Site icon SumutPos

Pertamina Penyebab Premium Langka

Foto: Triadi Wibowo/Sumut Pos_
Ketua Komisi VII DPR-RI, Gus Irawan Pasaribu di kediamannya Jalan Setia Budi Komplek Tasbih Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup Gus Irawan Pasaribu berang atas kelangkaan premium di Indonesia, termasuk Sumut karena diduga ulah  Pertamina sendiri sebagai penyalur BBM premium dan solar bersubsidi.

Menurut Gus Irawan Pasarib yang juga Wakil Ketua Fraksi Gerindra di DPR-RI ini, dari data penugasan kepada Pertamina untuk menyalurkan premium selama 2017 harus tersedia 12.500.000 kiloliter premium.

Ternyata, sampai Oktober penyalurannya baru 6.023.000 kiloliter atau sekitar 48 persen.

“Loh saya terima laporan Premium kosong dimana-mana. Lebih parah lagi di Sumut. Harusnya Premium bersubsidi sepanjang tahun ini disalurkan Pertamina 1.680.000 kiloliter. Ternyata realisasi penyaluran di Sumut hanya 492.000 kiloliter atau 29 persen. Tak sampai 30 persen. Ini pertanda apa. Ini ulah Pertamina,” kata Gus saat ditemui di Medan, Selasa (21/11).

Gus mengaku kecewa atas kelangkaan yang terjadi merata di seluruh Indonesia, bahkan Sumut masuk kategori paling parah. “Saya benar-benar marah atas kelangkaan ini. Kita tahu seperti apa permainan Pertamina. Pertamina sebenarnya badan usaha milik negara yang ditugaskan pemerintah menyalurkan Premium dan Solar bersubsidi,” ujar Gus lagi.

Menurut Gus, Pertamina mengemban tugas negara untuk menyalurkan premium bersubsidi sesuai Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Selain itu ada juga Peraturan Menteri ESDM No. 39 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan Secara Nasional.

“Faktanya di lapangan sekarang terjadi kelangkaan premium hampir di semua daerah. Di Indonesia paling parah terjadi di Sumut,” jelasnya.

Gus menuding Pertamina mengangkangi penugasan negara, melakukan tindakan sendiri dengan mengarahkan agar Premium hilang kemudian masyarakat beralih ke Pertalite. “Padahal sebenarnya masyarakat masih mencari Premium,” tegasnya.

Saat rapat dengar pendapat dengan Pertamina beberapa waktu lalu, lanjut Gus, ia menanyakan kenapa BBM langka karena terindikasi permainan SPBU. “Ya saya waktu itu seperti membela Pertamina bahwa kelangkaan ulah pengusaha SPBU. Karena margin mereka saat menjual Premium bersubsidi Rp275 per liter. Sementara kalau mereka jual Pertalite dapatnya Rp325 per liter. Itu diamini oleh Direktur Pemasaran Pertamina,” papar Gus lagi.

Faktanya, lanjut Gus, sekarang ketahuan yang tidak menyalurkan Premium bersubsidi adalahPertamina sendiri karena realisasi yang harusnya disediakan tidak tersalur efektif. “Kenapa Premium langka, kini terjawab sudah. Karena disengaja Pertamina. Ini fakta. Saya baru selesai reses keliling daerah pemilihan. Malah banyak aduan pengusaha SPBU  yang  kecewa karena tidak mendapat kuota Premium. Awalnya saya kira tadi permainan pengusaha yang ingin margin lebih besar, ternyata dari Pertamina sendiri,” jelasnya.

Kondisi itulah yang membuat Gus Irawan marah atas pembangkangan Pertamina mengemban tugas negara. “Kalau caranya seperti ini berarti memaksa konsumen memakai Pertalite. Padahal dalam rapat kita dulunya, Pertalite hanya opsi atau piihan. Siapa yang mau beli silakan. Tapi Premium tetap disediakan. Sekarang mereka mendisain agar masyarakat membeli Pertalite memaksa lewat menghilangkan pasokan Premium,” aku Gus.

Gus Irawan mengaku lebih kecewa saat reses keliling daerah ternyata stok Premium kosong. “Pertamina sengaja menahan stok sudah pembangkangan perintah negara. Didisain secara nasional pula. Dan lihat makin miris kita ketika realisasi pengadaan di Sumut lebih rendah. Mereka melakukan praktik tangan besi, memaksa masyarakat pakai pertalite,” bilang Gus.

Bahkan, kata Gus, dalam reses kali ini laporan yang sampai kepadanya bukan saja kelangkaan Premium, tapi juga Solar. “Solar bersubsidi pun mulai hilang di banyak SPBU. Sehingga, mau tak mau masyarakat harus membeli Dexlite. Bagian strategi Pertamina mengalihkan lagi ke Dexlite. Lagi-lagi caranya tidak fair,” jelasnya.

Gus menceritakan, saat reses ke Tapanuli Utara ternyata tidak ada Premium. “Saya cek data. Ternyata realisasi penyaluran Premium di sana hanya empat persen. Ini gila. Masa sebegitunya mereka membuat Taput kehilangan pasok Premium subsidi,” tutur Gus.

Begitupula saat Gus Irawan melanjutkan perjalanan ke Asahan. Di Asahan realisasinya hanya delapan persen. Hal ini membuat kondisi Sumut sangat memprihatinkan dan ini harus menjadi tanggungjawab Pertamina MOR 1. Dalam hal ini masyarakat bisa menuntut Pertamina sebagaimana menuntut PGN yang dilaporkan ke KPPU dan sudah putusan.

“Saya tidak tahu apakah persoalan ini diketahui Direktur Utama. Memang ini  tanggung jawab Direktur Pemasaran. Kita tahu Pertamina Dirutnya berasal dari luar. Komitmen manajemen internal terhadap dirut dari luar rendah. Kondisi serupa juga sebelumnya  dialami Pak Dwi Sucipto yg juga berasal dari luar. Di jajaran Direksi Pertamina ada kubu-kubuan. Bahkan ada direksi yang tidak berkiblat ke Dirut malah ke orang yang sudah mantan,” jelasnya.

Gus Irawan menilai jajaran manajemen Pertamina memang tidak solid dan harus jadi perhatian pemerintah. “Bandingkan dengan PLN misalnya. Dirut PLN itu juga dari luar, tapi mereka solid sehingga mampu melakukan transformasi besar-besaran. Beda dengan Pertamina yang tidak mau berubah, dan faktanya sekarang kinerjanya lebih buruk,” kata Gus.

Indikasi bahwa Pertamina sebagai perusahaan yang boros dan penuh kebocoran semakin nyata dengan fakta tersebut. “Pertamina dengan kinerja buruknya selalu beralasan karena program BBM satu harga. Program ini hanya membebani Pertamina Rp800  miliar. Bandingkan misalnya  Blok Mahakam senilai Rp40 triliun yg akan diambil alih oleh Pertamina. “Lebih Rp40 triliun gratis berpindah ke tangan Pertamina. Nanti kita buktikan apakah pengelolaan mereka bisa lebih baik dari sebelumnya.

Ketua Komisi VII ini menjanjikan akan memanggil Pertamina berikut jajaran direksi untuk mendalami semua masalah yang terjadi saat ini, terutama soal kelangkaan Premium. “Malah kita agendakan membentuk Panja (panitia kerja) di Komisi VII. Termasuk Panja Premium dan komoditas lain. Karena coba lihat juga, ini gas 3 kg langka dimana-mana. Jadi kalau ada panja gerakan kita lebih luwes untuk mengawasi dan mengoreksi Pertamina,” pungkas Gus. (ila/ram)

 

Exit mobile version