Site icon SumutPos

Korban Penganiayaan Surati Kapoldasu

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Korban penganiayaan merasa tidak mendapat keadilan di Polres Pematang Siantar saat memasukkan surat pengaduannya ke Setum Polda Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Merasa tidak mendapat keadilan dan pelayanan di Polres Siantar, seorang korban penganiayaan berinisial SHS menyurati Kapolda Sumatera Utara (Kapoldasu) Irjen Paulus Waterpauw. Pasalnya, kurang lebih 14 bulan laporan pengaduannya berujung keluarnya Surat Penghentian Penyidikan atau SP3.

Atas ketidakpuasan pelayanan Polres Siantar itu, SHS pun berniat menemui Kapoldasu Irjen Paulus Waterpauw dengan harapan mendapat keadilan, dan pelaku penganiayaan ditindak sesuai hukum yang berlaku.

Namun sayang, SHS hanya bisa menyurati Kapoldasu yang dimasukkan melalui Setum Polda Sumut, Rabu (7/1) siang.

Dalam surat pengaduan ibu satu anak ini, menceritakan ketidakadilan yang dialaminya.

Berawal Sabtu (19/11) tahun 2016, ia bersama anaknya yang berusia 10 tahun berinisial EK pergi ke  Hypermart di Jalan Rakutta Sembiring, Naga Pita, Siantar Martoba, Siantar.

Setibanya di basement, seorang wanita berinisial IHS dikawal 2 orang pria berinisial E dan NPN yang turun dari mobil Avanza BK 1156 TZB, menghampirinya. Seketika, IHS mempertanyakan keberadaan suaminya berinisial F kepada SHS.

“Karena saya memang tidak tahu di mana suaminya, saya jawab kalau saya tidak tahu. Namun dia malah memaki dan mengatakan saya perempuan tidak benar, ” ujar SHS, sembari mengaku jika dirinya memang mengenal F.

Saat terjadi perdebatan, lanjut SHS, pria berinisial E membuka pintu mobilnya sembari mencari sesuatu.

Atas ulah E itu, masih kata ibu berusia 40 tahun ini, membuat anaknya ketakutan dan keluar dari dalam mobil. ”Tak hanya itu,  IHS, E dan NPN memukuliku dan menendang mobilku juga,”kata SHS kesal.

Tak terima atas penganiayaan tersebut, SHS pun melapor ke Polsek Siantar Martoba dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan  Nomor STPL/80/XI/2016/Sek Siantar Martoba.

Berdasarkan laporan itu, SHS pun menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sebanyak 6 kali, yang pertama 25 November 2016, memberitahu Penyidik yang menangani laporan dan terakhir 13 Februari 2017, memberitahu laporan dilimpahkan ke Unit PPA Polres Pematangsiantar.

Atas pelimpahan itu, Polres Pematangsiantar mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor K/67/V/2017/Reskrim ke Kejaksaan Negeri Pematangsiantar pada 16 Mei 2017.

Sejak penanganan laporan dilimpahkan ke Polres Siantar, SHS menerima SP2HP sebanyak 4 kali, pertama 16 Mei 2017 dan terakhir  27 Oktober 2017. Selain itu, sejak penanganan laporan dilimpahkan ke Polres Siantar, SHS menerima 3 kali surat panggilan, diakhiri surat undangan gelar perkara pada 8 Desember 2017.

Setelah itu, pada 30 Januari 2017, SHS kembali menerima SP2HP. Dalam SP2HP Nomor B/45/I/2018/Reskrim itu disebut perkara yang dilaporkan SHS tidak cukup bukti sehingga penyidikannya dihentikan sesuai SP3 Nomor S-TAP/02/I/2018.

“Itulah saya merasa tidak mendapatkan keadilan. Selama 14 bulan saya menanti dan koperatif, masa akhirnya penyidikan laporan saya dihentikan. Jika di Polda ini saya juga tidak mendapat keadilan, saya akan terus berjuang ke Mabes Polri atau sekalipun ke Presiden, “kesal SHS penuh harap. (ain/han)

Exit mobile version