Site icon SumutPos

Tarif Kontainer di Pelabuhan Belawan Lebih Mahal dari Jakarta

Bongkar-muat di Pelabuhan Belawan. Tarif penumpukan dari dermaga ke kapal dan dari kapal ke dermaga di Pelabuhan Belawan, dinilai terlalu tinggi bila dibandingkan pelabuhan lain.
Bongkar-muat di Pelabuhan Belawan.
Tarif penumpukan dari dermaga ke kapal dan dari kapal ke dermaga di Pelabuhan Belawan, dinilai terlalu tinggi bila dibandingkan pelabuhan lain.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penegak hukum lain untuk mengusut pungutan liar (pungli) dalam proses dwelling time (waktu sandar kapal) peti kemas di Pelabuhan Belawan yang dikelola PT Pelindo I.

Hal itu disampaikan Ketua Ombudsman RI Danang Girindrawardana pada acara Rapat Monitoring Rekomendasi Ombudsman RI dan Kelancaran Arus Barang di Pelabuhan Belawan dengan Pelindo di Kantor Pelindo I, Medan, Kamis (28/1).

Danang menuturkan, pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Ombudsman RI tahun 2014 tentang perbaikan tata kelola pelabuhan atau dwelling time. Dari rapat tersebut dan rapat dengan para pengusaha eksportir importir sebelumnya, Ombudsman menemukan adanya miskomunikasi antara Pelindo dengan para pengusaha, terkait kebijakan yang dikeluarkan BUMN tersebut.

Di antaranya kebijakan sepihak melalui surat edaran yang dikeluarkan Pelindo, tentang pemberlakuan biaya pelayanan tambahan (biaya adminsitrasi nota, biaya administrasi IT system dan biaya After Closing Time/Direct Loading) di Belawan International Container Terminal. Biaya administrasi nota dikenakan Rp25.000/nota, biaya administrasi IT system Rp25.000/nota dan biaya After Closing Time/Direct Loading Rp750.000/box.

“Kebijakan-kebijakan atau aturan yang menimbulkan biaya tinggi termasuk biaya administrasi, IT, itu kan sebenarnya bisa dianggap sebagai suatu investasi dari pemerintah, dan mestinya tidak menjadi bagian yang memberatkan pengusaha. Karena cost dari operating untuk itu kan cuma additional income bagi BUMN, bukan main income. Kenapa harus diimpelementasikan,” tegas Danang.

Danang menambahkan, ada aturan dari Kementerian Perhubungan yang diterjemahkan secara berbeda di masing-masing pelabuhan di Indonesia, tidak ada standar yang jelas. “Inilah yang mau kita koordinasikan dengan KPK dan pihak kepolisian. Apakah kebijakan-kebijakan seperti itu dibenarkan. Karena pada intinya, kalau kita ingin membantu pemerintah mereduksi cost, maka bagian-bagian kecil itu yang harus dibenahi,” imbuhnya.

Cost lain yang memberatkan pengusaha termasuk tarif penumpukan dari dermaga ke kapal dan dari kapal ke dermaga, dinilai terlalu tinggi bila dibandingkan pelabuhan lain, Tanjung Priok misalnya. Di Belawan lebih mahal satu setengah kali dari Jakarta, yakni tarif untuk 20 feet container per hari Rp37.500. Sedangkan di Tanjung Priok hanya Rp27.500.

Kalangan pengusaha menilai kebijakan Pelindo dalam merumuskan tarif-tarif tidak transparan dan tidak melibatkan asosiasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, Ombudsman RI meminta PT Pelindo I memverifikasi stakeholder yang akan diundang untuk merumuskan biaya-biaya tersebut, terutama stakeholder yang terdampak atas kebijakan itu.

“Stakeholder itu ada tiga, stakeholder terkait, stakeholder terpengaruh dan stakeholder terdampak, ini yang harus menjadi bagian dari perumusan tarif,” tegasnya.

Selain itu, Ombudsman juga menyoroti pungli-pungli terhadap sopir truk dari dan menuju pelabuhan. Ombudsman berharap ada perbaikan-perbaikan frontal yang dilakukan Pelindo dan kepolisian supaya tidak terjadi lagi pungli-pungli di areal pelabuhan atau pungli terhadap sopir-sopir truk yang keluar atau menuju pelabuhan.

