Site icon SumutPos

Newmont Wariskan Kebun Raya, Tokatindung dan Martabe Komit Hutankan Bekas Tambang

Foto: Corcomm Martabe for Sumut Pos
Jurnalis meninjau hutan hasil reklamasi pascatambang di Bukit Mesel, Kecamatan Ratatotok, Ratahan, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Berbagai tanaman keras bernilai ekonomi tinggi tumbuh subur di sana. Bukit ini dulunya adalah bekas tambang PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) di Ratatotok.

Konon, kebanyakan perusahaan tambang di seluruh dunia meninggalkan lokasi bekas tambang yang luluh lantak. Ada yang jadi gua hantu, kota hantu, atau lingkungan tercemar limbah. Tidak demikian halnya dengan PT Newmont Minahasa Raya. Tambang ini meninggalkan kebun raya nan rindang di Rakatotok. Tak mau kalah, rekan PTNMR yang masih beroperasi, yakni Toka Tindung Gold Mine Project di Minahasa dan Tambang Emas Martabe di Sumut, komit bakal meninggalkan jejak hijau serupa.

 ————————————

Dame Ambarita, Minahasa

 ————————————

Aroma hutan menyambut SUMUTPOS.CO dan tiga rekan jurnalis lainnya saat mengunjungi Bukit Mesel, Kecamatan Ratatotok, Ratahan, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, pertengahan minggu lalu. Deretan pehononan  rindang dari berbagai jenis tanaman terlihat tumbuh subur di kawasan itu. Kupu-kupu beterbangan di antara pepohonan. Burung elang melayang-layang di udara bebas.

Empat jurnalis diajak PT Agincourt Resources selaku pengelola Tambang Emas Martabe, untuk melakukan kunjungan studi banding ke lahan reklamasi bekas tambang PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) di Ratatotok. Mereka adalah jurnalis pemenang kompetisi  karya jurnalistik yang digelar Tambang Emas Martabe.

Mengapa memilih berkunjung ke proyek reklamasi PTNMR?

“Lokasi ini sebelumnya merupakan areal tambang PTNMR. Sejak tambang tutup, lahan direhabilitasi dan bekas tambang telah kembali seperti sediakala. Program studi banding ini merupakan bagian dari perwujudan komitmen Tambang Emas Martabe dalam meningkatkan kapasitas dan pemahaman para jurnalis di Sumatera Utara pada industri pertambangan di Indonesia. Dengan melihat secara langsung bagaimana proses sebuah bekas lahan tambang dijadikan kawasan wisata Kebun Raya, para jurnalis diharapkan bisa mendapatkan wawasan serta pemahaman terkait proses paska tambang secara lebih komprehensif,” kata Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono.

Lahan bekas tambang Newmont di Minahasa, konon merupakan lahan bekas tambang yang pertama kali di dunia disulap menjadi kawasan wisata Kebun Raya. Sebelumnya, dua tambang lainnya yakni bekas tambang bauksit di Inggris diubah menjadi Taman Eden, dan bekas tambang batubara di St Pitersburg Amerika Serikat juga diubah menjadi hutan. Namun hasilnya tidak semasif kebun raya milik PTNMR, yang mencapai luasnya 200 hektare dari 400 hektare lahan tambang sebelumnya.

PTNMR, perusahaan Amerika Serikat  mulai mengoperasikan tambang emasnya di Ratatotok dan Buyat sejak tahun 1996 dan berakhir tahun 2004. Adapun kontrak karya ditandatangani tahun 1986.

“Selama kurun waktu delapan tahun masa penambangan (1996-2004), PTNMR telah memproduksi 1,8 juta “troy ounce” emas batangan (1 troy ounce setara 31,1 gram). Produksi emas rata-rata 750 gram per bulan,” kata Environt Manager PT PTNMR, Jerry Kojansow, yang menerima kunjungan para jurnalis asal Sumut, di base camp PTNMR di Buyat.

PTNMR mengakhiri masa penambangan tahun 2001, karena bebatuan yang mengandung mineral emas di Bukit Mesel sudah habis. Namun pabrik pengolahan masih memproses sisa stok material hingga Agustus 2004.

Foto: Corcomm Martabe for Sumut Pos
Deretan pehononan rindang dari berbagai jenis tanaman hasil reklamasi pascatambang di Bukit Mesel, Kecamatan Ratatotok, Ratahan, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, terlihat tumbuh subur. Bukit ini dulunya adalah bekas tambang PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) di Ratatotok.

