Site icon SumutPos

Uang Tebusan Untuk Pesta Seks dan Narkoba

Pemuda Somalia Anggap Bajak Laut sebagai Karir

Perairan lepas pantai Somalia adalah titik rawan pembajakan sekarang ini, bila dahulu pembajak dikenal dari Kolombia. Sejak 2008 lalu, pembajak Somalia mulai ganas. Apalagi, warga Somalia menganggap bajak laut adalah lapangan pekerjaan baru.

Anggapan sebagai lapangan pekerjaan dan bisa hidup mewah, seks dan pesta pora itulah yang menjadi incaran setiap pemuda Somalia. Sebab, pemerintah transisi saat ini masih kesulitan kerepotan menghadapi pergolakan kekuasaan dan tindakan anarkis massa, sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Said Barre pada 1991. Pembunuhan, penculikan jadi kejadian lumrah di negara itu.

Pergolakan itulah yang membuat pembajak kapal adalah lapangan kerja baru bagi para generasi muda Somalia. Seperti pengakuan salah satu perompak, Abdulrashid Muse Mohammed kepada Al Jazeera.

“Saya ingin mengatakan pada media dan komunitas Internasional bahwa kami melakukan ini karena kebutuhan dan kondisi tanpa pekerjaan. Kehidupan kami hancur, penyebabnya adalah runtuhnya pemerintahan Somalia,” sebutnya.

Tak bisa ditampik, menjadi perompak adalah jalan menuju hidup mewah bergelimang harta.  Misalnya, Adani (19) ia punya rumah megah dan truk besar karena jadi bajak laut.

Padahal dua tahun sebelumnya, ia hidup di jalanan Kota Bossaso. “Kalau kau tak punya apa-apa, orang akan membencimu. Tapi kau akan dihormati kalau punya uang,” katanya kepada AP.

Kiriman jutaan dolar uang tebusan telah mengubah kehidupan di komunitas muslim di pesisir Somalia. Kesenjangan baru tercipta, antara golongan perompak yang kaya raya dengan golongan non-perompak yang makin miskin.
Inilah gaya hidup perompak Somalia: rumah besar, mobil keren, perempuan cantik, dan narkotika – yang dikecam baik tokoh agama maupun penduduk desa. “Penggunaan obat terlarang seperti ganja, minum alkohol, seks, dan perilaku menjengkelkan lain jadi hal biasa untuk para bajak laut. Ini menimbulkan problem sosial,”kata Sheikh Ahmed, pimpinan masjid di Kota Galkayo, seperti dimuat AP.

Uang mengubah wajah Somalia. Sebuah jalan beraspal membelah kota Bossaso, hotel-hotel baru, dan bangunan anyar berbaris di pinggir-pinggirnya. Mobil SUV dan kendaraan mewah buatan Asia lalu lalang di jalanan. Lagu Amerika, Somalia, dan India menderu dari tape mobil.

Pengusaha Anshud Kamis mengatakan, masuknya jutaan dolar uang haram membuat harga sepatu, baju, dan kosmetik merangkak naik.

Sistem kredit baru berlaku, para bajak laut tak perlu membayar tunai jika membeli barang. Mereka dibolehkan mengambil barang secara kredit, dengan harga tinggi, dan melunasi utang mereka jika uang tebusan sudah di tangan.
“Para bajak laut membayar dalam dolar dan tak perlu repot-repot tawar-menawar,” kata Khadra Abdullahi, seorang penjual di Bossaso.

Tetua terkemuka Bossaso, Suldan Mohamud Aw-nor mengatakan, ulama dan para tetua desa tidak menyetujui gaya hidup bajak laut. Tapi, mereka tak berdaya, kalimat sakti ‘aku akan jadi perompak’ kerap digunakan para remaja untuk mengancam orang tua mereka, jika kemauan mereka tak dipenuhi.

Sistem perkawinan telah dipengaruhi bajak laut dengan kantong tebal. Ratusan mobil mengawal pengantin ke lokasi resepsi, rumah pengantin baru penuh perabot mahal, dan mempelai wanita memakai perhiasan emas mahal.“Para bajak laut tidak membuang-buang waktu untuk merayu perempuan, namun membayar mereka banyak,” kata warga lainnya, Sahro Mohamed. “Mereka melakukan ini untuk beberapa gadis sekaligus,” tambahnya.

Jurnalis harian Spanyol, El Mundo yang berhasil menembus pusat bajak laut di Kota Harardhere juga menyaksikan hal serupa. Kota berpenduduk 6.000 orang itu jadi pusat ‘orgy, uang, penembakan, dan seks. Kebanyakan bajak laut punya tiga atau lebih istri. Jumlahnya tergantung pada jumlah jarahan. (bbs/jpnn)

Exit mobile version