Pihaknya belum melihat upaya serius dari pihak penegak hukum untuk berkoordinasi dengan pelabuhan untuk mengamankan atau mencegah hal itu terjadi. Menurut Danang, Ombudsman akan mengeluarkan teguran kepada masing-masing Pelindo yang kurang arif dilakukan dalam rangka menunjang upaya penurunan dwelling time, termasuk mengeluarkan surat teguran kepada menteri perhubungan agar kebijakan-kebijakan yang menimbulkan beban biaya baru itu diperbaiki.

Sebelumnya, Ombudsman RI menampung keluhan dari para pengusaha ekspor/impor di Sumatera Utara di Kantor Gapkindo Sumut, Kamis (28/1). Pada kesempatan tersebut, terkuak sejumlah permasalahan yang dihadapi para pengusaha selama ini, mulai dari sistem bongkar muat yang belum sesuai aturan, buruknya infrastruktur, banyaknya pungli dan rendahnya tingkat keamanan.

Anggota Apindo Johan Brien mengatakan, selain sistem dan infrastruktur yang tidak benar, rendahnya tingkat keamanan seperti adanya kutipan liar mulai dari jalan menuju pelabuhan sampai ke dalam areal pelabuhan marak terjadi di Pelabuhan Belawan. Dan yang banyak dikeluhkan adanya kutipan yang dilegalkan Pelindo yang dibebankan kepada pengusaha secara sepihak melalui surat edaran. “Kalau dari Pelindo ada kesalahan, mereka harus bertanggungjawab dan mereka yang membayar, bukan pengusaha. Ini sudah MEA, kalau masih seperti ini kita akan kalah. Jadi kalau masih ada kutipan harus dipertanyakan. Setiap peraturan jangan berlainan di tiap pelabuhan, harusnya sama. Ada penyalahgunaan wewenang di sini. Harus ada punishment, jangan pengusaha saja yang di-punish. Kembalikan kutipan yang sudah dibayar pengusaha,” tegasnya.

Selain pungli, masalah dwelling time juga banyak dikeluhkan pengusaha. Wakil Ketua Apindo Sumatra Utara Ng Pin Pin menilai dwelling time ekspor yang sudah mencapai tiga hari masih semu. Sebab waktu yang diberikan kepada pengusaha untuk masuk container ke pelabuhan hanya 20-24 jam, bukan tiga hari sebelum kapal sandar.

Sementara Direktur Bisnis PT Pelindo I Syahputra Sembiring mengakui pelayanan yang mereka berikan masih belum sempurna. Tetapi pihaknya berjanji akan melakukan perbaikan secara bertahap. Untuk masalah dwelling time yakni open stage yang disebutkan pengusaha hanya diberi waktu masuk ke pelabuhan hanya 20-24 jam sebelum closing time, menurutnya itu tidak benar.

Pihaknya sudah mengatur dalam scedule yakni memberikan waktu 3×24 jam. Dan hal itu sudah melalui pembahasan dengan asosiasi. Bahkan, ketika para pengusaha meminta tambahan waktu akibat adanya perbaikan jalan, Pelindo memberikan tambahan waktu lagi 6-12 jam. Terkait adanya tarif-tarif yang dikenakan, menurutnya juga sudah dibicarakan dengan asosiasi sebelum diterapkan. Sebelumnya, Ketua Umum DPP Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengatakan pihaknya menginginkan produktifitas dan efisiensi pelabuhan ditingkatkan, apalagi dalam menghadapi era MEA saat ini dimana persaingan semakin tinggi. Kemudian pemangkasan biaya-biaya tinggi logistik yang memberatkan pengusaha. Oleh karena itu, pihaknya berharap ada pertemuan dengan pengusaha dan Pelindo dalam membuat kebijakan-kebijakan. Sebab jika tarif-tarif yang dikeluarkan teralu mahal, Pelabuhan Belawan akan kalah bersaing dengan pelabuhan lain di negara Asean bahkan dengan pelabuhan di dalam negeri. (rel/win/deo)

Exit mobile version