Site icon SumutPos

Dugaan Pelecehan Seksual Pemilik Ponpes di Langkat, Polisi Periksa Saksi dan Olah TKP

Ilustrasi pelecehan seksual anak.Istimewa/Sumut Pos.

STABAT, SUMUTPOS.CO – Pasca menerima laporan, Polres Langkat mengambil langkah selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, terkait dugaan pelecehan seksual pemilik pondok pesantren (ponpes). Bahkan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Langkat, juga sudah turun ke lokasi atau pondok pesantren di Kecamatan Padangtualang, Kabupaten Langkat.

Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Langkat, AKP S Yudianto, membenarkan hal tersebut, ketika dikonfirmasi akhir pekan lalu.

“Setelah menerima laporan, Unit PPA Polres Langkat langsung ke TKP. Dan juga sudah dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi,” ungkap Yudianto.

Polisi melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan olah TKP atas laporan polisi Nomor: LP/B/466/IX/2023/SPKT/POLRES LANGKAT/POLDA SUMATERA UTARA, pada 5 September 2023. Terlapor yakni pemilik ponpes, berinisial K (35).

“Untuk perkembangan kasusnya akan dikabari ya,” jelas Yudianto.

Dugaan pelecehan seksual yang menimpa santri perempuan pada ponpes di Padangtualang, ternyata sudah diketahui masyarakat sekitar. Bahkan, masyarakat bersama tokoh agama, juga sudah menggelar pertemuan, menyikapi adanya dugaan pelecehan seksual yang menimpa santri perempuan tersebut, Minggu (3/9) lalu.

Pertemuan diikuti oleh pemerintah kecamatan bersama terduga pelaku pelecehan seksual, K. Seorang masyarakat sekitar, Khairul menyebutkan, peristiwa dugaan pelecehan seksual ini diketahui, karena orang tua korban menceritakan hal tersebut.

Dia mengamini, sudah ada digelar pertemuan menyikapi kasus tersebut. Dalam pertemuan itu, masyarakat meminta agar pemilik ponpes diusir dari kampung selama setahun.

“Namun, dia (pemilik ponpes) tidak mau. Tidak tahu apa alasannya,” kata Khairul.

Ironisnya, kata Khairul, dugaan pelecehan seksual ini bukan kali pertama terjadi.

“Anak kawan saya juga menjadi korban, sudah Aliyah (MA, setara SMA). Tapi ya begitulah, mereka menutupinya,” imbuhnya.

Menanggapi dugaan pelecehan seksual itu, dan dikonfirmasi permintaan masyarakat sekitar agar meninggalkan kampung selama setahun, K dengan tegas menolaknya.

Alasannya, K merupakan penanggung jawab penuh terhadap ponpesnya.

“Jangankan setahun, satu malam saja saya tinggalkan ponpes ini, sakit kepala. Ada maling, hingga bisa ada santri yang kabur. Kalau program tak berjalan, bagaimana? Bagaimana kalau satu tahun, bisa-bisa tutuplah ponpes ini,” katanya.

Dia juga mempersilakan, jika memang korban ingin melaporkan dugaan pelecehan seksual tersebut ke Polres Langkat. Dia mengaku, sudah minta maaf kepada orang tua korban.

“Mereka bilang mau dilaporkan ke polisi, silakan. Saya sudah minta maaf, sampai nangis pun. Kalau seperti itu hasilnya, terserah saja, saya bilang. Saya menyatakan, tidak ada pelecehan,” jelas K lagi.

Korban diketahui masih duduk di bangku tsanawiyah, setara SMP. Diduga, ada korban lainnya yang jumlahnya disebut-sebut lebih dari 2 orang.

Pantauan wartawan saat mengunjungi ponpes yang dihuni hampir didominasi santri perempuan itu, tampak suasana begitu sepi. Terlihat sesekali santri perempuan yang mengenakan cadar, berangkat menuju musala. (ted/saz)

Exit mobile version