Site icon SumutPos

KY Sorot Hakim Tipikor PN Medan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komentar salah seorang hakim Pengadilan Tipikor Medan yang menyalahkan putusan kasasi MA yang memvonis Rahudman Harahap 5 tahun penjara, mendapat sorotan dari pimpinan Komisi Yudisial (KY). Dengan nada keras, Wakil Ketua KY Imam Anshory Saleh mengingatkan hakim Pengadilan Tipikor Medan itu agar menghormati putusan kasasi.

Rahudman Harahap

“Hakim tidak mengomentari putusan peradilan tingkat atasnya. Ini putusan kasasi berkekuatan hukum tetap, harus dihormati. Putusan MA itu sudah benar. Kasasi merupakan koreksi putusan peradilan di tingkat bawahnya,” ujar Imam Anshory kepada Sumut Pos di Jakarta, kemarin (2/4).

Seperti diberitakan koran ini Rabu (2/4), seorang hakim Pengadilan Tipikor Medan yang enggan namanya ditulis, ngotot bahwa fakta-fakta persidangan menunjukkan tidak adanya keterlibatan Rahudman dalam kasus korupsi dimaksud.

Hakim Agung yang menangani kasasi itu, kata si hakim tersebut, memvonis Rahudman 5 tahun karena tidak tahu fakta-fakta persidangan dan hanya membaca berkas kasasi. Si hakim itu juga mengatakan, dirinya merasa perlu tahu apa pertimbangan  hakim agung Artidjo Alkostar, Mohammad Askin, dan MS Lumme, menjatuhkan vonis 5 tahun ke walikota Medan nonaktif itu.

“Artidjo tak ikut sidang. Lah iyalah, kan dia nggak ikut sidang tingkat pertama. Harus ada pertimbangan majelisnya yang menghukum itu dari mana? Saya nggak menyalahkan hakim MA. Tapi ibarat baca komik, cuma banyak akhirnya, nggak asyik kan? Yang asyik itu baca komik dari halaman depan dan seterusnya,” kata hakim tipikor Medan tersebut.

Imam Anshory menilai, pernyataan hakim Pengadilan Tipikor Medan itu menunjukkan dia tak paham bedanya penanganan kasus di MA dengan di pengadilan tingkat pertama.

Dijelaskan Anshory, hakim agung MA itu memutus perkara bukan berdasarkan fakta hukum. “Tapi mengoreksi penerapan hukum. Kalau menerapkannya salah, ya dikoreksi. Kalau MA harus berdasar fakta hukum ya, apa gunanya pengadilan negeri dan pengadilan tinggi,” cetus Imam.

Dikatakan Imam, putusan kasasi itu sudah incracht dan harus segera dieksekusi. “Kalau yang bersangkutan (Rahudman, Red) menemukan novum (bukti baru) ya, silakan mengajukan PK. Tapi itu soal lain. Kasasi itu sudah berkekuatan hukum tetap,” pungkas Imam.

Hakim agung Artidjo Alkostar, kepada wartawan koran ini, mengatakan bahwa pihaknya menjatuhkan vonis 5 tahun ke Rahudman, karena memang dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi, seperti dakwaan primer jaksa penuntut umum. Rahudman Harahap terbukti melanggar  Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.”Pasal 2 ayat 1 UU tindak pidana korupsi, terbukti,” kata Artidjo.

Sementara itu, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan sudah menerima petikan putusan kasasi yang menghukum Wali Kota Medan (non-aktif) Rahudman Harahap. Dalam ekstrak vonis itu, majelis kasasi juga memerintahkan penahanan mantan Pj Sekda Tapsel itu.

“Kami sudah terima petikan putusan perkara dengan nomor 236 K/PID.SUS/2014 atas nama terdakwa Drs Rahudman Harahap MM melalui faksimili,” kata Nelson Japasar Marbun, Humas PN Medan, kepada wartawan, Rabu (2/3)

Nelson memaparkan, majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar pada 26 Maret 2014 telah mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada PN Padangsidimpuan. Mereka membatalkan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Medan. “Karena membatalkan, artinya majelis kasasi mengadili sendiri,” sambung Nelson.

