Site icon SumutPos

Situasi di Ukraina Makin Memburuk, Pemerintah Diminta Segera Evakuasi WNI

TANK TEMPUR: Sejumlah tank tempur milik Ukrania berjaga di perbatasan tanah mereka untuk bersiap menghadapi tembakan dari Rusia.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Indonesia diminta segera mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Ukraina. Sebab, situasi di Ukraina saat ini makin memburuk karena tengah bersitegang dengan Rusia.

“Dengan situasi yang makin memburuk di Ukraina, perlu ada langkah segera untuk mengevakusi WNI di sana,” kata Anggota Komisi I DPR RI Sukamta, melalui keterangan persnya, Jumat (25/2).

Sukamta meminta pemerintah aktif berdiplomasi untuk meredam gejolak dan mendinginkan situasi di Ukraina. Menurut dia, pemerintah perlu memastikan eskalasi ketegangan Ukraina dengan Rusia tidak membesar dan memakan korban jiwa lebih banyak.

Sukamta mengatakan konflik Rusia vs Ukraina memang jauh secara lokasi dari Indonesia.  Namun, dampaknya secara politik dan ekonomi bisa berpengaruh secara luas. “Oleh sebab itu, Indonesia harus mendesak PBB dan komunitas internasional mengambil tindakan paling kuat untuk menghentikan perang,” tuturnya.

Sitausi semakin memburuk, lanjutnya, karena Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan operasi militer khusus ke Ukraina. Melansir Al Jazeera, terjadi ledakan di Ibu Kota kota Ukraina, Kyiv dan aliran listrik telah terputus. Serangan itu menargetkan bandara utama di Kiev dan gedung-gedung besar sehingga mengakibatkan kekacauan di pusat kota. Ledakan juga terjadi di Donetsk, sementara pasukan angkatan laut Rusia dikabarkan telah mendarat di Odessa dan Mariopol.

WNI Diminta Berkumpul di KBRI Kiev

Sementara itu, sesuai dengan rencana kontingensi yang telah disusun pemerintah Indonesia, para Warna Negara Indonesia (WNI) di Ukraina diminta untuk berkumpul di KBRI Kiev. WNI yang kesulitan menuju lokasi diimbau segera menghubungi nomor hotline KBRI yang telah disediakan.

Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kemenlu Judha Nugraha memastikan, bahwa 138 WNI yang tinggal di Ukraina berada dalam kondisi aman. KBRI Kiev telah menjalin komunikasi dengan seluruh WNI dan mereka diminta tetap tenang. “Mayoritas bertempat tinggal di Kiev dan Odessa, beberapa lainnya tersebar di beberapa kota lain,” ujarnya.

KBRI Kiev menyiapkan rencana kontingensi itu sejak awal isu konflik muncul. Rencana kontingensi dibuat berdasar status kedaruratan di sana. Mulai siaga 3, 2, hingga 1. Masing-masing status siaga tersebut telah dilengkapi dengan langkah yang harus diambil. Misalnya, saat ini WNI sudah diminta berkumpul di KBRI Kiev. Kemudian, bila eskalasi terus naik, tidak tertutup kemungkinan untuk proses evakuasi lebih lanjut.

KBRI Kiev dan Kemenlu telah berkoordinasi dengan sejumlah perwakilan negara-negara terdekat. Misalnya, KBRI Warsawa di Polandia, KBRI Bratislava di Slovakia, KBRI Bukarest di Rumania, dan KBRI Moskow di Rusia. Semuanya telah menyusun rencana kontingensi untuk memberikan perlindungan kepada WNI.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham, Andap Budhi Revianto mengatakan, perkembangan situasi terkini konflik Rusia-Ukraina yang dideklarasikan pada Kamis (24/2), mengharuskan Pemerintah Republik Indonesia mengambil langkah strategis untuk mengamankan warganya.

“Meski dilaporkan dalam status aman, tidak menutup kemungkinan konflik antara Rusia dan Ukraina semakin memburuk dan mengancam keselamatan. Jika benar terjadi, maka kontinjensi evakuasi WNI perlu disiapkan,” kata Andap Budhi Revianto dalam keterangannya, Jumat (25/2).

