Site icon SumutPos

Rupiah Babak Belur

Rupiah melemah terhadap Dolar Amerika.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, Rupiah pada perdagangan hari ini berada di kurs tengah Rp14.074 atau terdepresiasi 38 poin dari perdagangan sebelumnya Rp14.036. Rupiah diperdagangkan di kisaran Rp14.144 (kurs jual) dan Rp14.004 (kurs beli).

Kondisi ini terus terjadi awal Maret 2018. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan sebetulnya kondisi melemahnya Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat normal saja. Sebab, seluruh transaksi valas di negara lain juga mengalami hal yang sama.

Apabila kondisi ini terus terjadi berlarut-larut, kata Darmin, Bank Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain membiarkan kurs terus melemah atau menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate.

“Tekanan itu membuat kita sebenarnya tinggal memilih biarkan kursnya melemah atau suku bunganya dinaikkan,” ujar Menko Darmin ditemui di Rokan Hilir, Riau, Rabu (9/5).

Dia melanjutkan Bank Indonesia juga sudah mengantisipasi mengenai rencana kenaikan suku bunga. Namun, hal itu baru akan diputuskan saat Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan setiap tanggal 16 atau 17. Sehingga, Bank Indonesia belum dapat menaikkan suku bunganya.

Kendati begitu, Darmin menekankan meski BI belum menaikkan suku bunga acuannya dan nilai rupiah telah menembus batas psikologis pasar yang sudah mencapai Rp14.000 per USD, kondisi ekonomi dalam negeri tidak masalah.

“Walaupun begitu jangan kemudian dibawa-bawa kalau Rupiah Rp 14.000 masalah. Enggak masalah,” tuturnya.

Bank Indonesia menegaskan tengah menyiapkan langkah-langkah terukur guna meredam berlanjutnya depresiasi nilai tukar rupiah.

“Di tengah meningkatnya tantangan global saat ini, Bank Indonesia tengah dan akan mengambil langkah-langkah yang tegas untuk memastikan terciptanya stabilitas perekonomian,” Kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, lewat keterangan resminya, Jumat (11/5).

Tantangan global terutama siklus peningkatan suku bunga di Amerika Serikat, meningkatnya harga minyak dunia, serta menguatnya risiko geopolitik sebagai akibat meningkatnya tensi sengketa dagang AS-Tiongkok. Selain itu, pembatalan kesepakatan nuklir AS-Iran, turut mendorong menguatnya dollar AS terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah.

Seperti diketahui, per 9 Mei 2018, selama Mei 2018 (month to date) Rupiah melemah 1,2 persen, Thai Baht 1,76 persen, dan Turkish Lira 5,27 persen. Sementara itu, sepanjang tahun 2018 (year to date) Rupiah melemah 3,67 persen, Pilipina Peso 4,04 persen, India Rupee 5,6 persen, Brasil Real 7,9 persen, Russian Rubel 8,84 persen, dan Turkish Lira 11,42 persen.

“Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini,” tegas Agus.

Terkait hal tersebut, lanjutnya, serta melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, Bank Indonesia akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.

“Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas,” imbuhnya.

Di pihak lain, tandasnya, Bank Indonesia juga akan konsisten mendorong berjalannya mekanisme pasar secara efektif dan efisien, sehingga ketersediaan likuiditas baik di pasar valuta asing dan pasar uang tetap terjaga dengan baik.

Operasi moneter di pasar valuta asing tetap akan dilakukan untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar. Harapannya keyakinan pelaku ekonomi dapat dipastikan tetap terjaga. Operasi moneter di pasar uang akan terus dilakukan. Tujuannya, memastikan ketersediaan likuiditas rupiah yang memadai dan terjaganya stabilitas suku bunga di pasar uang, dalam koridor yang sejalan dengan stance kebijakan moneter Bank Indonesia.

Kolaborasi otoritas dan asosiasi akan semakin diperkuat untuk memperdalam dan mengefisiensi price discovery di pasar valuta asing dan pasar uang. Termasuk melalui penambahan variasi instrumen, penguatan infrastruktur pasar keuangan, dan memperkuat kredibilitas suku bunga acuan pasar (market reference rate).

Koordinasi dengan Pemerintah akan semakin diperkuat untuk memastikan terjaganya inflasi sesuai sasaran. Ini untuk memastikan berjalannya reformasi struktural secara efektif untuk memperkuat struktur neraca transaksi berjalan dan neraca modal, serta berbagai kebijakan struktural lainnya untuk meningkatkan daya saing perekonomian.(uji/ce1/mys/JPC/ram)

 

 

Exit mobile version