Dia menjelaskan, terdakwa Rahudman Harahap dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dia melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Majelis kasasi menghukumnya dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. “Memerintahkan terdakwa ditahan,” ucap Nelson, membacakan petikan putusan majelis kasasi.

Majelis kasasi juga memerintahkan Rahudman Harahap membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp480.895.500. Dengan catatan, jika dalam waktu satu bulan tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hasil lelang tidak mencukupi, terdakwa akan dipidana penjara selama 1 tahun.

Meskipun sudah menerima petikan putusan melalui faksimili, lanjut Nelson, pihaknya meminta agar MA segera mengirimkan petikan asli via pos. Alasannya, terdapat tulisan yang rusak dan tidak jelas, tepatnya pada putusan terkait barang bukti perkara.

Selain itu, kata Nelson, hanya dokumen yang dikirim via pos yang dapat didistribusikan ke para pihak dan dijadikan dasar eksekusi. “Petikan yang dikirim dari pos itulah yang akan diberikan ke JPU dan terdakwa dan itu bisa dijadikan dasar eksekusi. Diperkirakan petikan yang dikirim via pos akan kami terima dalam 1 minggu ini,” ujarnya.

Dikontak kemarin, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu, Chandra Purnama mengatakan hingga saat ini. Pihaknya belum menerima salinan putusan kasasi dari MA melalui PN Medan. “Belum ada kami terima. Bagaimana dilakukan eksekusi? Bisa jadi pekan depan kami terima petikan itu,” katanya.

Sebagai informasi, majelis hakim agung MA mengabulkan kasasi yang diajukan tim JPU Kejatisu yang masuk ke MA melalui surat pengantar Pengadilan Negeri (PN) Medan pada 30 Januari 2014. Dalam amar putusannya, majelis hakim agung yang terdiri atas Prof Dr Mohammad Askin SH, MS Lumme SH, dan Dr Artidjo Alkostar SH LLM, serta panitera pengganti Mariana Sondang Pandjaitan SH MH, mengabulkan kasasi tim JPU Kejatisu atas vonis bebas Rahudman Harahap.

Dalam website resmi MA itu, kasasi Rahudman Harahap teregister dengan nomor 236 K/PID.SUS/2014 dengan surat pengantar nomor W2.U1/15.509/01.10/Pid.Sus.K/E2013. Tercatat  pengiriman surat itu dari PN Medan ke MA tertanggal 3 Oktober 2013. (val/rbb)

Gubsu Bisa Langsung Usul Pencopotan

Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho bisa langsung memproses pengusulan pemberhentian tetap Rahudman Harahap sebagai wali kota Medan. Ini menyusul keluarnya putusan kasasi  perkara korupsi kasus Dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa Kabupaten Tapanuli Selatan 2005 itu, yang memvonis Rahudman 5 tahun penjara.

Terlebih, Panitera MA juga sudah mengirimkan salinan putusan kasasi tersebut ke pihak-pihak terkait, seperti Pengadilan Negeri Medan. Pihak Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) pun sudah siap memproses pemberhentian permanen Rahudman.

Syarat prosedurnya, harus ada usulan dari Gatot. Pihak kemendagri sendiri sudah tahu tentang keluarnya putusan kasasi tersebut lewat pemberitaan media massa.

“Berarti incracht sudah. Kemendagri menunggu usulan pemberhentian tetap dari gubernur Sumut untuk proses SK pemberhentian tetapnya,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Djohermansyah Djohan, kepada koran ini, kemarin (2/4).

Pernyataan birokrat bergelar profesor itu didasarkan ketentuan Pasal 127 PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah. Pasal 127 ayat (3)  bunyinya, “Menteri Dalam Negeri memproses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota terbukti melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara, melalui usulan Gubernur.”

