Site icon SumutPos

Petisi Online PRT Medan Tembus 17 Ribu Dukungan

Foto: Bayu/PM Syamsul Anwar dan istrinya Bibi Randika digiring ke PN Medan.
Foto: Bayu/PM
Syamsul Anwar dan istrinya Bibi Randika digiring ke PN Medan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Langkah pekerja rumah tangga (PRT) asal Medan, Wagini, menggalang petisi online stop perbudakan terhadap PRT, memasuki babak baru. Aktivis jaringan advokasi pekerja rumah tangga (JALA PRT) dan LBH Jakarta akan menemui Komisi IX dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, guna menyerahkan petisi yang didukung lebih dari 17 ribu orang pada laman www.change.org/PRTtakakandiam tersebut, Selasa, (13/1).

Menurut Koordinator Jala PRT Lita Anggraini, selain menyerahkan salinan dari petisi online tersebut, aktivis PRT dan kemanusiaan akan menggelar aksi sapu raksasa dan jemuran, sebagai bentuk desakan. Agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan PRT. Karena tanpa hal tersebut, jaminan kesejahteraan dan menganggap PRT sebagai pekerja, tidak akan mungkin dapat terwujud.

“Masa reses DPR telah selesai, dan akan dilakukan rapat penentuan RUU yang masuk prioritas legislasi nasional (prolegnas) mulai pekan ini. Karena itu melalui petisi yang dibuat oleh Wagini, PRT asal Medan ini, kita sebagai masyarakat meminta DPR segera memrioritaskan pengesahan UU. Perlindungan PRT, setelah lebih dari sepuluh tahun terkatung-katung,” katanya di Jakarta, Senin (12/1).

Menurut Lita, petisi online sebelumnya digagas Wagini, pascaterkuaknya kasus perbudakan dan penyiksaan sadis di Medan Desember lalu, yang menewaskan sedikitnya 2 orang PRT, masing-masing Cici dan Yanti. Sementara tiga lainnya, Endang, Anis, Rukmini, diduga mengalami siksaan dari sang majikan Syamsul Anwar Cs.

“Mereka diperlakukan melebihi budak. Bahkan hingga tewas. Kasus ini menjadi puncak gunung es permasalahan perlindungan PRT yang tak kunjung mendapat payung hukum,” katanya.

Menurut Lita, banyaknya dukungan yang diberikan masyarakat pada petisi tersebut, menjadi bukti bahwa masyarakat mendukung penuh langkah-langkah penjaminan perlindungan terhadap PRT. Karena itu DPR sebagai representasi rakyat di tingkat pengambil kebijakan, jangan hanya diam. Namun harus bergerak, agar oknum-oknum pelaku tindak kekerasan tak merajalela. Bebas berbuat sekehendak hati di negara hukum.

“Karena itu dalam RUU Perlindungan PRT, harus memuat pasal-pasal yang memberikan hak-hak PRT sebagai pekerja. Selama ini mereka tidak mendapatkan hak upah yang layak dan hari libur. PRT juga tidak memeroleh jaminan sosial ketenagakerjaan, karena tak diakui sebagai pekerja,” katanya.

PRT kata Lita, juga harus memiliki hak untuk berkomunikasi dan berorganisasi, serta hak atas keamanan dan keselamatan kerja. Khusus terhadap pelaku kekerasan PRT di Medan, Syamsul Cs, Lita kembali mengajak segenap masyarakat terus memantau dan mengawasi jalannya persidangan. Agar jangan sampai oknum-oknum memermainkan hukum. Mengingat perbuatan para pelaku dinilai sangat tidak manusiawi.

Lita yakin, jika aparat penegak hukum tegas, maka kasus Syamsul Cs dapat menjadi pintu masuk pengungkapan kasus-kasus kekeraan yang dialami PRT lainnya, termasuk perdagangan manusia. “Ini malah Syamsul saya dengar hanya dikenakan Pasal 221 KUHP tentang menyembunyikan bekas kejahatan dan Pasal 184, karena membuang mayat. Padahal awalnya sempat diancam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dengan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang menghilangkan nyawa orang lain dan Pasal di dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking),” katanya.

Menurut Lita, hilangnya pasal undang-undang trafficking dari dalam dakwaan, menunjukan aparat hukum tidak melihat kasus ini sebagai kekerasan yang sistematis. Padahal kekerasan sudah berulangkali dilakukan Syamsul Anwar Cs, yang tidak hanya sebagai majikan, tapi juga agen penyalur PRT.

“Kita perlu membuat peringatan keras kepada kepolisian, jaksa dan majelis hakim yang menangani perkara ini untuk mengadili secara tegas para pelaku dan memberi hukuman seadil-adilnya. Sudah terlalu banyak kekerasan yang dilakukan, ini sudah di luar akal sehat dan kemanusiaan,” ujarnya.

Kasus kekerasan dan pembunuhan PRT yang dilakukan Syamsul Cs, terungkap setelah

warga menemukan mayat di bawah jembatan di Jalan Pinggir Benteng Lorong Rakit, Lingkungan VII Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Minggu (9/11/2014) lalu.

Kepolisian kemudian melakukan penggeledahan dan penggalian di kediaman Syamsul yang sekaligus berfungsi kantor penyalur PRT, CV Maju Jaya di Jalan Madong Lubis/Jalan Beo, Lingkungan XI, Sidodadi, Medan Timur. Karena diduga terdapat potongan-potongan tubuh lain.

Dalam kasus ini kepolisian kemudian menetapkkan tujuh tersangka. Rinciannya, empat orang dijerat pasal pembunuhan. Masing-masing Randika (Istri Syamsul), Bahri (pekerja), Feri (sopir) dan Zakir (keponakan). Sementara tiga lainnya, Syamsul, Kiki Andika (pekerja) dan M Tariq (anak), hanya dikenakan Pasal 221 KUHP tentang menyembunyikan bekas kejahatan dan Pasal 184, karena membuang mayat.(gir)

Exit mobile version