Site icon SumutPos

Gas Metan Itu Dulunya Terbuang Sia-sia ke Udara

Foto: Dame/sumutpos.co Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang (lima dari kiri) foto bersama Regional Head Plantation I Asian Agri Ikom Widiarsa (4 dari kanan), Head Social Security & Licenses Asian Agri Supriadi (5 dari kanan), Dy. Head Mill Asian Agri Edward Silalahi (3 dari kanan), Group Manager Kebun Gunung Melayu O.W Maradath Limbong, Head CSR Asian Agri Rafmen (kiri), Dy. Head SSL Asian Agri Ariston Noverry Fau, dan sejumlah manager lainnya saat peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Pabrik Gunung Melayu Satu (PGS) PT Saudara Sejati Luhur di Asahan, Kamis (23/4/2015).
Foto: Dame/sumutpos.co
Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang (lima dari kiri) foto bersama Regional Head Plantation I Asian Agri Ikom Widiarsa (4 dari kanan), Head Social Security & Licenses Asian Agri Supriadi (5 dari kanan), Dy. Head Mill Asian Agri Edward Silalahi (3 dari kanan), Group Manager Kebun Gunung Melayu O.W Maradath Limbong, Head CSR Asian Agri Rafmen (kiri), Dy. Head SSL Asian Agri Ariston Noverry Fau, dan sejumlah manager lainnya saat peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Pabrik Gunung Melayu Satu (PGS) PT Saudara Sejati Luhur di Asahan, Kamis (23/4/2015).

Selama puluhan tahun, limbah dari pengolahan tandan buah segar sawit hanya dijadikan pupuk. Gas metan dari limbah itu terbuang sia-sia ke udara. Jikapun ada yang memanfaatkan, hanya sekadarnya. Untunglah, kini gas itu bisa dimanfaatkan maksimal. Dijadikan apa?

 

Dame Ambarita, Asahan

 

Pulau Sumatera memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia, seperti di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi. Setiap hari, ribuan ton tandan buah segar (TBS) sawit dipanen dan diolah menjadi minyak mentah atau Crude Palm Oil (CPO). CPO ini sebagian diekspor, sebagian lagi dimanfaatkan menjadi bahan baku industri hilir, seperti sabun, sampo, detergen, dan sebagainya.

Sumut sendiri dikenal sebagai penghasil Cruide Palm Oil (CPO) terbesar kedua secara nasional setelah Riau.

Sejalan dengan melimpahnya produksi CPO dan inti kelapa sawit, melimpah juga limbah cair POME (Palm Oil Mill Effluent) yang jumlahnya cukup signifikan.

”Selama ini, limbah cair POME hanya dimanfaatkan untuk Land Application yang berfungsi sebagai subsitusi pupuk, sekaligus sebagai penjaga kelembapan tanah dan juga sebagai penahan erosi bagi tanaman sawit. Padahal gas metan yang dihasilkan cukup banyak, namun terbuang sia-sia ke ke udara karena belum ada teknologi yang bisa memanfaatkannya secara maksimal,” kata Edward Silalahi, Dy. Head Mill Asian Agri, menjawab wartawan usai peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Pabrik Gunung Melayu Satu (PGS) PT Saudara Sejati Luhur di Asahan, Kamis (23/4/2015).

Dikatakannya, memang sebelumnya telah ada salahsatu perkebunan negara yang memanfaatkan biogas dari POME, namun masih seadanya. ”Wadah limbah ditutupi terpal untuk menangkap biogasnya sebelum dimanfaatkan. Tetapi dianggap kurang maksimal,” cetusnya.

Sebuah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) di KIM juga sudah memanfaatkan biogas dari POME untuk membangkitkan listrik, dengan teknologi berbeda. ”Tetapi yang menggunakan teknologi Jepang yang menghasilkan listrik kapasitas 2 MW baru Asian Agri,” kata Ikom Widiarsa, Regional Head Plantation I Asian Agri, menambahkan.

Asian Agri menggunakan teknologi dari Jepang, yakni digester tank dan An MBR tank dari Jepang. Teknologi ini, dinilai lebih unggul dalam prosesnya, karena menggunakan An MBR (Kubota Anaerobic Membrane Bio reactor), sistem dengan Bakteri Thermophilip yang fungsinya mempercepat dan memaksimalkan proses pembentukan gas metan.

Foto: Dame/sumutpos.co
Salahsatu tangki penangkap biogas dari limbah cari sawit, yang dimanfaatkan untuk membangkitkan Listrik Tenaga Biogas Pabrik Gunung Melayu Satu (PGS) PT Saudara Sejati Luhur di Asahan, Kamis (23/4/2015).

