Site icon SumutPos

Harga Daging Sapi Bertahan Mahal Hingga 2018

Penjual daging memotong daging sapi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Harga daging sapi yang dijual di pasaran khususnya Kota Medan sekitarnya, hingga kini masih cenderung bertahan mahal antara Rp105.000 hingga Rp110.000 per kg. Melambungnya harga daging sapi ini diprediksi akan terus bertahan hingga tahun 2018.

Menurut Marketing Sales PT Juang Jaya Abdi Alam (salah satu perusahaan penggemukan sapi atau feedloter di Sumatera), David Yasin, pembatasan impor sapi yang memicu harga daging melonjak tinggi, karena ketika itu pemerintah menyatakan ada program swasembada. Pemerintah mengurangi kuota impor sapi yang masuk.

Akhirnya, ini menimbulkan masalah di Australia hingga mereka mengalihkan ke negara lain. Akibatnya, harga daging di Indonesia melambung. Lantas, ketika harga melambung pemerintah mengubah kebijakan tak lagi membatasi kuota. Namun, berat sapi yang masuk tetapi dibatasi.

“Harga impor sapi terlanjur naik. Apabila paket kebijakan pemerintah dalam hal pembatasan berat sapi yang masuk tak diubah atau terus diterapkan, maka dijamin harga daging sapi bertahan mahal hingga 2018. Namun, apabila pemerintah merubah kebijakan untuk membeli sapi impor dengan berat tidak ada batasan, kemungkinan ada penurunan harga. Meski begitu, penurunan harga yang diperkirakan tidak terlalu signifikan tetapi dapat mereduksi harga jual daging sapi di pasaran,” ungkap David dalam temu ramah tamah dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Daerah (KPD) Medan, Selasa (14/3).

Diutarakan dia, selain paket kebijakan pemerintah dan harga beli sapi dari Australia yang tinggi, faktor lain masih mahalnya harga daging sapi disebabkan karena pasokan kurang dan ongkos efesien pemeliharaan. Kendati begitu, melonjaknya harga daging sapi sejauh ini tidak ada mengarah kepada kartel dan diyakini sangat tidak mungkin.

“Opsi lainnya untuk menurunkan harga daging dengan merubah pola pikir atau mainset masyarakat. Artinya, pemerintah harus mengedukasi masyarakat bahwa kebutuhan protein itu tidak hanya dari daging sapi tetapi daging ayam juga bisa memenuhi.

Apalagi, di Sumut sudah surplus ayam. Jadi, tinggal bagaimana pemerintah membentuk mainset masyarakat dalam kebutuhan protein. Dengan kata lain, masyarakat dapat beralih konsumsi dari daging sapi ke daging ayam.,” papar David.

Lebih lanjut dia mengatakan, pada tahun 2016 kebutuhan daging sekitar 670.000 ton, produksi daging lokal hanya 440.000 ton dengan rataan peningkatan produksi 2,68% per tahun. Selebihnya, 230.000 ton dipenuhi oleh impor sapi hidup dan daging beku.

“Konsumsi daging nasional adalah 2,28kg/kapita/tahun. Harga daging 2016 meningkat ke Rp106.880 per kg dari Rp104.820 per kg di tahun 2015. Peningkatan harga daging dikarenakan supply dan demand yang tidak seimbang/. Untuk itu, pada tahun 2017 dan 2018 diprediksi kebutuhan daging di angka lebih dari 686.000 tiap tahun, dan harga daging diangka Rp110.000 per kg. Namun, untuk kemungkinan naik lagi belum berani memberi garansi,” cetus David

Sementara, Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Medan (KPD), Abdul Hakim Pasaribu mengatakan, harga daging yang terbentuk di tingkat masyarakat bukan karena perilaku yang dicurigai selama ini yaitu mempermainkan harga dan kartel. Mahalnya harga daging karena ada beberapa faktor lantaran harga beli yang tinggi hingga kebijakan pemerintah pusat yang belum memecahkan masalah.

Kebijakan itu seperti mengimpor daging beku yang dijual murah (Rp80.000/kg), tetapi belum mendapat respon positif dari masyarakat luas. Padahal, untuk kebutuhan daging segar sendiri kbelum bisa memenuhinya dari pasokan lokal, sementara dari sapi impor harganya mahal.

“Awalnya kita curiga tingginya harga daging sapi ini karena ada permainan atau kartel. Namun, setelah ditelusuri dan ini menjadi tugas kita, ternyata belum ada mengarah kesana. Jadi, kenaikan harga pada daging sapi bukan dipicu akibat perbuatan pelaku usaha yang nakal sementara ini,” uja Abdul Hakim.

Ia menambahkan, untuk itu pihaknya menyarankan kepada pemerintah dalam menekan harga daging tersebut agar melihat duduk persoalan yang sebenarnya. Apakah keseimbangan dari pasokan sapi lokal dengan kebutuhan konsumsi daging sapi sudah sesuai.

“Upaya lainnya bisa juga dilakukan, mau tidak mau harus memperbanyak dalam jangka pendek impor sapi bakalan. Sedangkan untuk jangka panjangnya yaitu mendorong industri sapi yang mampu dalam jumlah besar,” tukasnya. (ris/ram)

Exit mobile version