Site icon SumutPos

Masyarakat Medan Belum Tertarik Rusunami

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Walapun awal tahun 2017 telah melangkah, namun bisnis properti masih belum menggeliat. Tentu, banyak faktor yang menyebabkan belum tumbuh suburnya bisnis perumahan ini. Selain itu, berbagai tantangan juga harus dihadapi.

Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Perbankan, Pembiayaan Komersial dan Rumah Sejahtera Tapak (RST), Umar Husin mengungkapkan, pertumbuhan sektor properti pada tahun ini memiliki cukup banyak tantangan. Kata Umar, faktor inflasi yang tinggi menjadi salah satu keluhan pengembang perumahan dalam daya beli rumah di pasaran.

Selain inflasi, sambungnya, insentif yang diberikan pemerintah melalui kemudahan perizinan dalam Peraturan Pemerintah (PP) belum sepenuhnya berjalan. Meskipun, pemerintah sudah menerbitkan PP kemudahan perizinan rumah murah bagi MBR. Namun, aturan itu belum berjalan maksimal di daerah. Tak hanya itu, pengembang juga berharap besar pada aturan tersebut berjalan dengan baik hingga dapat menekan biaya tinggi pelayanan publik dan berharap besar pada Tim Saber Pungli.

“Semester I itu (tahun 2017) masih lemah, karena inflasi cukup tinggi dan sangat berpengaruh pada minat daya beli masyarakat. Kemudian, PP juga belum dilaksanakan. Padahal, sudah ada kebijakan-kebijakan pemerintah tapi belum dipertegas dengan PP. Dengan keluarnya PP perizinan itu, pemerintah daerah juga diharapkan komitmennya tidak ada lagi pada proses perizinan yang mahal dan biaya tinggi serta pelayanan yang nyaman,” ujar di Medan belum lama ini.

Untuk itu, sebut Umar, dia mendukung pembentukan tim Saber Pungli agar berjalan dengan baik. Dia pun berharap dapat berjalan juga untuk sektor properti.

“Dengan sudah adanya PP keluar, maka aturan pemerintah itu mengenai kemudahan perizinan dapat berjalan baik di daerah. Komitmen daerah juga kita harapkan mampu menjalankannya itu dengan baik,” ucapnya.

Lebih jauh ia mengatakan, untuk harga rumah progam FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) atau subsidi pemerintah di tahun 2017 naik menjadi Rp123.000.000 dari harga tahun 2016 Rp116.500.000. Kenaikan harga rumah ini sudah diatur oleh pemerintah, di mana setiap tahun naik sebesar 5 persen.

Sedangkan, untuk sektor properti rumah komersial dan non komersial terjadi kelambatan di tahun 2016 yang merupakan efek 2015. Namun, hal ini agak berbeda dengan perumahan FLPP.

“FLPP terjadi lonjakan permintaan, para pengembang agak kewalahan karena lebih banyak demand dari pada supply. Karena banyak kebijakan insentif yang diberikan pemerintah. Berupa PSO, harganya juga terjangkau,” jelasnya.

Masyarakat Medan Belum Tertarik Rusunami

Sementara itu, dalam konteks berbeda, kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan masih terbilang tinggi, salah satunya di Kota Medan. Hal ini mengingat untuk memenuhi kebutuhan rumah tapak sederhana di wilayah perkotaan sudah tidak mungkin lagi, lantaran harga lahan tidak terjangkau.

Oleh karenanya, rumah susun sederhana milik (rusunami) dapat menjadi pilihan ketimbang rumah susun umum sewa (rusunawa). Sebab, rusunami bisa diagunankan untuk kredit. Namun, sayangnya masyarakat Kota Medan belum tertarik. Untuk itu, para investor maupun pengembang belum melirik.

Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Waketum Kadin) Sumut Bidang Properti dan Infrastruktur, Tomi Wistan, permintaan masyarakat terhadap rusunami masih minim. Salah satu faktornya adalah, masyarakat tidak tertarik dan lebih memilih apartemen low cost sebagai investasi.

“Banyak pengembang yang belum berani membangun rusunami karena masyarakat tidak tertarik untuk membelinya. Sehingga, pengembang membangun apartemen low cost, termasuk komersil,” ujar Tomi di Medan, kemarin.

Diutarakannya, padahal rusunami adalah salah satu hunian yang layak dipertimbangkan. Ini dilihat dari segi capaian tempat tinggal dan tempat kerja. Meskipun, rusunami bukan diperuntukkan sebagai investasi utama tapi itu merupakan kebutuhan untuk industri.

“Rusunami memang diperuntukkan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan rumah. Berbeda dengan apartemen low cost,” ucapnya.

Kata Tomi, apartemen low cost banyak menarik peminat bagi masyarakat menengah ke bawah. Pada umumnya, masyarakat membelinya sebagai rumah kedua atau untuk investasi bagi anak-anaknya.

“Di Medan, pembangunan rusunami tidak terlalu banyak. Sebab, selain terbilang mahal tetapi juga tidak efisien lantara dirasa kurang dibutuhkan oleh masyarakat Medan yang lebih membutuhkan efisiensi bangunan,” cetus mantan Ketua REI Sumut ini.

Tomi menjabarkan, simulasi perhitungan rusunami harga per meter persegi adalah Rp9 juta. Maka, untuk ruangan yang bertipe 30 meter persegi saja harganya sudah mencapai Rp270 juta.

“Harga segitu terbilang mahal, makanya masyarakat Medan lebih memilih rumah di pinggiran saja karena lebih murah atau apartemen low cost. Selain itu, tidak repot harus naik turun gedung,” pungkasnya. (ris)

Exit mobile version