Site icon SumutPos

Dilaporkan Dispenda, Pertamina Siap Diaudit

Operator mengisi BBM ke sebuah mobil di SPBU, Jalan Brigjen Katamso Medan. Medan,Senin (1/12). SPBU Pasti Pass! memanjakan konsumen dengan memberikan kualitas dan kuantitas BBM yang terjamin, pelayanan yang ramah, serta fasilitas nyaman.
Operator mengisi BBM ke sebuah mobil di SPBU, Jalan Brigjen Katamso Medan. Medan, beberapa waktu lalu. Dispenda tuduh Pertamina tidak transparan memberikan data hasil penjualan BBM di setiap SPBU di Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setelah dilaporkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sumut ke Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang tidak transparannya PT Pertamina dalam memberikan data hasil penjualan bahan bakar minyak (BBM) di setiap SPBU di Sumut, PT Pertamina Wilayah Sumatera Utara (Sumut) mengaku siap diaudit oleh KPK.

“Kalau tentang aduan ke KPK kami selalu terbuka terhadap pihak manapun untuk mengaudit PT Pertamina. Tidak ada yang ditutupi. Hanya kami patuh terhadap regulasi yang ada,” ujar Officer Communication & Relation PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region I (MOR I), Arya Yusa Dwicandra yang dikonfirmasi, Selasa (18/10).

Menurut Arya, terkait tudingan Dispenda Sumut yang menilai tidak transparan terhadap data hasil penjualan BBM, pihaknya harus terlebih dahulu mendapat izin dari Kementerian ESDM dan BPH Migas. “Karena ada regulasi dari Kementrian ESDM, kami PT Pertamina berada di bawah kementerian itu (Kementerian ESDM) dan BPH Migas. Jadi, apabila memang membutuhkan data tersebut artinya harus ada izin dari 2 lembaga tersebut,” katanya.

Dia menambahkan, penyetoran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Sumut menurun seiring dengan fluktuasi harga BBM bersubsidi. Kebijakan penurunan harga BBM menjadi aspek utama penyebab turunnya besaran setoran tersebut.

“Pembayaran PBBKB di Sumut mengacu pada UU No 8/2009 mengenai Pajak dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Menteri ESDM No. 4/2015 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, serta Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 26/2012 mengenai Pemberian Keringanan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Jadi, mekanisme yang diatur dalam tiga aturan ini yang dipedomani oleh PT Pertamina MOR I,” cetusnya.

Arya melanjutkan, khusus untuk Sumatera Utara, pada tahun 2014 Pertamina MOR I menyetorkan PBBKB kepada pemerintah sebesar Rp797 miliar. Lalu, pada tahun 2015 jumlah tersebut meningkat sebesar 5 persen menjadi Rp837 miliar. Hingga bulan Agustus 2016 ini, Pertamina MOR I telah menyetorkan PBBKB kepada Pemprov Sumut sebesar Rp491 miliar.

“Pada tahun 2016 ini, ada kecenderungan penurunan jumlah setoran PBBKB. Hal ini disebabkan karena harga BBM yang turun sebanyak dua kali dalam tahun ini. Pada 5 Januari 2016 harga bahan bakar jenis premium turun dari sebelumnya Rp7.300 menjadi Rp6.950. Dan, bahan bakar jenis solar dari sebelumnya Rp6.700 menjadi Rp5.650. Lalu, pada 1 April 2016 harga bahan bakar jenis premium turun dari sebelumnya Rp6.950 menjadi Rp6.450 dan bahan bakar jenis solar dari sebelumnya Rp5.650 menjadi Rp5.150. Jadi, komponen penyetoran PBBKB mengacu harga BBM yang berlaku,” papar Arya.

Dia menambahkan, laporan PBBKB Pertamina MOR I disampaikan secara rutin setiap bulan kepada gubernur lima provinsi, yang masuk wilayah kerja Pertamina MOR I. Di antaranya, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.

“Jumlah yang disetorkan itu diupdate dari sistem. Secara rutin pertamina juga diaudit oleh banyak pihak sebagai penerapan Good Corporate Governance (GCG),” tandasnya.

Ekonom Sumut Gunawan Benjamin menilai, keberatan Dispenda terkait dengan pendapatan pajak yang menurun dari Pertamina merupakan hal yang wajar. Terlebih, dengan pendapatan yang mengalami penurunan dari posisi sebelumnya sebesar Rp75 miliaran saat ini hanya sekitar Rp60 miliaran saja.

“Memang yang paling mudah menghitung pendapatan pajak yang bisa didapatkan PT Pertamina itu, adalah menghitung total penjualan Pertamina ke SPBU di wilayah Sumut. Untuk itu, sebaiknya memang pembayaran pajak yang diterima Dispenda juga dilampirkan dengan total penjualan BBM PT Pertamina di wilayah ini,” sebut Gunawan.

Dengan begitu, sambung Gunawan, ada kejelasan. Namun, disarankan kepada Dispenda untuk memvalidasi data penjualan yang diberikan Pertamina dengan cara mengecek beberapa sampel dari sejumlah SPBU untuk kebenaran data penjualan tersebut.

Sementara itu, Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda menilai PT Pertamina wajib membuka data hasil penjualan BBM. Data tersebut dapat dijadikan sebagai dasar atau pegangan untuk mengetahui potensi pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang sesungguhnya. “Kita desak PT Pertamina untuk bisa membuka data distribusi BBM setiap SPBU yang ada di Sumut,”katanya.

