Site icon SumutPos

Oman Kirim Serdadu ke Perbatasan

Dialog Pangeran Bahrain tak Berhasil

MUSCAT – Massa anti pemerintah masih terus menggelar demonstrasi di Oman. Pemerintahan Sultan Qaboos bin Said Al Said mengerahkan serdadu ke wilayah utara Oman yang berbatasan langsung dengan Uni Emirat Arab (UEA).
“Pengerahan pasukan ke sebelah utara ibu kota, Muscat dilakukan agar unjuk rasa anti pemerintah tidak menular ke UEA,” kata seorang pejabat pemerintah kepada Agence France-Presse. Selain personel militer, pemerintah juga menempatkan persenjataan ringan di ibu kota dan perbatasan. Pemerintah tidak ingin kerusuhan yang menewaskan satu orang di Kota Sohar seperti, Sabtu lalu (26/2) terulang lagi.

Kemarin, ratusan massa anti pemerintah kembali menggelar aksi protes di ibu kota. Tapi, kali ini, pemerintah sudah jauh lebih siap. Jumlah aparat lengkap dengan kostum antihuru-hara sudah siaga di Muscat. Bahkan, beberapa tank juga terlihat di lokasi-lokasi strategis kota pusat pemerintahan Oman tersebut. Aksi yang sama dengan skala lebih kecil terjadi di beberapa kota besar lainnya.

Sejak Sabtu lalu, massa tidak berhenti memprotes pemerintahan monarki di kawasan Teluk tersebut. Mereka menuntut upah lebih tinggi, penyediaan lapangan kerja yang memadai dan pemecatan sejumlah menteri yang dianggap tidak becus. Konsentrasi massa terjadi di ibu kota dan Sohar, terutama di Bundaran Bumi atau Earth Roundabout. Mulai kemarin, aparat menempatkan kendaraan lapis baja di sana.

Prioritas utama aparat adalah menghalau demonstran dari jalan raya utama Sohar yang menghubungkan kota di pesisir barat laut Oman itu dengan ibu kota. Namun, para demonstran tak kurang akal. Mereka sengaja menutup akses dari Pelabuhan Sohar ke kawasan industri alumunium dan petrokimia di kota tersebut, dengan cara memarkir truk-truk di jalanan.

Sejak benih-benih protes muncul di Oman, Sultan Qaboos sudah berusaha keras mencegah pecahnya unjuk rasa. Salah satunya dengan menjanjikan pekerjaan bagi 50.000 orang. Khususnya, para sarjana yang masih menganggur. Kesultanan juga menjanjikan tunjangan sebesar 150 riyal atau sekitar Rp3,4 juta kepada mereka yang tercatat dalam daftar pencari kerja.

Kebijakan populis tersebut tidak juga bisa membendung protes massa. Kepada Associated Press, seorang aktivis anti pemerintah menegaskan bahwa aksi mereka berbeda dengan revolusi di Tunisia dan Mesir. Sebab, rakyat Oman tidak menuntut lengsernya pemerintah. Mereka hanya mendesak pemerintah melakukan reformasi dan memperluas lapangan kerja.

Sementara itu, di Bahrain masih tegang. Walau, Putra Mahkota Bahrain, Salman ibn Hamad ibn Isa Al Khalifa, sudah berdialog dengan oposisi sejak Senin (28/2), massa anti pemerintah tetap berunjuk rasa. Mereka menuntut negara monarki itu melakukan reformasi politik dan merombak pemerintahan.

Penerus Raja Hamad bin Isa Al Khalifa menyesalkan kekerashatian massa anti pemerintah yang terus menggelar unjuk rasa. Kemarin (1/3), sekitar 100 sampai 200 aktivis mengepung Kementerian Informasi di Kota Manama. Mereka berjanji akan mengerahkan lebih banyak massa dan tetap menduduki gedung kementerian sampai pemerintah mengabulkan tuntutan mereka.

“Kami akan tetap berada di sini sampai rezim yang sekarang berkuasa lengser,” teriak salah seorang pengunjuk rasa seperti dilansir Agence France-Presse.

Sedangkan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad menilai para diktator di negara-negara Arab telah menembaki rakyat sendiri dengan senjata buatan Amerika Serikat (AS) dan para sekutu Eropanya. (bbs/hep/dos/jpnn)

 

Exit mobile version