Untuk membuat usulan pemberhentian Rahudman, Pemprov Sumut juga harus melampirkan salinan putusan kasasi dimaksud. Berdasar pengalaman beberapa kasus serupa di beberapa daerah lain, pihak Pemprov Sumut bisa mendapatkan salinan kasasi ke pengadilan negeri, atau bahkan bisa langsung meminta ke Panitera MA.

Di sisi lain, pihak Pemprovsu mengaku belum bisa mengambil sikap atas kepemimpinan Rahudman Harahap sebagai wali kota Medan yang dinyatakan bersalah atas kasus dugaan korupsi oleh MA. “Kita belum menerima salinan putusan tentang status hukum Wali Kota Medan Rahudman Harahap dari MA. Jadi bagaimana mana kita bisa mengambil sikap,” ujar Kepala Biro Otonomi Daerah Jimmi Pasaribu pada wartawan Rabu (2/4) kemarin di Kantor Pemprovsu Jalan Diponegoro Medan.

Lebih lanjut dikatakan Jimmi Pasaribu, apabila mereka telah menerima salinan putusan itu, maka Pemprovsu akan melakukan hal yang sama seperti yang terjadi di Kabupaten Karo.

“Kita berharap secepatnya surat ini secepatnya surat itu kita terima. Sejauh ini kita belum terima. Kita pun juga belum mengecek terkait putusan itu, “bebernya.

Apabila, sambung Jimmi Pasaribu salinanb putusan tersebut sudah diterima maka Pemprovsu akan segera memeriksa salinan putusan untuk kelengakapan berkas yang bakal dikirim ke mendagri.

“Masalah mendefinitifkan itu adalah urusan mendagri yang diteruskan pada Pemprovsu, kita hanya melaksanakan perintah mendagri sesuai dengan perundang-undang yang berlaku,” bebernya.

Sementara itu, Kabag Hukum Pemko Medan, Soritua Harahap, mengatakan pihaknya sudah mendapat informasi putusan vonis untuk Rahudman dari media masa. Namun ketika hal ini dipertanyakan kepada Pengadilan Negeri (PN) Medan, ternyata salinan putusan itu belum ada. “Sudah saya minta kepada  Kasubag Bantuan Hukum, Bambang, untuk meminta salinan putusan tersebut,” ujar Soritua saat ditemui diruang kerjanya, Rabu (2/4).

Dikatakannya, vonis yang dikeluarkan MA itu harus dijalankan Pemko Medan dengan memproses definitif Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin. “ Kalau bagi Pemko Medan, yang terpenting ada pemimpin maka dari itu putusan itu ditindak lanjuti,” jelas Soritua.

Dikatakannya sesuai PP No 6 Tahun 2005, pemberhentian Kepala Daerah dilakukan oleh Presiden namun atas usulan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).

Kemendagri menproses pemberhentian setelah mendapat usulan dari Gubernur Sumatera Utara (Sumut). “ Karena Pemko Medan yang memiliki kepentingan atas kebutuhan pemimpin. Maka kita akan membuat permohonan ketika salinan putusan sudah diterima,” ungkapnya.

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Medan, Irwan Ritonga mengatakan keluarnya putusan vonis atas Rahudman Harahap tidak mempengaruhi kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pasalnya, sebagai PNS maka harus loyal kepada pimpinan. “Harusnya PNS loyal kepada pimpinan, siapapun sosok pimpinan tersebut,” ujar Irwan di sela-sela kegiatan pengukuhan Dewan Kota di Hotel Grand Aston.

Ketika vonis Rahudman disampaikan ke Plt Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, dia belum bersedia berkomentar banyak. Pasalnya, dia belum menerima salinan putusan tersebut. Pun ketika disinggung soal statusnya yang sebentar lagi menjadi wali kota definitif. “ Saya hanya berpikir apa yang ada saat ini, untuk ke depan saya belum tahu,” ujar Eldin.

“Saya hanya menjalankan perintah atasan, sesuai dengan aturan yang berlaku,” tambahnya. (sam/rud/dik)

Exit mobile version