Site icon SumutPos

Kerja Kurang dari 40 Jam per Minggu Tak Dapat Gaji Tetap

DEMO: Para buruh saat merayakan MayDay yang berlangsung setiap tanggal 1 Mei di Indonesia. Pemerintah saat ini sedang menggodok draf RUU Omnibus Law Cipta untuk pekerja.
DEMO: Para buruh saat merayakan MayDay yang berlangsung setiap tanggal 1 Mei di Indonesia. Pemerintah saat ini sedang menggodok draf RUU Omnibus Law Cipta untuk pekerja.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah terus menggodok draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Salah satu yang sudah disiapkan adalah perubahan skema pengupahan dari upah tetap menjadi per jam.

Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menyatakan, rencananya skema itu tidak diberlakukan secara merata. Namun, skema tersebut khusus untuk pekerjaan yang masa kerjanya di bawah rata-rata.

“Jam kerja kita kan 40 jam seminggu. Di bawah 35 jam per minggu itu, ada fleksibilitas. Nanti di bawah itu hitungannya per jam,” ujarnya setelah rapat terbatas tentang omnibus law di kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (27/12).

Ida belum bisa memastikan besaran gaji minimum per jam karena saat ini masih membahasnya. Pihaknya pun akan menjalin komunikasi dengan kelompok pengusaha dan buruh. Dia berharap buruh maupun pengusaha mau menerima skema tersebut.

Selain skema pengupahan, hal lain yang bakal diatur adalah unemployment benefit. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa unemployment benefit merupakan fasilitas bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Fasilitas yang diberikan adalah perluasan manfaat melalui BPJS Ketenagakerjaan.

“Mendapat upah lanjutan, kemudian akan ada pelatihan. Ada job placement, penempatan lapangan kerja kembali,” terangnya.

Namun, Airlangga belum bisa menyebutkan besarannya. Sebab, harus ada kalkulasi bersama BPJS Ketenagakerjaan. Namun, dia menjelaskan bahwa pembayaran upah lanjutan hanya berlangsung hingga enam bulan setelah PHK.

“Disiapkan skemanya pembayaran 6 bulan besarannya berapa, kemudian pelatihan vokasinya berapa lama, job placement-nya berikutnya bagaimana,” ujarnya.

Konsep pengupahan per jam ini mendapat kritikan tajam dari pekerja. Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar mempertanyakan penghitungan jaminan sosial para pekerja yang bakal mengikuti sistem pengupahan per jam. “Kalau sekarang kan hitungannya jelas, per bulan 5 persen. Kalau ini berapa?” katanya. (jpc/ram)

Exit mobile version