Meski investasi yang dikeluarkan cukup besar, yakni kisaran Rp55 miliar per satu pembangkit listrik tenaga biogas ini, namun Asian Agri yang membawahi 14 perseroan terbatas itu, tidak mundur. Malah mereka merencanakan akan menyelesaikan 8 pembangkit listrik tenaga biogas hingga akhir 2015.

”Hingga bulan Mei, kita akan menyelesaikan 5 pembangkit. Dua di Sumatera Utara, dua di Riau, dan 1 di Jambi. Setelah Mei, akan dibangun di Riau 2 dan di Sumut 1 pembangkit lagi,” kata Ikom.

Kelima pembangkit yang akan selesai Mei ini ada adalah Pabrik Biogas Negeri Lama Dua, di Desa Sidomulyo, Kec. Bilah Hilir, Kab. Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara; Pabrik Biogas Gunung Melayu Satu, di Desa Batu Anam, Kec. Rahuning, Kab. Asahan, Provinsi Sumatera Utara; Pabrik Biogas Ukui Satu, Desa Air Hitam, Kec. Ukui, Kab. Pelalawan, Provinsi Riau; Pabrik Biogas Buatan Satu, Desa Bukit Agung, Kec. Pangkalan Kerinci, Kab Pelalawan Provinsi Riau; Pabrik Biogas Taman Raja, Desa Lubuk Bernai, Kec. Batang Asam, Kab. Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.

Ikom menjelaskan, setiap pembangkit listrik tenaga biogas yang dibangun pada PKS 60 ton TBS per jam, berpotensi menghasilkan listrik dengan kapasitas 2 MW atau 2 juta watt. ”Jadi jika kita asumsikan setiap rumah tangga menggunakan 900 watt, maka setiap pembangkit listrik tenaga biogas dapat menerangi hingga 2.000 rumah. Jelas potensi energi yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga biogas ini sangat besar,” katanya.

Dengan hitungan tersebut, jika delapan pembangkit yang dibangun Asian Agri telah beroperasi, berarti ada 16 MW listrik yang bisa dihasilkan. Itu minimal, karena ada PKS yang dibangun dengan produksi lebih dari 60 ton TBS per jam. Ini memberikan harapan baru di era krisis energi khususnya listrik belakangan ini.

Lantas, bagaimana penggunaan listrik yang dihasilkan?

”Saat ini masih dimanfaatkan untuk internal Asian Agri. Tetapi jika PLN bersedia membeli, kita siap menjual 50 persen daya listrik yang dihasilkan dari setiap pembangkit Harga jualnya, tergantung kesepakatan dengan PLN,” kata Ikom.

Foto: Dame/sumutpos.co
Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang, mendengarkan penjelasan seputar teknologi pembangkit listrik tenaga biogas yang dibangun Asian Agri Group, di Asahan, Kamis (23/4/2015).

Pembangunan pembangkit listrik tenaga biogas ini, menurut Ikom, sebagai salahsatu bentuk nyata kepedulian perusahaan untuk menjaga lingkungan, dengan memanfaatkan POME (Palm Oil Mill Effluent) yakni limbah cair dari PKS untuk dijadikan energi terbarukan. “Atau lebih dikenal dengan energi hijau ‘green energy’ yang ramah lingkungan,” katanya.

Disebut energi hijau atau energi yang ramah lingkungan, dikarenakan dengan dibangunnya pembangkit listrik tenaga biogas, maka dapat dipastikan seluruh POME yang akan dihasilkan oleh PKS akan diolah menjadi biogas, sehingga tidak ada lagi limbah cair yang terbuang.

Pemanfaatan limbah cair sawit ini menambah daftar manfaat dari komoditi sawit. Dari TBS-nya bisa diperoleh CPO. Cangkang, pelepah daun, buah TBS, maupun batang pohonnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Olahan kelapa sawit dapat dijadikan biomassa lignoselulosa non pangan yang tersedia melimpah dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) atau Oil Palm Empty Fruit Bunch dan pelepah kelapa sawit. Dan kini limbahnya pun bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik.

Dilihat dari besaran energi yang dihasilkan, serta ketersediaan POME yang cukup signifikat di Indonesia, maka pengelolaan POME menjadi energi terbarukan, diharapkan menjadi solusi mengatasi krisis energi yang seharusnya dapat dikembangkan dan dicontoh oleh perusahaan dari industri sejenis. (*)

Exit mobile version