Setelah masa penambangan berakhir, dilanjutkan dengan pembongkaran pabrik yang selesai tahun 2006. PTNMR kemudian melanjutkan tahapan reklamasi dan revegetasi di areal bekas tambang.

“Kami mereklamasi kawasan ini secara total sejak tambang mulai berhenti beroperasi pada 2011. Tapi upaya reklamasi sudah dilakukan saat operasi tambang masih berlangsung, itupun dilakukan secara bertahap. Penyerahan hutan reklamasi dilakukan pada tahun 2011,” kata Environ Manager PT PTNMR, Jerry Kojansow.

Dari total luas lahan pinjam pakai kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan penambangan, yang dimanfaatkan untuk penambangan (pabrik dan fasilitas penunjang lainnya), hanya 240 hektare. Sisanya dimanfaatkan sebagai zona penyangga.

Dari 240 hektare lahan terpakai, yang bisa direklamasi seluas 200 hektare. Selebihnya berupa kolam bekas galian tambang, dinding galian dan jalan, yang tidak bisa ditanami kembali.

Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO
Sebuah danau seluas 700 meter x 500 meter dengan kedalaman 134 meter, bekas galian tambang emas emas PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) di Ratatotok, kini sudah dipenuhi air. Sekelilingnya telah direklamasi menjadi hutan. Cukup berpotensi menjadi objek wisata.

Saat kami kunjungi 22 Agustus baru lalu, penambangan emas di Bukit Mesel itu nyaris tak menyisakan bekas-bekas tambang. Bahkan sisa-sisa bangunan maupun bekas pabrik pengolahan emas itu pun tak lagi terlihat. Yang ada hanya pepohonan dan suara satwa penghuni Bukit Mesel.

Satu-satunya yang tersisa dan menjadi bukti bahwa di bukit itu pernah dilakukan penambangan hanya sebuah danau seluas 700 meter x 500 meter dengan kedalaman 134 meter, bekas galian tambang emas yang kini sudah dipenuhi air. Cukup berpotensi menjadi objek wisata, hanya saja menurut Jerry, jalan ke danau itu belum memadai karena geografinya menurun.

Kini kawasan bekas penambangan telah berubah menjadi hutan lebat yang ditumbuhi berbagai jenis pepohonan bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan hasil survei, di bekas areal tambang ditumbuhi 155.814 pohon dan terdapat 145 spesies tanaman dari 45 famili pepohonan. Jenis kayu yang ditanam adalah kayu keras bernilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon, angsana, mahoni, cempaka, serta beberapa tanaman buah-buahan.

“Hasil survey mahasiswa IPB tahun 2010 mengungkapkan,  20 tahun sesudah pohon ditanam telah memiliki nilai ekonomi kira–kira US$ 125 per kubik pohon. Dengan jumlah spesis bernilai ekonomi tinggi adalah 163,294 pohon, maka nilai hutan reklamasi adalah US$ 20,411,750, atau sekitar Rp265 miliar,” kata Jerry.

Tak hanya itu, areal bekas tambang ini juga menjadi habitat yang sesuai bagi serangga dan hewan-hewan asli di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Tim pemantau reklamasi menemukan sedikitnya 106 jenis burung menetap dan migrasi di hutan reklamasi lahan tambang, salah satunya burung rangkong.

Bahkan, di kawasan ini juga ditemukan berbagai jenis serangga penyerbuk yang terus meningkat dan hewan langka monyet kerdil sulawesi (tarsius sp).

Hasil penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado menyimpulkan, reklamasi hutan bekas tambang PTNMR telah dilaksanakan 100 persen. Persentase tanaman mencapai 152,83 persen dengan tingkat kesehatan tanaman 97,68 persen serta persentase tanaman lokal 99,91 persen.

Penilai keberhasilan reklamasi hutan PTNMR di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara  oleh pemerintah pusat menyimpulkan, nilai keberhasilan mencapai 93 persen, lebih tinggi dari standar yang ditetapkan pemerintah untuk kategori baik, yakni 80 persen.

Tak ayal, areal bekas tambang PTNMR pun diusulkan untuk dijadikan kebun raya atau “botanical garden”. Ide awal pembangunan Kebun Raya di Ratatotok  ini muncul dari keinginan PTNMR, yang ingin menjaga hutan hasil reklamasi, dengan meningkatkan status kawasan hutan.

Foto: Corcomm Martabe for Sumut Pos
Jurnalis dan Corcomm Martabe foto bersama di hutan hasil reklamasi pascatambang PTNMR di Bukit Mesel, Kecamatan Ratatotok, Ratahan, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Titik ini menjadi area pandang ke arah danau bekas galian tambang PT Newmont Minahasa Raya (PTNMR) di Ratatotok.