Andap menyampaikan, telah menyiapkan langkah dari perspektif tugas keimigrasian guna mempermudah akses lalu lintas WNI di berbagai perbatasan internasional. “Dalam fungsi Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, telah mempersiapkan diri menghadapi kontinjensi dalam rangka evakuasi WNI dari Ukraina,” ucap Andap.

Kemenkumham berkomitmen memberikan dukungan kemudahan pelayanan selama perjalanan secara maksimal kepada para WNI yang terpaksa keluar dari Ukraina baik itu saat transit maupun saat tiba di tanah air. Sesuai tugas dan fungsinya, kementerian di bawah kepemimpinan Yasona Laoly ini memiliki tugas menerbitkan dokumen perjalanan internasional. Dalam kondisi normal, setiap orang diwajibkan memiliki paspor. Tetapi dalam situasi kontinjensi, bisa saja paspor itu hilang ataupun rusak. “Dalam situasi kontinjensi, paspor bisa saja rusak, hilang, atau tertinggal karena kedaruratan. Dalam kondisi tersebut, Imigrasi nanti akan mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sebagai pengganti paspor,” terang Andap.

Andap kemudian menjelaskan bahwa SPLP hanya bisa berlaku untuk sekali jalan. Setelah kembali ke Indonesia, WNI pemegang SPLP harus mengurus kembali penggantian paspornya yang hilang/rusak dalam keadaan kontinjensi.

SPLP ini sendiri, aturannya tertuang dalam UU No 6/2011 tentang Keimigrasian. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa SPLP adalah dokumen pengganti paspor yang diberikan dalam keadaan tertentu yang berlaku selama jangka waktu tertentu jika Paspor biasa tidak dapat diberikan.

“Imigrasi Kemenkumham bertanggung jawab atas perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pengamanan blanko paspor di dalam dan luar Indonesia. Pada perwakilan Indonesia di Luar negeri yang tidak terdapat Atase atau Konsul Imigrasi, maka kewenangan tersebut dilimpahkan kepada pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk,” paparnya lagi.

Menurut Andap, rencana ini merupakan wujud kepedulian pemerintah melalui Kemenkumham akan perlindungan terhadap WNI di manapun berada, dan berapapun jumlahnya.”Jadi jangan lihat apa dan berapa atau siapa mereka. Siapapun dia, selama tercatat sebagai WNI, Pemerintah ini berkepentingan melindungi keselamatannya meskipun jumlahnya hanya satu orang,” pungkas Andap.

Sementara itu, merujuk pada akun media sosial salah seorang WNI di Kiev, Vanda Sakina Damayanti, suasana di Kiev mulai menegang setelah sirene dibunyikan di kota. Kemudian, terdengar suara pesawat tempur yang lalu-lalang di atas langit Kiev. Masyarakat di sana pun mulai panik. Sebagian orang tampak mengantre untuk mengisi bahan bakar kendaraan. Jalanan pun chaos. Mobil sudah memadati jalanan Kiev menuju ke perbatasan dengan harapan bisa menyeberang ke negara tetangga. “Sekarang kita sudah di KBRI. Sementara kita ke sini dulu. Belum tahu aba-abanya seperti apa,” ujarnya. Sejumlah WNI lainnya pun tampak sudah berkumpul di KBRI Kiev bersama keluarga masing-masing.

Menurut dia, pihak KBRI masih terus mengadakan rapat terkait upaya evakuasi para WNI. Tim juga tengah memastikan WNI yang berada di perbatasan timur Ukraina untuk bisa mencapai Kiev. “Ada kabar ledakan sudah sampai di pinggiran Kiev. Doaian ya kita aman di sini dan bisa segera dievakuasi,” ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta perang untuk dihentikan. Narasi yang disampaikan kepala negara tidak secara rinci menuju kepada serangan yang dilakukan Rusia kepada Ukraina belakangan ini.

