Site icon SumutPos

Pemerintah Lawan Kampanye Hitam Produk Sawit

Karyawan kebun sedang mengangkat buah kelapa sawit yang baru dipanen di perkebunan di kawasan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Pemerintah Indonesia tidak mengambil pusing terkait kampanye hitam produk sawit oleh parlemen Uni Eropa. Namun, melalui Kementerian Perdagangan melakukan perlawanan dengan menekan konsumsi minyak sawit dari Uni Eropa.

Menteri Perdagangan RI, Enggartiasto Lukita mengatakan kampanye hitam dilakukan Parlemen Uni Eropa dengan menolak produk sawit Indonesia adalah deforestasi.

“Jika itu alasannya, apa bedanya dengan minyak nabati lain seperti bunga matahari, rapeseed dan yang lain,” kata Enggartiasto kepada wartawan, usai menghadiri Dialog Nasional Indonesia Maju di Medan International Convention Center, Medan, Kamis (5/7) siang.

Sebagai catatan, beberapa waktu lalui parlemen Eropa menyetujui penghapusan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai salah satu bahan dasar biofuel (energi terbarukan). Alasannya, minyak sawit menjadi salah satu proses deforestasi. Merusak lingkungan dan membuat iklim tidak seimbang.

Untuk itu, Enggartiasto mengatakan Pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya untuk meredam kampanye hitam. Alhasil, Parlemen Uni Eropa akan memberlakukan undang-undang pelarangan konsumsi energi Eropa tersebut pada 2021.

“Tapi sekarang ditunda hingga 2030. Tapi kita tidak menerima begitu saja,” ungkapnya.

Saat ini, kata dia, Indonesia dan Malaysia juga telah merapatkan barisan untuk sama-sama melawan upaya kampanye hitam produk sawit oleh Uni Eropa. Indonesia dan Malaysia sendiri merupakan produsen sawit terbesar dunia.

Selain melalui jalur diplomatik, pemerintah juga akan melakukan perlawan dengan memboikot atau bahkan mempersulit produk-produk Eropa masuk ke Indonesia.

Sebagai contoh, beberapa waktu lalu parlemen Norwegia menolak produk sawit Indonesia. Mendag langsung mengambil tindakan mengancam pemberhentian impor ikan salmon dari negara itu. “Akhirnya, duta besar mereka bertemu saya dan sekarang produk sawit kita masuk lagi ke sana,” katanya.

Langkah tersebut bisa jadi akan ditempuh pemerintah untuk melawan kampanye hitam produk sawit oleh Uni Eropa. “Kita pasti akan melawan,” tegasnya.

Sementara itu, Enggartiasto menyebutkan pemerintah bersama satgas pangan untuk melakukan kestabilan harga pangan selama Bulan Ramadan hingga Hari Raya Idul Fitri 1439 H. Ia menyampaikan berdasarkan data BPS, inflasi Indonesia pada Juni 2018 hanya bertengger di level 0,59 persen. “Paling rendah dalam lima tahun terakhir,” tuturnya.

Meski meningkat dibanding Mei yang mengalami inflasi sebesar 0,21 persen, menurutnya inflasi periode Juni 2018 sudah terbilang rendah. Apalagi pada Juni, terjadi kenaikan permintaan menjelang Lebaran.

“Ini semua tak lepas dari koordinasi antarkementerian, termasuk petugas Kemendag yang langsung turun ke daerah-daerah untuk memantau harga pangan,” ungkapnya.

Satgas Pangan yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi juga membawa pengaruh yang signifikan terhadap pengendalian harga hingga ke tingkat konsumen. Unit-unit di pemerintahan juga berkoordinasi cukup solid sehingga barang yang mengalami kenaikan permintaan tersedia sejak awal.

Menurutnya, kunci utama pengendalian laju inflasi tahun ini terletak pada ketersediaan pasokan. Jauh hari sebelum Ramadan dan Lebaran, pihaknya telah memastikan pasokan pangan cukup untuk melayani kebutuhan masyatakat.

Mendag optimistis, laju inflasi Indonesia hingga akhir tahun bisa dipertahankan dalam kisaran sasaran 3,5%±1%. “Koordinasi akan terus dilakukan, baik BI, pemerintah, satgas pangan dan pemangku kepentingan lainnya,” pungkas Enggar.(gus/ram)

 

Exit mobile version