Sebagai tindaklanjut dari usulan itu pihak Kebun Raya Bogor dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berkunjung ke lokasi bekas tambang. Kehadiran mereka untuk menjajaki kemungkinan lokasi tersebut dijadikan kebun raya. Mereka menyimpulkan, reklamasi bekas lahan tambang emas di Ratatotok ini merupakan salah satu yang terbaik.

Masterplan dan Maket Kebun Raya pun disusun Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dan LIPI. Kebun Raya ini rencananya akan dinamakan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri.

Pembangunan infrastruktur Kebun Raya akan memakan waktu 5 – 7 tahun. Pembangunan hingga selesai diperkirakan akan lebih dari 10 tahun. Pembangunan Kebun Raya akan dimulai setelah mendapatkan persetujuan penganggaran Negara lewat APBN. Pembangunan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

“Jika itu lahan ini ditetapkan menjadi kebun raya, ini bakal menjadi kebun raya pertama di dunia yang dikembangkan di atas area bekas pertambangan,” kata Jerry.

Selain reklamasi areal bekas tambang, PTNMR juga tidak lupa merawat ekosistem bawah laut di Teluk Ratatotok dan Teluk Buyat. Untuk menjaga ekosistem di bawah laut, PTNMR melepas 3.000 “reefball” berbentuk bola-bola dengan ukuran panjang satu meter dan lebar 0,5 meter. Reefball ini berfungsi sebagai tempat tumbuhnya berbagai habitat jenis ikan.

“Kami berharap rencana pembangunan kebun raya ini segera terwujud, sebelum masa kontrak karya kami dengan pemerintah berakhir pada 2016,” kata Jerry saat mendampingi wartawan yang melihat dari dekat lubang utama bekas penambangan PT NMR.

Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO
Salahsatu pit yang dikelola Tambang Emas Toka Tindung PT Meares Soputan Mining di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Namanya pit AAren. Pit ini mengeluarkan air panas dari dalam tanah, yang harus dialirkan ke luar pit agar tidak mengganggu pengerukan bebatuan mineral.

TOKA TINDUNGDAN MARTABE

PTNMR sukses melakukan reklamasi pascatambang. Bahkan akan dijadikan kebun raya. Bagaimana dengan Tambang Emas Toka Tindung PT Meares Soputan Mining di Kabupaten Minahasa Utara dan Tambang Emas Martabe di Tapsel, Sumatera Utara yang saat ini masih beroperasi? Apa rencana kedua tambang ini setelah tutup nanti?

Tambang Emas Toka Tindung PT Meares Soputan Mining di Kabupaten Minahasa Utara, yang juga dikunjungi jurnalis Sumut sebelum ke tambang PTNMR, ternyata juga tak mau kalah dengan PTNMR.

“Tambang Emas Toka Tindung juga komit melakukan reklamasi pascatutup tambang nanti. Bahkan  selama kami masih beroperasi pun, reklamasi telah berlangsung secara bertahap,” kata Yolhedi selaku Manager OHS PT MSM didampingi Agung Praptomo selaku Kepala Teknik Tambang PT MSM. Ada pula Hery Rumondor selaku Superintendent PR and Communication PT MSM dan PT TTM, Jakob Tumondo selaku Goverment and Land Manager, dan Johanes Untung yang menjabat sebagai Superintendent Community Development.

Tambang Emas Toka Tindung yang dikelola oleh PT Maeres Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN), — keduanya milik PT Archi Indonesia–, sama-sama beroperasi di Toka Tindung. Penandatanganan kontrak karya PT MSM dilakukan pertama sekali pada 1986. Sembilan tahun kemudian penandatanganan kontrak karya PT TTN.

“Penambangan bijih emas baru dimulai pada tahun 2011 dan diprediksi akan beroperasi hingga 2023 nanti,” ujar Yoelhedi.

Tambang Toka Tindung berlokasi 35 km arah timur laut Manado, Sulawesi Utara. Luas area tambangnya mencapai 8.986 hektar (400 ribu km persegi), atau 1,3 persen dari rencana kontrak karya yang 741.000 hektar.

Toka Tindung memiliki beberapa pit, yakni Toka Tindung sebagai Pit Utama dan beberapa pit satelit bernama pit Kopra, Pajajaran, Blambangan, Araren 1-5.

Cadangan emasnya 1,75 juta ounce, dan yang akan ditambang 1,1 juta ounce. Kapasitas pengolahannya 1,5-1,7 juta ton per tahun. Perusahaan mempekerjakan karyawan sebanyak 1.709 orang. Sebanyak 70 persen tenaga lokal Sulawesi Utara.