Melalui akun media sosial Twitter resminya, Jokowi menyebut perang bisa menyengsarakan manusia dan juga membahayakan dunia.”Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia,” tulis Jokowi dalam kicauan Twitter, Jumat (25/2).

Lewat beberapa cuitannya, presiden membicarakan konflik antara Rusia dengan Ukraina, sekalipun Jokowi tak menuliskan kata “Rusia”. Jokowi memilih menggunakan istilah “krisis Ukraina” dan “ketegangan di Ukraina” untuk mendefinisikan eskalasi panjang yang terjadi antara kedua negara tersebut.

Buntut konflik Rusia dan Ukraina, sejumlah negara barat ikut turun tangan, termasuk China yang merupakan sekutu Rusia. Tiga hari sebelum invasi Rusia ke Ukraina, Jokowi mengingatkan agar semua pihak menahan diri.

“Rivalitas dan ketegangan di Ukraina harus dihentikan sesegera mungkin. Semua pihak yang terlibat harus menahan diri dan kita semua harus berkontribusi pada perdamaian. Perang tidak boleh terjadi,” cuit Jokowi di Twitternya, Senin (21/2) lalu.

Menurut presiden, ada yang lebih penting untuk dihadapi dunia global. Jokowi mengajak seluruh negara memulihkan ekonomi pasca digempur pandemi Covid-19.

“Saatnya dunia bersinergi dan berkolaborasi menghadapi pandemi. Saatnya kita memulihkan ekonomi dunia, mengantisipasi kelangkaan pangan, dan mencegah kelaparan,” ucapnya.

Sehari setelahnya, Jokowi kembali membicarakan krisis Ukraina. Ia juga menegaskan upaya perdamaian harus segera dilakukan. “Saya memiliki pandangan yang sama dengan Sekjen PBB Antonio Guterres bahwa penanganan krisis Ukraina harus dilakukan secara cermat agar bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan,” tulis Jokowi di akun Twitter @jokowi. “Tetapi, upaya perdamaian ini harus cepat dan tidak bisa ditunda-tunda,” tambahnya.

Sementara itu, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau Komisioner PBB untuk Pengungsi mengatakan, sekitar 100.000 orang telah meninggalkan rumah mereka di Ukraina. Sementara, UNHCR melaporkan beberapa ribu orang lainnya telah meninggalkan Ukraina sejak negara tetangga Rusia menyerbu pada Kamis (24/2).

“Kami meyakini bahwa sekitar 100.000 orang pasti telah meninggalkan rumah mereka dan mungkin mengungsi di dalam negeri, dan beberapa ribu telah melintasi perbatasan internasional,” kata juru bicara UNHCR Shabia Mantoo kepada AFP.

Komisaris Tinggi UNHCR, Filippo Grandi, telah menyuarakan keprihatinan serius atas memburuknya situasi dengan cepat ketika operasi militer berlangsung di seluruh Ukraina dan mendesak negara-negara tetangga untuk menjaga perbatasan mereka tetap terbuka bagi mereka yang mencari keselamatan dan perlindungan.

“Kami terus mengikuti situasi dengan cermat dan memperkuat operasi kami di Ukraina dan negara-negara tetangga,” kata dia. Presiden Ukraina Volodmyr Zelensky sendiri telah mengumumkan jumlah korban pada hari pertama serangan Rusia ke negaranya. Menurut dia, korban tewas tak hanya dari pihak militer, namun juga warga sipil. “Hari ini kita telah kehilangan 137 pahlawan kami, warga negara kita. Militer dan sipil,” kata Zelensky dalam pidatonya, dikutip dari AFP, Jumat (25/2).

Zelensky menambahkan, sedangkan 316 orang lainnya mengalami luka-luka. Guna melawan invasi Rusia, Zelensky menandatangani sebuah dekrit perintah mobilisasi umum selama 90 hari. Dekrit itu berisi seruan kepada warga Ukraina yang mengikuti wajib militer untuk ikut berperang. (jpg/bbs)

Exit mobile version