Site icon SumutPos

IPW: Bukti Ketidakmampuan Kapoldasu

Neta S Pane
Neta S Pane

SUMUTPOS.CO – Kasus perampokan di Sumut makin menunjukkan tren memprihatinkan. Sudah enam bulan kasus perampokan, terutama bersenjata api, seperti terbiarkan. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengaku prihatin dengan kasus-kasus perampokan yang terus berulang di Sumut dan tidak terungkap.

Hal ini menunjukkan ketidakmampuan Kepala Kepolisian Daerah Sumut (Kapoldasu) Irjen Pol Syarief Gunawan dalam menjaga keamanan masyarakat Sumut.

Untuk itu, masyarakat dan DPRD Sumut harus menyampaikan protes ke Mabes Polri bahwa daerahnya semakin rawan dan darurat perampokan, sementara Poldasu tidak mampu mengendalikannya.

“Jika Kapoldasu bersikap profesional tentu dia bisa membuat strategi untuk mengatasi aksi-aksi perampokan tersebut atau memerintahkan agar Dirserse maupun para kapolres untuk segera menangkap para pelaku,” tegas Neta, Kamis (29/5).

Penangkapan para pelaku perlu dilakukan sesegera mungkin agar ada efek jera sehingga para pelaku lain tidak mendapat angin untuk melakukan kejahatan yang sama. Selain itu kapoldasu bisa memerintahkan bawahannya agar meningkatkan patroli di daerah-daerah rawan dan kawasan strategi. Tapi semua itu tidak maksimal dilakukan sehingga kasus perampokan terus berulang.

“Bagaimana pun kapoldasu harus bertanggungjawab terhadap hal ini. Mabes Polri juga harus mempercepat pergantian Kapoldasu agar keamanan di Sumut bisa dengan maksimal terjaga,” tandas Neta. Praktisi hukum Sumut, Nuriono SH mengaku, aksi perampokan yang kerap terjadi di Sumut lantaran petugas kepolisian tidak mampu menganalisis modus-modus kejahatan yang ada. Jadi, jika polisi tidak mampu mengidentifikasi pelaku-pelaku perampokan yang melakukannya dengan modus baru mengakibatkan polisi tidak mempunyai cara untuk melakukan pencegahan.

“Karena tidak memiliki cara untuk melakukan pencegahan, jadi para polisi bertindak dengan cara membabi buta. Misalnya, jika ada seorang pelaku pencurian yang sudah dijadikan target kemudian dia (pelaku tersebut) dijadikan tumbal atas tindakan yang pernah terjadi sebelumnya. Ini yang terus terjadi hingga saat ini,” ucapnya.

Menurut Nuriono, seharusnya kepolisian ada melakukan evaluasi terhadap sistem pelayanan keamanan terhadap masyarakat. “Tapi terkadang, pola-pola konfensional yang dilakukan selama ini tidak mampu memberi rasa aman bahkan kejahatan pun makin sering meningkat. Ya itu karena kualitas kejahatan banyak dilakukan dengan modus yang baru, sedangkan kuantitasnya tetap. Ya seperti kasus ini, dengan menggunakan kenderaan kemudian korbannya di pepet dan korbannya dibawa serta terjadi pelecehan-pelecehan,” ungkapnya.

Modus kejahatan tersebutkan, bebernya, merupakan modus kejahatan yang baru dan menjadi tren baru. Sehingga, evaluasi yang dilakukan polisi selama ini tidak bisa memberikan rasa aman kepada masyarakat.

“Atas itu, masyarakat akan apatis terhadap kepolisian yang tidak bisa mengungkap kasus kejahatan. Jika masyarakat sudah apatis, masyarakat akan bertindak di luar hukum dengan cara menghakimi sendiri,” ujarnya.

Untuk mencegah hal itu, tambahnya, polisi harus bisa menangkap pelaku-pelaku yang melakukan kejahan yang benar-benar melakukan kejahatan.

“Kalau memang benar pelakunya baru sekali melakukan kejahatan, ya satu kali. Jangan yang bukan dia pelakunya dilimpahkan ke dia,” cetusnya.

Akibat banyaknya kasus perampokan yang hingga kini tidak terungkap, Nuriono mengatakan, Sumut merupakan kawasan darurat atas tindakan perampokan khususnya senjata api dan melakukan penganiayaan terhadap korbannya.

“Ini semua akibat kesalahan pimpinan yang tidak mampu membuat terobosan-terobosan ataupun inovasi-inovasi untuk memotifasi anak buahnya untuk mengungkap kasus. Akibat dia (pemimpin) tidak mau membuat inovasi untuk berani dan melakukan perlawanan terhadap pelaku perampokan maka kasus perampokan sampai saat ini banyak yang belum terungkap. Seharusnya, pemimpin itu memberikan semangat kepada bawahannya untuk mengungkap kasus,” ungkapnya.

Saat disinggung, banyak kasus perampokan yang terjadi di Indonesia yang saat ini juga tidak terungkap apakah ini menunjukkan banyaknya Jenderal Polri tidak berkualitas, Nuriono mengatakan, untuk itu seharusnya banyak evaluasi yang harus dilakukan Polri.

“Itu semua bisa terjadi, apakah mereka (jenderal-jenderal) yang hanya mentok dengan aturan sehingga tidak berani bergerak di luar aturan itu. Sehingga ini menunjukkan terkadang mereka menjadi tidak memiliki kemampuan,” pungkasnya. (ind/gir)

Exit mobile version