Site icon SumutPos

Kapolda: Pemilik Pukat Trawl akan Didata!

istimewa
WAWANCARA: Kapolda Sumut Brigjen Pol Agus Andrianto saat diwawancarai wartawan, Senin (27/8).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Kapolda Sumut yang baru dilantik, Brigjen Pol Agus Andrianto, menegaskan pihaknya tidak akan berkompromi mengenai pukat trawl yang dipermasalahkan nelayan Sumatera Utara.

Untuk itu, Polda Sumut membentuk tim untuk merespon keluhan nelayan “Setiap polisi wilayah-wilayah pantai akan mendata setiap pemilik pukat trawl yang ada di wilayahnya. Saya sudah perintahkan Direktur Polair dan Kapolres Tanjungbalai mengecek langsung,” ungkap Agus kepada Sumut Pos, Selasa (28/8).

Perintah Kapolda itu untuk merespon keluhan ribuan nelayan dari berbagai daerah yang disampaikan Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU), saat unjuk rasa di Mapolda Sumut Jalan Sisingamangaraja Medan dan DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (27/8).

“Menurut laporan warga, ada nelayan tradisional yang menangkap (pukat trawl) dan diserahkan ke petugas, namun dilepas. Inilah yang mau kami telusuri dan kita dalami, apakah benar informasi yang disampaikan nelayan,” jelasnya.

Terkait keberadaan pukat trawl yang dianggap melakukan perusakan lingkungan, Polda Sumut akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Kita akan mendorong KKP untuk sama-sama terlibat. Tadi pagi kita rapat dengan staf untuk membentuk tim dari Krimum dan Krimsus,” tandasnya.

Sebelumnya, akibat demo seribuan nelayan yang tergabung dalam ANSU ke Poldasu, Kapoldasu langsung mencopot Kasatpolair Tanjungbalai, AKP Ahmad Riskan Kausar. Pencopotan terkait keluhan nelayan bahwa Kasat Pol Air Tanjungbalai selama ini banyak menangkap nelayan pukat trawl, namun dilepas.

“Selama setahun 6 bulan di periode saya menjadi Wakapolda, baru enam yang ditangkap, padahal ada 254 kasus lebih,” katanya, Senin (27/8).

Agus mengatakan, padahal peraturan dari Menteri Kelautan dan Perikanan harus ditegakkan. Sehingga kalau tidak bekerja dengan baik, menurut dia tak perlu dipertahankan. “Ya kalau tidak kerja, ngapain dipertahankan. Copot saja terus,” tegasnya.

Terkait pencopotan Satpolair Tanjung Balai oleh Kapolda Sumut, anggota DPRD Sumut, Ikrimah Hamidy menilai, yang terpenting bukan hanya pergantian pejabat di kepolisian. Melainkan komitmen bersama sebagai tindak lanjut penegakan hukum.

“Jika memang alasannya (pencopotan) adalah karena masalah pukat trawl yang tidak selesai, maka butuh komitmen bersama. Bukan hanya Polair saja, tetapi juga seluruh unsur pemerintah dan TNI. Dan jangan ada kata saling backing,” ujar Ikrimah, Selasa (28/8).

Masalah pukat trawl sulit tuntas karena banyak yang melindungi. Karena itu ia menilai pencopotan bukan satu-satunya jalan yang tepat untuk penegakan aturan. “Copot saja tanpa disertai tindak lanjut, penegakan hukum bisa menjadi ‘panas-panas tai ayam’ istilah kita. Saya khawatir efeknya tidak akan bertahan lama,” sebutnya.

Dengan penegakan hukum dan peradilan secara bersama seluruh unsur pemerintahan, TNI/Polri dan lembaga terkait lainnya, akan berdampak luas kepada keberadaan nelayan tradisional dan kelestarian biota laut.

Selain itu, nelayan tradisional jangan selamanya dibiarkan berusaha secara tradisional terus. Sebab masyarakat juga butuh produksi ikan yang berkelanjutan, guna mencukupi kebutuhan pasar lokal hingga ekspor..

Selain itu, persoalan keberadaan rentenir (tengkulak) yang memberatkan masyarakat juga masih banyak beredar. Karena itu pula, masalah nelayan tradisional harus diselesaikan secara komprehensif, dari semua pihak.

KNTI: Jangan Pancing Nelayan
Terkait alat tangkap terlarang di perairan Sumut, Kelompok Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan minta aparat hukum bertindak tegas. Pasalnya, alat tangkap jenis grandong atau pukat tarik dua, hela, harimau dan trawl, sudah lama dibiarkan beroperasi di perairan Sumatera Utara, khususnya di Belawan.

“Nelayan meminta agar penegak hukum dan pemerintah daerah Sumut tegas dalam menertibkan alat tangkap terlarang tersebut. Karena selama ini nelayan-nelayan tradisional sangat dirugikan. Apalagi, kapal-kapal alat tangkap terlarang sudah memasuki zona tangkap di wilayan nelayan skala kecil,” kata Ketua KNTI Kota Medan, Isa Al Basir, Selasa (28/8).

Ia mengatakan, di Belawan, alat tangkap tarik dua bahkan masih banyak yang mencari tangkapan di zona di bawah 12 mil. “Ini sangat merugikan nelayan,” terangnya.

Ia khawatir, bila pemerintah dan penegak hukum tidak tegas, gesekan antara nelayan pukat terlarang dengan nelayan skala kecil akan terjadi. “Jangan pancing kami melakukan anarkis. Bila ini tidak ditindak tegas, bisa memancing nelayan kecil main hakim sendiri. Sebelumnya, peristiwa pembakaran sudah pernah terjadi. Kami tidak ingin ini terjadi lagi,” tegasnya.

Menurutnya, nelayan kecil hanya ingin agar nelayan dengan alat tangkap tarik dua tidak melaut di bawah zona 12 mil. Jadi, tidak merugikan nelayan kecil. “Tapi kalau itu juga tidak bisa dipatuhi, lebih baik kapal dengan alat tangkap terlarang seluruhnya ditertibkan, tanpa memandang besar dan kecilnya kapal,” tegasnya.

Ketua Aliansi Nelayan Selat Malaka Sumatera Utara, Abdul Rahman mengatakan, pihaknya meminta kepada seluruh elemen nelayan yang ada di Belawan, untuk duduk bersama menyelesaikan masalah.

“Kita tahu, nelayan di Sumut khususnya di Belawan, ingin mencari makan. Jadi jangan saling menyudutkan. Kalau masalah alat tangkap itu belum ada jalan keluar, perlu musyawarah bersama agar tidak merugikan sesama nelayan,” sebutnya. (man/bal/fac)

Exit mobile version