Site icon SumutPos

Bulog Sumut Terima 10.000 Ton Lagi Beras Impor

Foto: M IDRIS/Sumut Pos
Kepala Perum Bulog Divre Sumut, Benhur Ngkaimi saat memperlihatkan 10.000 beras impor asal Thailand di gudang Jalan Jemadi, Medan, Jumat (9/3). Saat ini beras impor kembali masuk dengan jumlah yang sama namun berasal dari India.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Setelah menerima 10.000 ribu beras impor dari Thailand pada 25 Februari lalu, kini Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional (Divre) Sumatera Utara (Sumut) menerima lagi beras impor. Beras impor sebanyak 10.000 ton tersebut berasal dari India.

Kepala Perum Bulog Divre Sumut, Benhur Ngkaimi menyatakan, beras impor asal India sudah tiba di Pelabuhan Belawan pada 28 Februari lalu dan saat ini sedang proses bongkar muat. Selanjutnya, akan dibawa ke Gudang Bulog Sumut.

“Beras impor India tersebut merupakan beras medium broken 15 persen, dan menunggu proses administrasi. Sebab, proses impor agak rumit namun mudah-mudahan hari ini (kemarin, red) bisa dibongkar,” ujar Benhur saat ditemui di Gudang Bulog Jalan Jemadi, Jumat (9/3) siang.

Ia menuturkan, dengan masuknya 10.000 ribu ton lagi maka total beras impor sebanyak 20.000 ton. Jumlah beras impor itu sesuai yang direncanakan dari total yang akan masuk sebanyak 34.000 ton.

“Dengan adanya tambahan 10 ribu ton lagi, ketahanan stok beras di Sumut dipastikan aman hingga lebaran mendatang. Masyarakat tidak perlu khawatir akan kurangnya pasokan,” tuturnya sembari mengatakan, sejauh ini belum ada informasi akan masuk lagi beras impor.

Benhur mengaku, untuk distribusi atau penyalurannya masih menunggu petunjuk dan instruksi pemerintah pusat. Sebab, beras impor ini merupakan titipan. “Kita masih menunggu dari pusat, dan sejauh ini belum ada petunjuk apakah itu untuk Bansos Rastra atau Operasi Pasar (OP). Sehingga, beras impor itu disimpan dulu di gudang,” tuturnya.

Menurut Benhur, rata-rata kebutuhan beras di Sumut per bulannya sekitar 10.000 ton untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bansos Rastra. Jumlah KPM di Sumut mencapai 630 ribuan, dengan ketentuan 10 kg/KPM. Untuk kebutuhan beras paling banyak di Kabupaten Deli Serdang.

“Tahun 2018 ini masyarakat penerima beras Bansos Rastra secara gratis karena dibayar oleh APBN. Tidak hanya Sumut saja, tetapi seluruh Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua juga begitu. Penerima Bansos Rastra di Sumut berjumlah 630 ribuan KPM, dengan total yang diberikan 10 kg dari 15 kg sebelumnya. Karena, memang itu yang dibayarkan pemerintah melalui APBN,” paparnya.

Diungkapkan dia, harga beras medium di Sumut saat ini masih di atas Rp10.000/kg atau di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Untuk HET beras medium sendiri yakni Rp9.900/kg.

“Makanya OP masih terus lanjut selama belum di bawah HET beras medium Rp9.900. Artinya, OP yang dilakukan untuk menstabilkan harga beras. Sejauh ini sudah tersalurkan 14.000 ton sejak November 2017 dan paling banyak di Medan,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan beras di Sumut selain impor pihaknya juga melakukan pembelian kepada petani. Selama tiga bulan terakhir, pembelian beras ke petani jumlahnya hampir mencapai 800 ton.

Total pembelian ini merupakan yang terbesar dalam 10 tahun terakhir, sebab biasanya hanya sekitar 500 ton. Pembelian dilakukan di Padang Sidempuan, Sibolga, Nias dan paling banyak di Deli Serdang.