Ketika perhitungan PBBKB dilakukan hanya PT Pertamina sendiri, maka hal tersebut akan rawan akan kecurangan. “Kita tidak tahu berapa sebenarnya penerimaan PBBKB yg sesungguhnya. Dispenda kan perlu menghitung jumlah pajak yang sebenarnya, tidak bisa Pertamina yang memberikan data sepihak,”terangnya.

Untuk sikap Pemprovsu dalam hal ini Dispenda yang melaporkan PT Pertamina ke KPK, dianggapnya perlu diberikan apresiasi. “Meski agak sedikit terlambat, tapi perlu kita apresiasi langkahnya. Seharusnya melaporkan PT Pertaminan ke KPK, disaat harga BBM tinggi,”tuturnya.

Elfenda meminta agar Dispenda Sumut untuk serius dengan masalah ini. Selain itu, proses pelaporan juga harus disampaikan secara transparan agar publik dapat ikut mengawasinya. Disisi lain, Dispenda Sumut perlu melakukan transparansi dari semua objek pendapatan. “Jangan hanya karena PT Pertamina tidak memberikan data, masalah ini dibesar-besarkan. Tapi, pajak kendaraan lain didiamkan, harusnya semua diinformasikan kepada masyarakat,”jelasnya seraya menyebut dirinya mendorong transparansi dari sektor pendapatan khususnya sektor pajak. “Sebagai pembayar pajak, semua pembayaran pajak harus bisa dicek secara online,”tukasnya.

Ketua Komisi C DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga mengatakan pihaknya tidak bisa melakukan intervensi didalam proses hukum yang berjalan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski begitu, dia menyebut informasi yang disampaikan oleh Dispenda Sumut pada rapat dengar pendapat (RDP) kemarin akan menjadi bahan masukan dan bakal ditindaklanjuti.

“Ini informasi bagus, kita akan tindaklanjuti. Segera akan kita jadwalkan untuk konsultasi ke Kementrian ESDM dan Kementrian BUMN. Karena Dispenda menunjukkan salinan surat edaran dari Kementrian ESDM perihal tidak diperbolehkannya PT Pertamina mengeluarkan data penjualan bahan bakar yang sesungguhnya. Makanya akan kita klarifikasi,”jelas Politisi PKB itu.

Jika diperlukan, lanjut Zeira, pihaknya akan memanggil PT Pertamina Wilayah Sumut untuk mengklarifikasi hal tersebut lebih jauh. “Secepatnya kita jadwalkan, paling tidak sebelum pembahasan R-APBD 2017 sudah terjawab masalah ini. Hal ini tentu dalam rangka perhitungan ulang potensi PBBKB yang sesungguhnya,”jelasnya.

Anggota Komisi C Fraksi Demokrat, Muhri Fauzi Hafiz menambahkan bahwa Dispenda Sumut perlu mempercepat proses sensus jumlah kendaraan bermotor yang ada di Sumut. Menurutnya, masalah optimalisasi penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dilakukan bukan hanya dari sisi PBBKB. “Dari sisi jumlah kendaraan bermotor yang valid saja belum ada, kalau ini sudah berhasil, optimalisasi pajak kendaraan bermotor juga dapat dilakukan,”terangnya.

Sementara itu, sikap bungkam PT Pertamina Marketing Operational Region (MOR) I, Medan, terkait angka penjualan BBM di sejumlah SPBU di Sumut berbuntut persoalan panjang. Komisi Informasi Publik (KIP) Sumut mempertanyakan sikap PT Pertamina MOR I yang bungkam. Sebagai perusahaan milik negara, KIP menilai PT Pertamina harus terbuka kepada publik.

“Pertama PT Pertamina itu BUMN, perusahaan korporasi milik negara. Menurut Undang Undang (UU) No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), semua penyelenggara harus terbuka baik terkait laporan keuangan dan informasi publik,” ungkap Komisioner KIP, Sahyan RW, kepada Sumut Pos.

Sahyan menyebut, bila tidak ada masalah soal angka penjualan BBM di Sumut, harusnya Pertamina melawan sikap Dispenda Sumut yang menuding mereka korupsi dan melapor ke KPK. “Silahkan PT Pertamina beberkan ke publik angka penjualan BBM yang menurut Dispenda Sumut tidak transparan laporannya. Kalau memang ternyata tidak ada masalah (data penjualan BBM,red) dengan pajak PBBKB yang harus disetor ke Dispenda Sumut, kenapa harus takut,” ungkapnya.

Bila PT Pertamina bersikeras beralasan karena mereka korporasi, sehingga laporan keuangan atau laporan penjualan produknya, dalam hal ini BBM, tidak bisa dipublikasikan karena suatu hal tertentu menurut Sahyan itu tidak benar.

“Karena tetap PT Pertamina itu badan publik, perusahaan milik negara intinya harus tunduk pada UU No 14 tentang KIP dan bila dilanggar, ada sanksi pidana kepada pejabat terkait yang dimintai informasi,” paparnya.

Sementara itu, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andri, yang dikonfirmasi Sumut Pos terkait laporan dugaan korupsi PT Pertamina oleh Dispenda Sumut mengaku belum mengetahui.

“Banyak laporan yang masuk ke KPK, jumlahnya ada ribuan. Coba nanti saya tanyakan terlebih dahulu, saya belum dengar ada laporan Dispenda Sumut terkait dugaan korupsi PT Pertamina masuk KPK,” terang Yuyuk. (ris/dik/mag-1/ril)

Exit mobile version