Site icon SumutPos

Tarif Tol Kualanamu-Tebingtinggi Rp981 per Km Sudah Sesuai

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
E-TOLL_Seorang pegendara menggunakan e-toll saat memasuki pintu tol Helvetia Medan, Senin (16/10) Setelah di resmikan presiden RI Joko widodo, Jalan tol kualanamu-Tebing tinggi dan Medan-Binjai di gratiskan sampai tanggal 19 oktober 2017.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Besaran tarif tol Kualanamu-Tebingtinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp981 per kilometer dinilai terlalu mahal. Karenanya, pemerintah diminta mengkaji ulang tarif tersebut. Namun, General Manager Keuangan dan Umum PT Jasa Marga Tol Kualanamu Mauludin menegaskan, penetapan tarif tol itu sudah melalui kajian dan perhitungan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).

Kepada Sumut Pos, Mauludin mengaku, pihaknya hanya menunggu keluarnya surat keputusan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) terkait penetapan tarif tol tersebut. Namun begitu, dia menilai, tarif Rp981 per kilometer itu sudah sesuai. “Tarif ini tidak tinggi, karena telah dihitung oleh pemerintah. Saya pikir masalah besaran tariff tentunya sudah dikaji pemerintah, termasuk pengembangan industri yang ada di Sumut,” kata Mauludin, Senin (16/10).

Disinggung soal perbedaan tarif tol Belawan-Tanjung Morawa (Belmera) dengan Kualanamu-Tebingtinggi yang besarannya hampir empat kali lipat lebih mahal, Mauludin menyebutkan, perbedaan itu karena waktu dan biaya pembangunannya tidak bisa disamakan dengan 33 tahun lalu. Sebab anggaran yang dikeluarkan untuk membangun tol Kualanamu-Tebingtinggi empat kali lebih mahal dari tol Belmera. Meskipun tarif tol Belmera sudah mengalami beberapa kali penyesuaian.

“Karena tol Belmera dioperasikan 33 tahun yang lalu, tentunya investasi atau biaya yang dikeluarkan adalah empat kali lebih murah dibandingkan ruas Kualanamu-Tebingtinggi,” sebutnya.

Penghitungan tarif oleh BPJT lanjut Mauludin, telah memperhatikan nilai investasi yang telah ditanam, termasuk Internal Rate of Return (IRR) yakni indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi, di mana penerapannya akan dilakukan Kementerian PU-Pera. Sehingga semua berdasarkan kajian pemerintah yang ingin iklim investasi akan menarik bagi investor dalam pembangunan jalan tol.

“Di samping itu, dengan adanya jalan tol, diharapkan waktu pengiriman barang lebih murah dan cepat. Sebagai contoh, bila sebelumnya waktu tempuh dari Tanjung Morawa-Sei Rampah kira-kira 2 jam lebih, dengan melawati jalan tol, hanya kisaran 20-30 menit saja, sehingga lebih cepat 1,5-2 jam. Artinya minyak yang dibutuhkan pun akan lebih efisien,” jelasnya. Apalagi, sebutnya, hingga 19 Oktober mendatang, pengguna tol masih digratiskan.

Disinggung soal jalan tol yang juga dibutuhkan masyarakat secara umum, tidak hanya untuk arus barang, jasa atau industri/bisnis saja, dirinya mengaku bahwa fasilitas jalur bebas hambatan ini digunakan oleh pelaku bisnis dan bagi masyarakat yang membutuhkan saja.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Seorang pegendara menggunakan e-toll saat memasuki pintu tol Helvetia Medan, Senin (16/10/2017). Setelah diresmikan presiden RI Joko Widodo, jalan tol Kualanamu-Tebingtinggi dan Medan-Binjai digratiskan hingga tanggal 19 Oktober 2017.

 

JANGAN TERLALU KOMERSIL

Pengamat Hukum dan Pemerintahan dari UMSU Rio Affandi Siregar menilai, pemerintah perlu mengkaji lagi lebih mendalam, mulai dari aspek fisiologis, yuridis dan sosiologisnya sehingga bisa didapatkan harga yang wajar. Karena jalan bebas hambatan ini tentu dinanti seluruh masyarakat Sumatera Utara, karena jalan umum yang ada selama ini tidak memungkinkan lagi menampung kendaraan yang bertambah setiap hari.

“Seharusnya jalan tol ini jangan hanya aspek komersilnya yang dilihat, tetapi juga kemampuan ekonomi masyarakat. Karena itukan bukan milik orang berduit saja, tetapi harus mengakomodir pengendara menengah ke bawah. Apa gunanya jalan tol dibangun negara kalau akhirnya tidak bisa dimanfaatkan untuk masyarakat umum,” katanya.

Dengan tarif yang mahal, lanjut Rio, kehadiran jalan tol bukan lagi menjadi solusi untuk mengurai sumpeknya jalan Medan-Tebingtinggi, tetapi khusus untuk kalangan menengah ke atas saja, berbeda dengan ruas tol Belmera yang relatif masih terjangkau. “Jikapun alasannya untuk industri dan bisnis saja, maka perlu diperhatikan juga pengusaha kecil yang memanfaatkan jalan tol ini untuk berusaha,” sebut Rio.

Selain itu, seorang pengguna jalan tol Kualanamu-Tebing Tinggi yang melintas, Candra (36) mengatakan, dirinya merasa tarif yang dibebankan kepada masyarakat terlalu tinggi. Karena pada intinya, kehadiran jalan tol harusnya bisa dimanfaatkan seluruh kalangan. Karena itu dirinya berharap, pemerintah pusat bisa mempertimbangkan lagi penyesuaian harga agar dapat dimanfaatkan oleh publik, tanpa terkecuali. (bal/adz)

Exit mobile version