Site icon SumutPos

Harga Berkilau, Produksi Emas Menyusut Dipicu Dua Hal

CONTOH BEBATUAN: Staf Tambang Emas Martabe menunjukkan contoh bebatuan hasil pengeboran.
CONTOH BEBATUAN: Staf Tambang Emas Martabe menunjukkan contoh bebatuan hasil pengeboran.

Di tengah pandemi Covid-19, komoditas emas justru makin berkilau. Harganya sempat melonjak tajam hingga Rp963 ribu per gram (emas Antam) April lalu. Juli ini turun menjadi Rp949 ribu per gram. Angka itu di atas harga Desember 2019 yang masih Rp700 ribu per gram. Meski berkilau, produksi emas di tanah air justru menyusut dibanding tahun lalu. Apa penyebab?

“PERIODE Januari-Mei 2020, produksi tambang emas nasional hanya 9,98 . Jauh di bawah pencapaian 2019 sebesar 109,02 ton. Dan turun jauh dibandingkan realisasi produksi emas tahun 2018 yang mencapai 135,25 ton. Kita belum tau berapa pencapaian pada akhir Desember 2020 nanti,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, Prof Dr Irwandi Arif, dalam webinar ‘Sektor Pertambangan Minerba di Era Pandemi Covid-19’ yang digelar PT Agincourt Resources, Kamis (16/7).

Sebenarnya, kata dia, operasi penambangan bijih emas dan pemurnian menjadi dore bullion, hingga saat ini masih berjalan normal. Belum ada pembatasan produksi di tengah pandemi. Lantas, mengapa produksi emas hingga Mei lalu tidak sampai 10 ton?

Menurut Irwandy, ada dua hal yang memicunya. Pemicu pertama, operasi pemurnian dore bullion menjadi emas pada fasilitas Logam Mulia Antam sempat berhenti 27 Maret sampai 5 April 2020. “Ini menyebabkan produksi emas sempat turun, karena seluruh produksi dore bullion tidak dapat dimurnikan menjadi emas 99,99 %,” jelasnya.

Akibat tidak beroperasinya LM Antam, seluruh penambang emas (KK & IUP) hanya melakukan penjualan dari stok yang terbatas (pendapatan menurun).

Pada 6 April 2020, fasilitas Logam Mulia Antam mulai beroperasi secara terbatas. Sehingga pemurnian emas mulai berjalan normal. Namun dampaknya sudah sempat memperngaruhi kuantitas produksi hingga Mei.

Pemicu kedua, penurunan produksi emas tanah air terjadi menyusul transisi kegiatan produksi PT Freeport Indonesia di Papua, dari penambangan terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah. “Dengan total produksi mencapai 80 ton per tahun, selama ini Freeport menjadi penyumbang terbesar produksi emas Indonesia,” kata Irwandy. Bandingkan dengan produksi tambang emas Martabe yang kurang lebih ‘hanya’ 11-12 ton emas per tahun.

Irwandy memperkirakan, masa transisi kegiatan penambangan Freeport bisa mencapai dua tahun. Namun jika perusahaan yang 51 persen sahamnya telah dikuasai pemerintah Indonesia sejak tahun lalu tersebut bisa mempercepat proses transisinya, produksi emas RI akan kembali normal ke kisaran 120 ton per tahun.

Meski produksi emas turun karena dua hal di atas, Irwandy yakin, produksi emas nasional tahun ini tak akan jauh dari angka 100 ton. Prediksi tersebut berdasarkan jumlah perusahaan tambang emas di dalam negeri yang saat ini mencapai 28 di seluruh Indonesia.

“Produksi emas mungkin akan berkurang tahun ini, karena Freeport belum normal. Kurangnya berapa? Harus dilihat secara detail sampai akhir tahun ini. Tapi mudah-mudahan tidak terlalu jauh dari 100 ton,” katanya.

Menyikapi pandemi Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 yang memungkinkan perusahaan mengajukan peningkatan rencana produksi melalui perubahan RKAB 2020.

Bagaimana dengan Tambang Emas Martabe yang dikelola PT Agincort Resource, apakah produksi dan penjualannya terdampak Covid-19?

Senior Manager Mining PT Agincort Resource, Rahmat Lubis, dalam zoom webinar yang sama mengatakan, pandemi corona sempat berdampak pada sejumlah proses produksi. Khususnya saat perusahaan melakukan lockdown pada pertengahan April 2020 lalu.

“Untuk menyiasati kekurangan karyawan yang sebagian dirumahkan, Martabe hanya menambang bebatuan dengan high ratio, dan mengurangi batuan waste,” jelasnya.

Selama ini, produksi dilakukan dengan mencampur high ratio dan waste. Dengan metode ini, produksi emas Tambang Emas Martabe tetap on the track. “Malah, Januari ke Juni capaiannya sedikit di atas target,” katanya.

Meski sempat lockdown, PT Agincort Resource juga menjamin perusahaan tidak melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), melainkan hanya meminta karyawan standby di rumah saat lockdown.

Kondisi Martabe kembali normal mulai awal Juli 2020, setelah Tambang tidak lagi lockdown. “Bulan Juli, seluruh karyawan kembali bekerja dan operasional Martabe sudah kembali normal. Emas juga sudah bisa dijual karena Logam Mulia di Jakarta sudah full produksi, sehingga target produksi tahunan kita masih on the track,” pungkasnya.

Adapun Tambang emas Martabe memiliki cadangan 7,86 juta ons emas dan 73,48 juta ons perak. Cadangan yang siap ditambang mencapai 3,03 juta ons emas dan 33,63 juta ons perak. Target produksi emas tambang emas Martabe sepanjang 2020 diperkirakan mencapai 360 ribu ounces (sekitar 10,2 ton) atau lebih rendah 10 persen dari target 2019 yang mencapai 400 ribu oz (sekitar 11,3 ton).

Adapun dampak pandemi Covid-19 yang dialami oleh Tambang Emas Martabe, yakni mengurangi sejumlah program Corporate Social Responsibility (CSR) yang membutuhkan pertemuan orang banyak . “Sebagian program ditunda sementara. Tetapi setelah kondisi mulai normal, mungkin Agustus nanti, sejumlah program CSR akan kembali diaktifkan,” kata Rahmat seraya tersenyum. (mea/bersambung)

Exit mobile version