Foto: Dame Ambarita/SUMUTPOS.CO
Tailing Storage Facility (TSF) di di lokasi Tambang Emas Toka Tindung PT Meares Soputan Mining di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. TSF ini bebas dari bahan kimia beracun, dan diklaim aman untuk satwa setempat.

Ditanya apa rencana pascatambang, Yoelhedi mengajak jurnalis menyaksikan deretan pepohonan yang telah menjadi hutan, di sejumlah titik di lokasi tambang. “Dulunya lahan itu areal penimbunan top soil. Sekarang telah menjadi hutan,” terangnya.

Apakah akan meniru PT NMR yang menyulap lokasi bekas tambangnya menjadi Kebun Raya? Yoelhedi hanya tersenyum. Yang pasti, kata dia, Toka Tindung komit meninggalkan jejak hijau di lokasi tambang, dengan menghutankan kembali areal yang mereka gunakan. “Apakah akan jadi kebun raya, kita belum pastikan,” katanya.

Adapun TSF (Tailing Storage Facilities) yang menampung sisa bebatuan hasil pengolahan emas di Tokatindung, menurut Yoelhedi, pascatambang nanti rencananya akan diubah menjadi bebatuan dengan penambahan zat tertentu. “Jadi semua akan kembali menjadi bagian alami hutan,” sebutnya.

Tambang Emas Martabe di Batangtoru, Tapsel, Sumatera Utara.

Bagaimana dengan Tambang Emas Martabe di Batangtoru Tapsel, Sumut yang dikelola PT Agincourt Resources?

PT Agincourt Resources, perusahaan pengelola Tambang Emas Martabe berkomitmen merehabilitasi semua area yang digunakan untuk operasional tambang dalam keadaan aman, stabil dan produktif.

Tim Duffy, Presiden Direktur Agincourt, sebelumnya mengatakan, tujuan jangka panjang dari strategi rehabilitasi secara umum adalah kondisi stabil hutan tropis.

Agincourt dalam laporan keberlanjutan 2015, menyebutkan selama 2015, total 2,3 hektar lahan yang digunakan operasional tambang direhabilitasi, sehingga mencapai total 12,1 hektar. “Total pembibitan 6.272 pohon dengan sisa yang harus ditanam 4.971 bibit pohon saat penutupan tambang,” kata Duffy.

Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, menjelaskan, Tambang Emas Martabe memiliki sumberdaya 7,4 juta ounce emas dan 69 juta ounce perak, dan beroperasi penuh sejak 2013 dengan kapasitas per tahun sebesar 250.000 ounce emas dan 2-3 juta ounce perak.

“Umur tambang diperkirakan selama 10 tahun, kecuali perusahaan menemukan cadangan emas baru. Jika misalnya Tambang Emas Martabe tutup tahun 2022, perusahaan komit mengembalikan lahan bekas tambang kembali menjadi hutan tropis,” katanya.

Tambang Emas Martabe melakukan penanaman berbagai jenis bibit pohon seperti Trembesi, Mahoni, Sengon dan Macadamia, di lokasi tambang, beberapa waktu lalu.

Saat ini, Martabe melakukan pengelolaan batuan penutup, pengendalian erosi dan sedimentasi, pembibitan, reklamasi dan revegetasi, sarana penunjang serta pemantauan. “Jadi proses reklamasi progresif terus dilakukan di lahan yang sudah tidak digunakan lagi,” kata Katarina.

Untuk kebutuhan reklamasi progresif, Tambang Emas Martabe memiliki Nursery dan herbarium untuk pembibitan species tanaman khas Batangtoru, seperti hapinis, sinarbalingbing, dll.

Apakah nanti bekas tambang Tambang Emas Martabe akan jadi lokasi wisata, atau kebun raya, jadi hutan, atau akan dijadikan pemukiman penduduk? Katarina mengatakan, belum ada rencana sampai ke sana.  “Komitmen saat ini adalah meninggalkan lahan hijau pascapenutupan tambang. Tambang Emas Martabe sendiri telah memberikan jaminan reklamasi ke pemerintah selama lima tahun (2017-2021) dengan menyetor dana total Rp7,281,310,997,” kata Katarina.

Tambang Emas Martabe juga telah menyiapkan sejumlah komite khusus untuk mengawasi pengelolaan lingkungan, di antaranya untuk pengelolaan air lokasi tambang, pengaliran asam tambang, dan keamanan Tailing Storage Facility (TSF/bendungan penyimpan tailing). (mea/bersambung)

Exit mobile version