Site icon SumutPos

Setelah Charlie Hebdo, Dua Polisi Ditembak

JORDI MIR/afp photo TEMBAK: Dua orang bersenjata  menodongkan senjata dan kemudian menembak anggota polisi di Prancis setelah peristiwa Chalie Hebdo.  A frame grab taken from a footage made available and posted by Jordi Mir, a local resident, on January 7, 2015 shows hooded gunmen aiming Kalashnikov rifles towards a police officer, before shooting him dead after leaving the office of the satirical weekly newspaper Charlie Hebdo. A huge manhunt for two brothers suspected of massacring 12 people in an Islamist attack at a satirical French weekly zeroed in on a northern town on January 8 after the discovery of one of the getaway cars.    AFP PHOTO/
JORDI MIR/afp photo
TEMBAK: Dua orang bersenjata menodongkan senjata dan kemudian menembak anggota polisi di Prancis setelah peristiwa Chalie Hebdo.

PARIS, SUMUTPOS.CO- Teror di Prancis masih belum berhenti. Hanya berselang sehari setelah penembakan di tabloid mingguan Charlie Hebdo, serangan serupa kembali terjadi. Kemarin (8/1) dua pria bersenjata menembak dua polisi di Montrouge.

Salah seorang polisi perempuan yang menjadi korban nyawanya tidak tertolong saat dirawat di rumah sakit. Seorang lainnya kritis. “Petugas medis berusaha menyadarkan polisi perempuan tersebut di lokasi kejadian. Namun, kondisinya benar-benar sangat buruk,” ujar salah seorang petugas.

Beberapa saat setelah penembakan, polisi memang datang ke lokasi kejadian dengan diikuti mobil ambulans. Ketika sampai di lokasi, dua korban tersebut sudah terkapar di jalanan dengan luka tembak yang cukup parah.

Sejauh ini polisi belum menemukan motif penembakan itu. Tidak diketahui juga apakah kejadian tersebut berhubungan dengan kasus penembakan di Charlie Hebdo. “Penembaknya melarikan diri dan sedang dalam pengejaran,” ungkap Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve.

Namun, pihak kepolisian di Montrouge menyatakan, salah seorang tersangka telah ditangkap. Identitas pelaku tidak disebutkan, hanya dinyatakan berusia 53 tahun. Sementara itu, seorang pelaku lainnya melarikan diri dan masih dalam pengejaran.

William Thomas (19) salah seorang saksi mata, mengungkapkan bahwa penembakan terjadi beberapa menit sebelum pukul 08.00 waktu setempat atau kurang dari 24 jam setelah pembantaian di kantor media Charlie Hebdo. Saat itu jalanan sedang ramai. Sebab, kejadian tersebut bertepatan dengan waktu orang berangkat kerja. Dua mobil terlihat bertabrakan, yaitu mobil milik tersangka dan petugas kepolisian. Dua pihak itu terlibat baku tembak.

“Saya terbangun saat mendengar tiga tembakan. Kemudian, saya mendengar orang berteriak ‘letakkan itu’ dan disusul dua tembakan lagi,” ujar Thomas yang tinggal di dekat lokasi kejadian.

Tersangka sepertinya menggunakan senapan M5. Salah seorang tersangka yang lari dari lokasi kejadian ditengarai berasal dari Afrika Utara dan menggunakan rompi antipeluru. Sementara itu, tersangka lainnya mengendarai mobil Renault Clio putih. Tidak diketahui kebangsaan tersangka kedua dan siapa di antara mereka yang telah tertangkap.

Suka Kontroversi
Sementara Majalah Prancis Charlie Hebdo yang menjadi sasaran penyerang yang menembak mati 10 wartawan dan dua polisi ternyata sudah sering menjadi kontroversi. Majalah mingguan satir berbasis di Paris ini didirikan pada 1970, dan menjadi terkenal karena kartun-kartunnya yang berisiko dan keberanian mengejek para politisi, tokoh terkenal, dan simbol-simbol semua agama.

Dan meski motif di balik serangan pada Rabu (7/1) ini belum jelas, keberanian Charlie Hebdo membuat kartun satire tentang Nabi Muhammad dalam beberapa tahun terakhir telah membuat marah sejumlah umat Muslim dan membuat majalah ini menjadi sasaran serangan.

“Jika Anda bekerja di bidang jurnalisme, Anda pasti tahu tentang majalah itu,” ujar Marie Turcan, seorang wartawan yang berada hanya 200 meter dari kantor Charlie Hebdo ketika penembakan terjadi.

Pada November 2011, kantor Charlie Hebdo dibakar di hari penerbitan edisi dengan laporan utama yang mengejek hukum Islam. Pada September 2012, meski terjadi kemarahan global atas film anti-Islam berjudul ‘Innocence of Muslims’, majalah ini malah menerbitkan edisi yang menampilkan kartun yang menyakiti hati umat Muslim.

