Site icon SumutPos

Penjemputan Paksa dr Amran Terkendala Biaya

dr Amran Lubis, Dirut RSU Pirngadi Medan.
dr Amran Lubis, Dirut RSU Pirngadi Medan.

 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Nasib Direktur Utama RSUD dr Pirngadi Medan, Dokter Amran Lubis yang jadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) dan KB tinggal menunggu waktu saja. Tim penyidik Tipikor Satreskrim Polresta Medan berencana menjemput paksa orang nomor satu di rumah sakit milik Pemko Medan ini, setelah dua kali mangkir dalam agenda pemeriksaan penyidik sebagai tersangka.

Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram melalui Kanit Tipikornya Iptu Lalu Musti Ali yang dikonfirmasi, Kamis (7/8) siang mengatakan, surat penjemputan paksa terhadap yang bersangkutan telah diterbitkan beberapa hari yang lalu.

“Suratnya (penjemputan paksa) sudah terbit sebelum lebaran kemarin dan sudah ditandatangani Kapolresta Medan. Saat ini kita sedang menunggu koordinasi dari tim yang menelusuri keberadaan tersangka. Karena, kita harus memastikan dulu di mana keberadaan tersangka sebenarnya, apakah di Medan atau Jakarta,” ujar Iptu Lalu.

Ia menuturkan, pihaknya berharap dua hari ke depan bisa memastikan keberadaan yang bersangkutan. Karena, apabila keberadaannya bisa dipastikan nantinya akan langsung ditangkap untuk diperiksa. Namun, Iptu Lalu belum bisa memastikan apakah tersangka langsung ditahan atau tidak. Mengenai kondisi tersangka, Lanjut Iptu Lalu, pihaknya segera berkoordinasi dengan tim dokter kepolisian guna melakukan pemeriksaan penyakitnya.

“Kita meminta rekomendasi dari tim dokter tersebut apakah bisa dilakukan pemeriksaan atau tidak. Karena, selama ini hanya versi keterangan tim dokter pribadinya saja yang menyatakan tersangka sakit,” tukasnya. Sementara itu, sebelumnya Kompol Wahyu Bram mengatakan, dirinya mengeluhkan soal anggaran operasional penuntasan kasus ini.

“Untuk menuju ke sana (Jakarta) guna melakukan pencarian yang bersangkutan butuh biaya yang harus dikeluarkan, sementara anggaran kita terbatas. Anda bayangkan saja kalau ke sana biayanya berapa, sedangkan anggaran kami hanya Rp58 juta. Begini aja, kalau ada kolusi dalam kasus ini silahkan gugat saya,” kata Bram

Mengenai penyakit yang diderita tersangka, mantan penyidik KPK ini membeberkan yaitu hemoglobinnya rendah, gejala liver dan sepertinya mengalami komplikasi. “Namun, nantinya kita akan membawa dokter dari Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka guna mengecek penyakitnya. Kemudian apakah tersangka bisa menjalani pemeriksaan. Walaupun dia sakit tetap tapi kalau bisa atau sanggup menjalani pemeriksaan, maka akan kita lakukan,” ujar Bram.

Menurutnya, jika yang bersangkutan memang benar sakit, pihaknya akan memfasilitasi tersangka untuk dilakukan perawatan. “Jadi, bisa kita fasilitasi dia untuk dirawat di sana. Pokoknya kita segera jemput paksa,” ucapnya.

Bram memastikan, dr Amran Lubis akan tetap ditahan jika tak ada langkah kooperatif tetapi setelah melakukan prosedur yang berlaku. Seperti diketahui, kasus korupsi pengadaan alkes dan KB RSUD dr Pirngadi Medan memiliki total anggaran senilai Rp3 miliar, yang dananya bersumber dari Direktorat Jendral (Dirjen) Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Tahun Anggaran 2012.

Dalam kasus ini, diperkirakan merugikan negara sebesar Rp1,1 miliar dan sudah tiga orang ditetapkan tersangka yaitu bernisial KS, S dan AP. KS (45) adalah warga Jl. Setia Budi, selaku pelaksana pekerja sebenarnya atau sub kontraktor yang mengarahkan rekanan PT IGM (Indofarma Global Medical) hingga memenangkan saat tender proyek.

S (50) merupakan warga Polonia, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), sedangkan, AP (45) warga Tangerang, selaku pelaksana kontrak. Modus yang dilakukan para tersangka ini dengan cara mengarahkan merk dari distributor tertentu untuk dijadikan bahan dalam pelelangan. Selanjutnya, harga di-mark up hingga pembayaran 100 persen kepada rekanan. KS mendapat keuntungan Rp900 juta dari proyek ini. Sedangkan, S menerima gratifikasi dari KS dengan berangkat ke luar negeri (tiket perjalanan) dan AP menerima keuntungan atau fee sebesar Rp 200 juta selaku pelaksana kontrak. (ris/deo)

Exit mobile version