Site icon SumutPos

Cuaca Ekstrim, Nelayan Diminta Waspada

Gelombang tinggi-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Belawan, Abdul Aziz menyampaikan, kondisi cuaca buruk dengan gelombang tinggi masih terjadi di perairan Aceh dan Samudra Hindia.  Cuaca ekstrim ini bakal terjadi seminggu ke depan, dengan hujan ringan dan arah angin variabel serta kecepatan 8 knot. Selain itu, tekanan rendah di perairan Barat Aceh.

“Secara umum di Selat Malaka kondisi cuaca masih buruk, ketinggian gelombang laut mencapai 4 meter, untuk itu kita imbau kepada nelayan dan pengguna transportasi laut untuk lebih waspada,” kata Abdul Azis.

Imbauan ini, kata Abdul Azis sudah mereka sampaikan melalui email, pesan whatsap dan jaringan satelit kepada stakholder yang ada di Pelabuhan Belawan. “Prakiraan cuaca ini sudah kita beritahui melalui, Lantamal, Polair, PPSB dan sejumlah instansi lainnya, agar kondisi cuaca buruk ini dapat diwaspadai,” kata Azis.

Ditambahkannya, kondisi cuaca buruk untuk wilayah Medan dan Sumut, masih terjadinya hujan secara menyeluru dalam beberapa hari ke depan. “Diperkirakan pola cuaca masih berpotensi terjadinya pertumbuhan awan konvektif yang menyebabkan terjadinya hujan, sehingga masih perlu diwaspadai terjadinya banjir dan tanah longsor di wilayah kabupaten/ kota  di Sumut,” ungkap Abdul Azis.

Oleh karena itu, dengan dinamika atmosfer dalam beberapa hari kedepan masih cukup aktif, dan berpotensi menimbulkan bencana. “Bencana alam perlu kita waspadai di bebepa wilayah lain di Sumut, seperti di perairan Nias Sibolga dan Samudra Hindia, gelombang tinggi bisa mencapai 4 meter terjadi,” sebutnya.

Sementara, akibat cuaca buruk dengan gelombang tinggi yang terjadi di laut, banyak nelayan yang tidak bisa melaut sehingga menganggur. Ini diakui Seketaris Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Sumut, Alfian MY kepada Sumut Pos.

Dijelaskannya, cuaca buruk yang terjadi di laut merupakan musim paceklik atau sulitnya ikan ditangkap oleh nelayan. Musim kesulitan nelayan mendapat ikan terjadi pada akhir tahun hingga pada bulan kedua awal tahun, hal ini disebabkan dengan besarnya ombak di tengah laut.

“Bayangkan saja, kalau nelayan melaut pasti nyawanya terancam dan susah ikan diperoleh, jadi nelayan memilih untuk tidak melaut, ini terjadi hingga 3 bulan nelayan menganggur,” kata Alfian.

Harapan Alfian, pemerintah harus memikirkan kompensasi terhadap nelayan pada musim paceklik yang tejadi setiap tahun. “Ada program pemerintah mengenai keluarga harapan dan kesejahteraan untuk melindungi nelayan, jadi sudah sejauh mana program ini? Dengan adanya kompensasi Rp300 ribu kepada nelayan, jadi membantu kesejahteraan nelayan yang tidak dapat melaut,” ungkap Alfian.

Ditambahkan Alfian, cuaca buruk ini merupakan bencana nasional, artinya, nelayan tidak bisa melaut untuk mencari nafkah, oleh karena itu, bagi nelayan skala kecil sudah bisa diberikan hak kompensasi yang ada si Sumut.

“Di Sumut ada 12 ribu nelayan kecil menganggur yang akan menghadapi musibah dari ancaman cuaca buruk, bisa juga kita ambil contoh di Malaysia, kalau musim paceklik begini, pemerintahnya memberikan kompensasi Rp 600 ribu perbulan kepada nelayan, jadi pemerintah kita bisa mencontoh ini, kesejahteraan nelayan segera dipikirkan,” ungkap Alfian. (fac/adz)

Exit mobile version