“Target pembelian beras ke petani sebanyak 20.000 ton. Beras yang dibeli tersebut jenisnya komersil dan non komersil. Untuk harga beli sekitar Rp8.600-Rp.8.700/kg (beras non komersil), sedangkan beras komersil dibeli seharga Rp10.000/kg,” bebernya.

#Waspadai Beras Kimia#

Disinggung jika terlalu lama disimpan di gudang kualitas atau mutu beras berkurang, Benhur mengatakan bahwa beras yang distok relatif lebih cepat disalurkan dengan rata-rata 2-3 bulan. Namun, sebelumnya bisa sampai di atas 6 bulan.

“Sekalipun terjadi penurunan mutu, kita ada proses standarisasi yang dilakukan sebelum penyaluran kepada masyarakat. Standarisasi yang dilakukan misalnya reprosing, apakah beras tersebut sudah terjamin kebersihannya dari kutu,” cetusnya.

Ia menyebutkan, apabila beras ada kutunya bukan menandakan kualitasnya menurun tetapi merupakan original atau asli. Dengan kata lain, tidak mengandung bahan kimia. Namun, apabila beras tersebut mengandung bahan kimia maka kutu tidak akan ada atau lengket.

“Kutu itu merupakan bagian dari beras. Kalau beras tidak berkutu, maka diharapkan hati-hati (mengandung bahan kimia),” ucapnya.

Benhur mencontohkan, apabila ingin tahu apakah beras yang dibeli original atau mengandung bahan kimia dapat diuji dengan menyimpannya dalam waktu sebulan. Kemudian, kalau tidak berkutu maka hati-hati, apalagi warnanya putih.

“Idealnya seminggu atau dua minggu sudah ada kutunya, dan itu menunjukkan beras tersebut asli tanpa bahan kimia (yang disemprotkan). Jadi, kutu itu sebenarnya tidak ada masalah hanya memang perlu dibersihkan sebelum digunakan untuk bahan makan,” tegasnya.

Ia menambahkan, di petani binaan Bulog ada proses pemeliharaan kualitas beras setiap dua sampai tiga bulan sekali. Salah satu tujuannya untuk menghilangkan kutu dalam beras.

Sementara, pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin mengatakan, sebenarnya yang menjadi masalah itu ketika membuat kebijakan (impor) tidak memiliki data yang valid atau akurat. Banyak pihak yang menyebutkan surplus beras, tetapi faktanya tidak demikian. Hal itu bisa dilihat dari harga beras yang saat ini masih terbilang mahal.

“Kalau banyak pihak yang memperdebatkan kita itu surplus beras dan memasuki musim panen, tapi kenapa harga berasnya masih mahal. Maka dari itu, ini menjadi suatu pertanyaan besar. Sebab, bila dilihat berdasarkan hukum ekonomi bahwa ketika harga beras naik disebabkan tingginya permintaan berarti stok tidak ada. Itulah mekanisme pasar yang terjadi selama ini,” ujarnya.

Disampaikan Gunawan, selama ini tidak ada mencari tahu faktor penyebab pasti dan terperinci dari masalah kenaikan harga beras. Apakah itu dikarenakan panennya atau distribusi pasokan, tidak ada record yang membicarakan detail mengenai hal tersebut. Sehingga, dengan demikian pemerintah mengambil kebijakan untuk impor beras.

“Perlu diketahui, saat ini sedang masuk musim panen di daerah Tanjung Ledong, Kabupaten Asahan. Akan tetapi, harga beras justru masih naik sekitar Rp500 hingga Rp1.000 jenis beras medium ke atas. Jadi, lagi-lagi timbul pertanyaan dimana masalah sebenarnya,” cetus Gunawan.

Meski demikian, ia mengakui memang pasokan kebutuhan beras Sumut itu sendiri tidak berasal dari Sumut. Melainkan juga, dari Aceh dan Cianjur. “Pada dasarnya, jika harga beras di bawah HET maka bisa dikatakan surplus beras,” pungkasnya. (ris/ram)

 

Exit mobile version