Site icon SumutPos

Lambatnya Pembahasan RUU Migas Hambat Kemandirian Energi

Ketua Komisi VIII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi VII DPR-RI berkomitmen untuk mempercepat pembahasan RUU Migas yang sudah masuk dalam program legislasi nasional karena lamanya pembahasan UU telah menyebabkan ketidakpastian dan keterlambatan kemandirian energi.

Hal ini dikatakan Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu, usai menjadi pembicara di USU usai menjadi pembicara bersama Rhenald Kasali, pakar ekonomi dalam seminar Penguatan Perusahaan Migas dalam Meningkatkan Kedaulatan Energi Indonesia di USU, kemarin.

Gus Irawan Pasaribu mengatakan, saat ini salah satu agenda besar Komisi VII DPR-RI adalah merampungkan UU Migas tersebut. “Bagaimana agar perusahaan nasional berperan lebih banyak mendorong kemandirian energi,” kata Gus.

Gus mengatakan pembahasan RUU atas Perubahan UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas selama enam tahun memang jalan di tempat. Akibat maju mundurnya pengeseharan payung hukum tersebut, investasi asing di sektor migas turun drastis terutama di sektor hulu.

Dia mengatakan sejak 2010 agenda RUU Migas selalu menghiasi daftar tahunan program legislasi nasional di DPR-RI hingga tahun ini. “Namun sampai hari ini memang belum ada perkembangan signifikan. Tapi kita sudah mentargetkan pembahasan UU itu rampung,” tuturnya.

Menurut Gus, selama ini ada banyak kepentingan dalam pembahasan UU Migas sehingga ada saja fraksi atau partai yang tak mau menyatakan sikap terkait RUU Migas karena ada yang dirugikan di sisi lain ada pula yang diuntungkan.

“Mungkin sudah pernah ada yang dengar kalau mereka yang berkepentingan di RUU Migas ini adalah para pemburu rente. Siapa itu? Tentu saja orang yang selama ini merasa nyaman dengan situasi saat ini. coba kalau kita buka isu tentang domestic market obligation, dana cadangan, cost recovery, participating interest dan perlindungan atas dampak kegiatan migas. Siapa yang diuntungkan di situ,” papar dia.

Gus yang juga Wakil Ketua Fraksi Gerindra di DPR-RI ini menyatakan, dengan mengatur semua tentang isu Migas pasti akan ada yang dirugikan.   Menurut dia, ketika pembahasan RUU Migas semakin lambat konsekuensi yang muncul akan ada ketidakpastian hukum dan aturan bagi investor terutama di sektor hulu seperti eksplorasi sumur migas.

Kata Gus, sejak 2011 produksi migas terus turun karena pemilik blok migas ingin kepastian. Investasi di sektor Migas sepanjang 2009 sampai 2013 di bidang eksplorasi, pengembangan, produksi dan administrasi. “Sejak 2011 produksi migas kita turun karena tidak ada kepastian.

Itu menjadi kendala buat investor. Migas itu isu strategis sehingga pemerintah dan DPR harus hati-hati membahasnya agar tidak salah langkah,” jelasnya.

Dia mengatakan  RUU Migas merupakan suatu terobosan yang bertujuan untuk membuat cadangan minyak di Indonesia tetap melimpah. “Coba lihat waktu diaplikasikan UU Migas tahun 2001 produksi minyak kita itu 1,1 juta barel per hari sekarang sudah turun menjadi 780 ribu barel saja per hari. Dan setiap tahun turun. Nanti 2018 turun lagi. Begitu seterusnya,” kata Gus.

Menurutnya, faktor kelembagaan dan tata kelola migas yang mempengaruhi berkurangnya eksplorasi minyak. Padahal, cadangan minyak maupun gas di bumi Indonesia sangat banyak. “Kita ingin bagaimana nanti agar UU Migas yang baru bisa memberikan peluang besar terhadap baik BUMN maupun non BUMN untuk melakukan eksplorasi sehingga mempermudah untuk meningkatkan minyak dan gas. Dengan begitu kita bisa mencapai kemandirian sektor energi terutama produksi migas dulu,” papar Gus.

Komisi VII, lanjut Gus, ingin menjadikan UU ini untuk tujuan strategis jangka panjang. “Diatur sedemikian rupa agar kontraktor minyak dan KKSK tidak lagi berpolemik menghabiskan waktu karena regulasi yang tidak begitu jelas,”pungkasnya. (ila/ram)

 

Exit mobile version