarin (28/6).

Ditambahkannya, pengusiran paksa dilakukan Pemerintah, karena wilayah yang dihuni eks korban konflik Aceh itu berada dalam wilayah taman nasional (TNGL).

“Pemerintah telah berulangkali mengimbau warga eks transmigrasi-korban konflik Aceh yang bermukim di kawasan konservasi TNGL,” ujarnya.

Sesuai deklarasi 6 Maret 1980 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/UM/1980. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 276/Kpts-I I/1997 tentang Penunjukkan TNGL seluas 1.094.692 hektare, maka pihaknya wajib melindungi kawasan hutan tersebut.

Sebaliknya, warga merasa telah memiliki hak atas wilayah yang telah mereka duduki selama 11 tahun tersebut.
“Kok baru ini BB TNGL dan pemerintah Langkat melakukan pengusiran, kenapa saat pertama kali kami masuk ke kawasan ini tidak dilarang. Sekarang, kami sudah 11 tahun hidup disini tanpa bantuan pemerintah. Kami tak pernah mengemis bantuan,” ujar Ngatiman (50), warga Barak Induk yang terkena tembakan petugas dibagian punggungnya saat terjai relokasi Senin (27/6) lalu. Lanjut Ngatiman, mereka tidak ada tempat lain untuk pindah. Sehingga mereka tetap bertahan di kawasan TNGL. “Kalau pindah, mau pindah kemana lagi. Kami sudah tidak punya tempat selain disini, sampai kapan pun kami tetap bertahan,” terangnya.

Ariadi (61), warga Damar Hitam,  mengaku tetap bertahan, karena sudah tidak memiliki tempat. “Rumah dan tempat tinggal satu-satunya adalah tanah transmigrasi di Aceh. Setelah kami diusir, kami tidak tahu lagi mencari tempat kecuali di kawasan,” tambahnya.

Jika pihak BB TNGL memaksa melakukan penggusuran, sebut Ariadi, dipastikan akan bertambah korban, karena mereka telah siap mati untuk mempertahankan wilayah tersebut.(mag-1/wis/jok/smg)

Exit mobile version