Site icon SumutPos

NATO Biarkan Warga Mati

Kadhafi Pakai Tameng Warga Sipil

AJDABIYA – Belum genap dua pekan mengambil alih kendali pasukan koalisi dalam serangan udara atas Libya, NATO dikritik. Gerilyawan dan warga sipil Libya, Rabu (6/4) menganggap pasukan Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang beranggota 28 negara di Eropa dan Amerika Utara lamban dan tidak becus dalam melindungi mereka.
Anggapan miring itu langsung dibantah Juru Bicara NATO, Carmen Romero menolak jika pihaknya dikatakan tidak melakukan apa pun untuk melawan serangan tentara Kadhafi.

“Situasi di lapangan berkembang. Tentara Kadhafi mengubah taktik serang. Mereka menggunakan warga sipil sebagai tameng,” papar dia dari markas NATO di Kota Brussels, Belgia, kemarin.

Menurut Romero, pasukan Kadhafi menyembunyikan tank dan kendaraan militer mereka di permukiman warga sipil. Mereka memarkir kendaraan-kendaraan perang di antara mobil-mobil warga. Bahkan, tentara Kadhafi menjadikan warga sipil sebagai tameng manusia untuk menghindari serangan koalisi. “Menarget pasukan Kadhafi bukanlah perkara mudah,” terangnya.

Seorang anggota pasukan khusus gerilyawan Libya, Mohamed el-Masrafy mengeluhkan ketidakberdayaan NATO membalas serangan pasukan Kadhafi dalam bentrok di Kota Ajdabiya. Meski siaga dengan pesawat udara dan amunisi, pasukan NATO tidak berbuat banyak. Bahkan, mereka nyaris tidak membalas serangan bertubi-tubi yang dilancarkan pasukan pro-Kadhafi.

Masrafy menuturkan, bentrok di Kota Ajdabiya terjadi kemarin pada pukul 06.00 (sekitar pukul 11.00 WIB), setelah pasukan pemerintah mengisi ulang amunisi. Mereka datang dari arah timur, tepatnya dari Kota Brega yang berjarak 80 kilometer dari Ajdabiya. Karena pasukan NATO lamban dan pasif, gerilyawan oposisi dan warga sipil kocar-kacir.
Menurut Masrafy, posisi garis depan sebetulnya sekitar 20 kilometer timur Brega.

“Di sanalah pertempuran di antara dua kubu terfokus dalam sepekan ini. Tetapi, serangan dari tentara pemerintah Selasa lalu (5/4) memukul mundur kami separo jalan ke Ajdabiya, gerbang kekuatan kami di Benghazi,” tuturnya.
Warga sipil sebetulnya berharap banyak kepada NATO, yang menggantikan peran militer AS. Mereka pun menagih janji NATO untuk memprioritaskan keselamatan warga. “Apa lagi yang ditunggu NATO” Kota-kota kami sudah porak-poranda, seperti Ras Lanuf, Bin Jawad, dan Brega. (Pasukan) Kadhafi juga telah menghancurkan Misrata,” keluh Said Emburak, warga Ajdabiya, kemarin.

Komandan gerilyawan Libya, Abdelfatah Yunis berang. Pasukan koalisi pasif, ketika Misrata, sekitar 214 kilometer dari Tripoli digempur tentara Kadhafi selama 40 hari. Yunis menuding NATO mengabaikan nya.
“NATO sengaja membiarkan penduduk Misrata mati satu per satu setiap hari,” ujarnya.

Sebelumnya, Brigjen Mark van Uhm selaku wakil militer Belanda di NATO mengatakan bahwa pasukannya kesulitan menarget pasukan Kadhafi.

Menurut dia, hanya ada kendaraan dan senjata ringan pasukan Kadhafi di garis depan. Tank dan persenjataan canggih disembunyikan di wilayah permukiman warga. “Sebanyak 75 persen pesawat yang kami kirim ke lokasi pulang tanpa melepaskan satu bom pun,” terangnya.

Pembelaan senada meluncur dari Menteri Luar Negeri Prancis, Alain Juppe kemarin. “NATO dihadapkan pada situasi yang sulit. Tetapi, agresi pasukan Kadhafi di Misrata jelas harus dihentikan,” katanya kepada stasiun radio France Info. (ap/afp/rtr/hep/c11/dwi/jpnn)

Exit mobile version