Site icon SumutPos

Tamin Sukardi Takut BAP Dibacakan

Foto: Parlindungan/Sumut Pos
Tamin Sukardi bersama kuasa hukumnya menghadiri sidang penjualan lahan aset PTPN 2 di PN Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang penyelewengan aset negara berupa lahan milik PTPN II seluas 106 hektar di Desa Helvetia yang menjerat terdakwa Tamin Sukardi, kembali digelar di pengadilan tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (20/7). Sidang kemarin berjalan dengan mendengarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seorang saksi yang tak dapat dihadirkan karena masuk kedalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mendengar keterangan tiga saksi, yakni dua orang saksi verbalisan dan satu orang saksi ahli.

Saat akan dibacakan BAP saksi Mujianto (DPO) yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT. Agung Cemara Reality (ACR), terdakwa melalui tim penasehat hukumnya terkesan takut BAP tersebut dibacakan. Hal itu terlihat saat salah satu kuasa hukum terdakwa melayangkan protes kepada majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo, dengan menyebutkan bahwa keterangan saksi Mujianto didalam BAP tidak benar dan banyak yang menyudutkan terdakwa.

“Keterangan saksi (Mujianto) menyudutkan terdakwa, sedangkan saksi tidak bisa dihadirkan dipersidangan oleh tim Penuntut, bagaimana kami mau mempertanyakan kebenaran BAP saksi itu,” ucap penasehat hukum terdakwa.

Namun begitu, majelis hakim menilai bahwa protes yang dilayangkan oleh PH terdakwa, tidak dapat diterima. Dan majelis hakim mengizinkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Salman SH MH dari Kejagung untuk membacakan BAP tersebut.

Dalam BAP itu terkuak, bahwa saksi Mujianto selaku Dirut PT. ACR ada melakukan perikatan pelepasan tanah eks HGU PTPN II seluas 74 hektar yang berlokasi di pasar IV Desa Helvetia dari PT Erni Putra Terari (EPT) yang dibuat dihadapan Notaris Suriaty Tania SH.

Pelepasan lahan seluas 74 hektar itu senilai Rp236 miliar dan saksi Mujianto telah membayar sebagian, yakni sebesar Rp132 miliar.

Selain itu, ada dua saksi verbalisan (penyidik). Keduanya yakni Wilianto dan Indra. Mereka dihadirkan dalam persidangan untuk dikonfrontir dengan keterangan saksi lainnya pada persidangan sebelumnya, yakni Direktur PT Erni, Mustika Akbar.

Karena sebelumnya, saksi Mustika Akbar memberi keterangan yang berbeda dengan BAP saat di persidangan.

Selain itu, JPU juga menghadirkan saksi ahli Keuangan, Kodrat Prabowo. Kodrat menyebutkan, aset negara berupa lahan yang HGU Pengelolaannya habis atau tidak diperpanjang, seharusnya dikelola kembali oleh negara. Walaupun mungkin harus melalui beberapa mekanisme, seperti penghapusbukuan.

“Lahan itu belum ada penghapusbukuan, jelas itu masih milik PTPN II. Namun ada pihak yang mengklaim lahan tersebut, bahkan menjualnya. Ini jelas sebuah kesalahan. Saya berpendapat bahwa, negara adalah pihak yang berhak untuk mengelola lahan tersebut”, ujar Kodrat.

Ditambahkan Kodrat, walaupun lahan HGU PTPN II sudah berakhir dan belum dihapusbukukan, maka jelas masih tercatat sebagai aset PTPN II. Pasalnya, PTPN II masih melakukan pembayaran pajak.

Selain itu, penghapusbukuan itu harus mendapat izin Dewan Komisaris (Menteri BUMN), untuk bisa dibuatkan SK nya.

Pada sidang sebelumnya, saksi Abdurrahim, Edilianto, Tukiman dan Legimin yang tempo hari memberikan keterangan di Pengadilan menyatakan bahwa nama pada surat ahli waris tersebut bukanlah ayah kandung mereka.

Bahkan, mereka tidak memiliki tanah di objek perkara tersebut. Hanya mereka (selain Edilianto) menerima uang oleh seseorang bernama Tasman Aminoto.

Dalam dakwaan JPU sebelumnya, kasus tersebut bermula pada tahun 2002. Saat itu terdakwa mengetahui, bahwa diantara tanah HGU milik PTPN II di Perkebunan Helvetia Kabupaten Deliserdang itu, ada tanah seluas 106 hektar yang dikeluarkan atau tidak diperpanjang HGU nya.

Kemudian, terdakwa pun ingin pun menguasai dan memiliki tanah tersebut. Berbekal 65 lembar SKTPPSL, terdakwa melancarkan aksinya dengan meminta bantuan Tasman Aminoto, Misran Sasmita dan Sudarsono.

Atas kasus ini, awalnya terdakwa Tamin Sukardi ditahan di Rutan Tanjunggusta Medan. Namun beberapa waktu yang lalu, atas dasar kemanusiaan yang menyebutkan terdakwa telah berusia lanjut dan mengalami sakit, majelis hakim pun mengalihkan statusnya menjadi tahanan rumah.(adz/ala)

Exit mobile version