Site icon SumutPos

Gubsu Didesak Temui Presiden Bahas Hub Kuala Tanjung

Foto: Dok SUMUT POS Presiden Joko Widodo menekan tombol tanda dimulainya pembangunan tujuh proyek strategis Sumatera Utara di Pelabuhan Kuala Tanjung Kabupaten Batubara, Sumut, Selasa (27/1). Tujuh proyek strategis di Sumatera Utara meliputi pembangunan pelabuhan dan Kawasan Industri Kuala Tanjung-Sei Mangkei, proyek diversifikasi aluminium serta jalan tol Medan-Binjai yang ditargetkan selesai pada 2017.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) dan DPRD Sumut didesak segera menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi), terkait pengalihan pelabuhan pengumpul atau hub internasional dari Kuala Tanjung ke Tanjung Priok.

Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien berharap, Gubsu dan pimpinan DPRD Sumut dapat menyampaikan secara langsung surat protes kepada presiden, terkait pengalihan tersebut.

Sebab, kebijakan Menhub itu sudah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No. 32/2011 tentang MP3EI Tahun 2011–2025. Di mana, Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan hub internasional peti kemas (ekspor-impor).

“Perlu kajian mendalam (kebijakan Menhub). Bagaimana tidak, sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan Kuala Tanjung, kalau tidak salah sekitar Rp54 triliun. Lalu, bagaimana investor yang sudah menanamkan modalnya di sana? Kemudian, investor yang akan datang bagaimana? Jadi, kebijakan tersebut jelas menimbulkan kerugian besar bagi Sumut,” ungkap Brien kepada Sumut Pos, Kamis (26/1).

Dia menyebutkan, selain menimbulkan kerugian, kebijakan Menhub itu memberi gambaran kepada pemerintah, tidak ada kepastian regulasi atau kebijakan. Oleh karenanya, investor melihat Indonesia ini ‘lucu’. Belum lagi dampaknya terhadap Sei Mangke yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

“Pemprov Sumut dan anggota dewan (DPRD Sumut serta DPD asal Sumut) segera menghadap ke presiden untuk mengkaji kebijakan Menhub itu. Karena, patut diduga dan dipertanyakan kenapa bisa mengambil langkah seperti itu. Padahal, sudah jelas-jelas ada Perpres,” sebut Brien.

Ia menambahkan, Menhub seharusnya melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan memanggil gubernur dan bupati bila ingin mengeluarkan kebijakan tersebut. Artinya, sebagai pimpinan, menteri seharusnya ada melakukan komunikasi kepada kepala daerah.

Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut Hasban Ritonga menyampaikan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan argumentasi sebagaimana disampaikan Gubernur Sumut sebelumnya. “Kita sedang membuat semacam argumentasi dalam rangka berkomunikasi dengan Kemenhub,” ujar Hasban, Kamis (26/1).

Argumentasi dimaksud adalah memperkuat alasan bahwa proyek pembangunan pelabuhan internasional (hub port international) Kuala Tanjung layak dan sangat perlu dilanjutkan. Menurutnya, protes Gubernur juga merupakan protes masyarakat Sumut.

“Apa yang disampaikan Gubernur adalah harapan kita semua, harapan masyarakat Sumut,” katanya.

Hasban menjelaskan, proyek pelabuhan Kuala Tanjung telah diagendakan selama ini Sera bagian dari prioritas Presiden RI Joko Widodo di Sumut. Apalagi kajian untuk itu katanya, sudah sempurna, dari semua aspek.

“Kuala Tanjung itu sangat strategis, faktor pendukung sudah memenuhi, potensi yang ada di Sumut saja, cukup besar,” katanya yang menganggap keberadaan pelabuhan internasional Kuala Tanjung juga mendukung perekonomian untuk Sumatera Barat dan Riau. Pihaknya juga berencana membicarakan hal ini kepada legislatif serta seluruh stakeholder.

Anggota DPD RI asal Sumut, Dedi Iskandar Batubara menyatakan, sangat disayangkan kebijakan Menhub yang terkesan mendadak dikeluarkan. Hal ini berarti di luar dari rencana yang sudah dibangun sejak awal. Di mana, Pelabuhan Kuala Tanjung diharapkan menjadi salah satu pelabuhan hub internasional peti kemas.

“Kondisi wilayah Indonesia begitu luas yang memiliki banyak pulau, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa saja (terkait ekspor impor). Untuk itu, pulau lainnya juga harus ada sentralnya sehingga lebih efisien proses distribusi. Oleh sebab itu, pemerintah harus membagi kewenangan soal hub internasional,” sebut Dedi.

Ia berpendapat, apabila peran Kuala Tanjung tidak lagi sebagai pelabuhan kegiatan ekspor impor, maka nantinya tidak naik kelas. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan. Padahal, dengan rencana awal menjadikan Kuala Tanjung sebagai salah satu pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor impor, dapat memberikan dampak positif yang besar terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

“Kebijakan yang dikeluarkan ini bukan kali pertama dilakukan oleh pemerintah pusat. Sebab, sebelumnya pemerintah pusat juga pernah mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang teramat sering dadakan dan tiba-tiba. Tak hanya dadakan, kebijakannya juga kerap terbentur dengan rencana awal. Oleh karenanya, kebijakan yang seperti itu sebenarnya tidak boleh terjadi,” jelas Dedi.

Disinggung apakah akan melayangkan protes, Dedi mengaku akan mempelajarinya lebih dalam. Setelah itu, dia akan menggunakan haknya untuk mempertanyakan kepada Menhub.

“Kebijakan Menhub itu menyangkut kepentingan yang sangat besar demi meningkatkan pembangunan di daerah, khususnya Sumut,” pungkas Dedi. (ris/bal)

Exit mobile version