Para pejabat Perancis dan Amerika mengemukakan kekesalan dengan keputusan menerbitkan kartun-kartun tersebut, dan kedutaan serta sekolah Perancis sekitar 20 negara pun ditutup sementara.

Ketika itu, Laurent Leger, wartawan Charlie Hebdo, membela keputusan majalahnya dengan mengatakan kartun itu tak bertujuan memicu kemarahan atau kekerasan.

“Tujuannya adalah tertawa,” ujar Leger kepada BFM-TV pada 2012.

“Kami ingin mentertawai kelompok ekstrimis, setiap ekstrimis. Mereka bisa Muslim, Yahudi, Katolik. Setiap orang bisa religius, tetapi pemikiran dan tindakan ekstrimis tidak bisa kami terima,” tambah Ledger.

“Di Perancis, kami selalu memiliki hak untuk menulis dan menggambar. Dan jika ada yang tidak puas dengan itu, mereka bisa menuntut kami lewat jalur hukum dan kami membela diri. Itu namanya demokrasi,” lanjutnya.

Cuitan terakhir akun Charlie Hebdo sebelum serangan pada Rabu (7/1) menampilkan kartun ketua ISIS ABu Bakr al-Baghdadi yang mengirim pesan tahun baru dengan kata-kata: “Dan, yang terutama, kesehatan.”
Seorang jurnalis setempat mengatakan staf Majalah Charlie Hebdo sedang mengadakan rapat redaksi pada jam makan siang ketika orang bersenjata menyerbu gedung itu.

Diantara korban tewas adalah editor Stephane ‘Charb’ Charbonier, bersama dengan Georges Wolinski, Jean ‘Cabu’ Cabut dan Bernard Verlhac, yang dikenal sebagai ‘Tignous’. Mereka adalah kartunis paling berbakat di Perancis.

Menurut Christopher Dickey, editor The Daily Beast di Paris, Charlie Hebdo adalah majalah kecil yang memiliki pukulan besar.

“Pembacanya sedikit, tetapi majalah ini memiliki pendekatan kontroversial terhadap berita,” ujar Dickey.

Pemimpin redaksi majalah itu, yang sering dipanggil Charb, merupakan kartunis Perancis yang tidak asing dengan kontroversi, karena karya yang dia tampilkan kerap berbau satir yang menyinggung berbagai agama.

Seperti dilaporkan media Inggris, Sky News, Charb menjabat sebagai pemimpin redaksi Majalah Charlie Hebdo pada tahun 2009. Meski terus dicela, namun Majalah Charlie Hebdo tak berhenti menerbitkan karya kontroversial. Charb pun tetap tak memberikan indikasi untuk mengubah arah pemberitaan majalah Charlie Hebdo.

“Kami melakukan provokasi, dan itu sudah berlangsung selama 20 tahun,” kata Charb kepada stasiun televisi Perancis, BFMTV, pada 2012, seperti ditulis CNN, Kamis (8/1).

Seperti dilaporkan, sebelum serangan penembakan, Majalah Charlie Hebdo edisi terbaru bersampulkan karya karikatur Perancis kontroversial Michel Houellebecq.

Kematian Charb dan beberapa kartunis dalam serangan penembakan di kantor Majalah Charlie Hebdo mendorong gelombang dukungan untuk publikasi di Prancis dan di seluruh dunia.

Di media sosial Twitter, muncul gerakan dengan cuit ‘Je suis Charlie’, yang berarti ‘Saya Charlie’. Tiga penggal kata itu pula yang tertera besar-besar di situs majalah satire dengan latar belakang berwarna hitam pekat.

Ada sebuah tautan di halaman depan situs itu yang mengarah ke sebuah file berformat pdf, bertuliskan kalimat ‘je suis Charlie’ dalam berbagai bahasa, di antaranya Jerman, Arab, dan Rusia.

Hingga kemarin, sekitar 1.000 orang berkumpul di depan markas Uni Eropa di Brussels, Belgia, untuk menyampaikan belasungkawa dan simpati. Di Madrid, sekitar 200 orang berkumpul di depan Kedutaan Besar Prancis menyuarakan kemarahan. Beberapa mengangkat pena sebagai perlambang kebebasan berekspresi.

Di Instagram menyebar juga gambar senapan mesin dengan tulisan ‘Ceci n’est pas une religion’ atau ‘ini bukanlah agama’.

Seorang pengguna Instagram menuliskan: “Islam adalah agama yang indah. Ini bukanlah yang ingin kita lihat di TV. Teroris bukanlah Muslim sejati.” Hingga saat ini, Prancis merupakan negara Eropa dengan populasi penduduk Islam terbesar, yaitu sebesar 4,7 juta dari total 66,03 juta penduduknya. (afp/reuters/dailymail/sha/c20/ami/jpnn/val/rbb)

Exit mobile version