Site icon SumutPos

Dua Tahun, Boy Hermansyah Belum Juga Diadili

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sudah dua tahun lebih,  kasus dugaan korupsi kredit fiktif BNI 46 senilai Rp117 miliar, dengan terdakwa Boy Hermansyah, belum juga disidang di Pengadilan Tipikor Medan. Bukannya, menjalani hukuman Boy malah bebas dengan status tahanan kota.

Dimana, berkas perkara milik Boy Hermansyah hingga kini masih mengendap di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut). Anehnya, Boy yang sempat buron selama 2 tahun lebih itu tidak ditahan oleh penyidik Kejati Sumut.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Khaidir Harahap menilai ada unsur kesengajaan dari penyidik Kejati Sumut mengulur-ulur waktu untuk melimpahkan berkas Boy Hermansyah ke pengadilan dan menyidangkannya.  Hal itu terlihat dari sudah lamanya Boy Hermansyah ditangkap, yakni sejak 22 Januari lalu, di Jakarta, hingga bulan Agustus ini belum juga disida-ngkan.

“Adanya permainan dalam kasus ini juga terlihat dari dimasukkan dan dikeluarkannya lagi tersangka Boy Hermansyah dari penjara. Seharusnya tidak ada alasan buat Kejati Sumut untuk menangguhkan penahanan Boy Hermansyah, karena sebelumnya dia sudah jadi buron,” kata Khaidir, kepada wartawan, Selasa (25/8) siang.

Dijelaskan Khaidir, sikap penyidik Kejati Sumut yang menangguhkan penahanan Boy Hermansyah sudah menciderai rasa keadilan di masyarakat. Untuk itu, dia juga meminta agar Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih kasus ini. Atau setidaknya mengganti semua penyidik Kejati Sumut yang menangani perkara Boy Hermansyah ini.

Kasus ini berawal dari permohonan kredit yang diajukan perusahaan Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwikencana Lestari ke BNI 46 sebesar Rp133 miliar, sekitar tahun 2009. Perusahaan itu mengagunkan perkebunan sawit. Kemudian, pihak bank mengabulkan pinjaman sebesar Rp129 miliar.Perkebunan itu dianggap fiktif karena ada pihak lain yang mengklaim perkebunan itu bukan milik Boy Hermansyah.(gus/ila)
Tindakan Kejati Sumut ini merupakan satu hal yang tidak objektif. Sudah melanggar azas prinsip keadilan. Seorang yang sudah pernah buron bertahun-tahun tidak ditahan dan berkasnya tidak kunjung dilimpahkan,” kata Khaidir.

Khaidir mensinyalir adanya permainan antara penyidik Kejati Sumut dengan Boy Hermansyah. Karena pemberian penangguhan penahanan kepada seorang tersangka buron sudah sangat janggal.

“Padahal kita tahu sendiri banyak tersangka yang mengajukan penangguhan penahanan ke Kejati Sumut tidak dikabulkan. Ini, untuk orang yang sudah pernah buron tidak ditahan,” bebernya.

Menurut Khaidir, sebenarnya tidak ada yang sulit bagi penyidik untuk menuntaskan perkara Boy Hermansyah. Karena dalam kasus yang sama, sebelumnya sudah ada 4 orang yang divonis penjara.

“Tetapi diduga karena ada permainan, maka ada upaya untuk menyelamatkan Boy Hermansyah ini,” tukasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Sumut, Novan Hadian mengatakan, hingga saat ini berkas Boy Hermansyah memang belum dilimpahkan ke Pengadilan. Namun, katanya, penyidik sedang menggodok berkas dakwaannya untuk segera dilimpahkan.

Ditanya soal kendala yang membuat pelimpahan berkasnya lama, Novan mengatakan, selama tersangka Boy Hermansyah beralasan sakit sehingga menyulitkan pemberkasan. ”Tapi ini sedang digodok, kemungkinan tidak lama lagi akan dilimpahkan,” katanya.

Sekadar diketahui, Boy Hermansyah ditangkap petugas Bandara dan Polda Sumut pada 22 Januari lalu di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Setelah ditangkap, Polda Sumut langsung menyerahkannya ke Kejati Sumut. Hari itu juga langsung dilakukan penahanan.

Kemudian, pada 2 Mei 2015 lalu, Boy Hermansyah dibantarkan selama tiga pekan di RSU Dirga surya Siloam dengan alasan sakit. Kemudian, pada 19 Mei, Boy Hermansyah kembali ditahan. Anehnya, keesokan harinya, yakni 20 Mei, Boy Hermansyah ditangguhkan penahanannya. Sejak itu, hingga sekarang Boy Hermansyah tak pernah ditahan lagi.

Dalam kasus ini, tiga orang sudah dihukum masing-masing 3 tahun penjara. Ketiganya, yakni Radiyasto selaku Pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Darul Azli selaku pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan.

Kasus ini berawal dari permohonan kredit yang diajukan perusahaan Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwikencana Lestari ke BNI 46 sebesar Rp133 miliar, sekitar tahun 2009. Perusahaan itu mengagunkan perkebunan sawit. Kemudian, pihak bank mengabulkan pinjaman sebesar Rp129 miliar.Perkebunan itu dianggap fiktif karena ada pihak lain yang mengklaim perkebunan itu bukan milik Boy Hermansyah.(gus/ila)

Exit mobile version