Site icon SumutPos

Komplotan Perampok Tewas Ditembak Punya Bos Besar

SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Tewasnya lima perampok di tangan polisi pada Jumat (2/5) lalu, bukan akhir dari cerita perburuan komplotan tersebut. Ada anggota lain di komplotan tersebut yang masih berkeliaran. Polisi juga melacak lokasi pembuangan hasil jarahan.

Polisi mendalami barang bukti yang ditemukan sesaat setelah menembak kelimanya. Barang bukti tersebut antara lain dompet, alat komunikasi, dan sejumlah dokumen pribadi milik pelaku. Dalam mengembangkan pengungkapan itu, polisi bergantung pada barang bukti yang tertinggal di dalam mobil pelaku. Sebab, tidak ada saksi yang bisa ditanyai untuk memburu pelaku lain.

Komplotan yang dikenal kelompok Lampung itu tidak hanya beranggotakan lima orang. Total anggotanya ada tujuh orang. Saat penangkapan, kedua anggota komplotan sedang tidak bersama rekan lainnya.

Polisi yang sudah mengantongi petunjuk tentang identitas kedua tersangka tersebut dan saat ini masih melakukan pemburuan. Diduga kuat, keduanya sudah pergi dari Surabaya menuju Medan setelah mendengar teman-temannya tewas tertembus timah panas.

Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Farman tidak menampik hal tersebut. Dia menegaskan pelakunya tidak hanya lima orang. “Kami yakin masih ada pelaku lainnya. Soal berapa dan bagaimana, kami masih menyelidikinya,” ucapnya.

Menurut dia, saat ini polisi sedang menyelidiki lokasi pembuangan barang-barang hasil tindak kejahatan. Melihat cara membuangnya, komplotan Rizky itu bukan amatir. Mereka sudah cukup terlatih dan memiliki jaringan yang tersistem dan sangat rapi.

Buktinya, kelompok tersebut dengan mudah menjual hasil merampoknya di rumah Candrawati, 54, di Villa Bukit Regency, Pakuwon Indah (bukan Citra Land seperti berita kemarin) pada 26 April 2014. Saat beraksi di sana, mereka menggondol tiga emas batangan seberat tiga kilogram, perhiasan, uang dalam jenis Ringgit, Yuan, dan dolar Hongkong.

Hasil perampokan itu dijual dalam waktu sehari. Masing-masing pelaku mendapat transferan uang dengan nominal yang variatif. Ada yang beberapa tahap dengan nominal masing-masing Rp1 juta. Ada juga yang sekali transfer mencapai Rp75 juta.

Hal itu diketahui setelah polisi menyelidiki rekening tabungan yang ditemukan polisi usai menembak para pelaku. Transferan uang tersebut kemudian diteruskan ke keluarga pelaku. “Ada banyak transaksi dalam waktu sehari. Masing-masing pelaku menerima transferan sampai berkali-kali. Diduga kuat penjualan hasil kejahatan,” katanya.

Temuan itu menguatkan dugaan bahwa komplotan Rizky memang sangat terlatih. Mereka memiliki jaringan penadah yang siap menerima hasil kejahatan dalam waktu cepat.

Farman mengatakan, jaringan komplotan yang menjadi penadah diduga kuat tidak berada di Jatim. “Sekitar Jawa Barat lah,” jelasnya. Saat ini polisi masih melacak keberadaannya berdasar petunjuk yang didapat.

Polisi menduga barang hasil rampokan sudah jatuh ke pasar gelap. Termasuk sebagian besar uang Ringgit, Yuan, dan Dolar Hongkong. Saat ditembak, pelaku hanya menyisakan jenis mata uang tersebut dengan nominal kecil.

Sementara itu, Kepala Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya AKP Agung Pribadi menambahkan, transfer yang diterima para pelaku ternyata hanya untuk membayar sebagian hasil rampokannya. Masih ada barang hasil rampokan yang sudah dijual tapi belum dibayar.

Dilihat dari pola kerja, komplotan itu memiliki bos besar yang selalu mengawal aksi para pelaku. Ketika akan mencari korban, bos tersebut yang memberikan modal untuk operasional sampai mendapat sasaran. Termasuk ketika sudah berhasil, bos itulah yang menampung hasil kejahatan. “Bentuknya mirip sponsor,” jelasnya.

Ketika mereka menyetor barang hasil rampokan, bos besar itu mengirimkan bagian masing-masing pelaku melalui transfer. Biasanya, uang tersebut dikirim bertahap. Meski begitu, bos besar itu tidak bergaul dengan semua pelaku. Hanya ada satu pelaku yang mengenalnya. Hal itu untuk mengantisipasi agar bos besar tidak sampai terendus ketika ada pelaku yang ditangkap. Biasanya seorang pelaku yang dituakan dan ditunjuk sebagai pimpinan.

Dalam komplotan itu, Rizky lah yang menjadi pimpinan. Dia yang memiliki akses ke bos besar. Hal itu terlihat dari sikap empat pelaku kepada Rizky yang terekam kamera CCTV. “Dia (Rizky, Red) seperti dikawal,” tuturnya.

Saat berjalan di pertokoan, Rizky berjalan di bagian depan. Sedangkan keempat teman lainnya berada mengekor di belakang. Termasuk saat berada di dalam mobil, Rizky ditempatkan di kursi tengah. Polisi juga memiliki bukti lain yang menguatkan bahwa Rizky adalah penghubung langsung ke bos besar. (eko/ca/jpnn)

Exit mobile version