Site icon SumutPos

WNI di AS Was-was Kena Imbas Kebijakan Donald Trump

Presiden AS, Donald Trump, usai menandatangani executive order.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai keamanan perbatasan dan penegakan peningkatan imigrasi menuai banyak penolakan. Sebanyak tujuh negara yang mayoritas penduduknya beragam Islam dilarang masuk AS untuk alasan apapun. Para pemegang visa Amerika Serikat atau green card yang berasal dari tujuh negara itu tidak diperkenankan masuk.

Menanggapi penerapan kebijakan yang sudah mulai memakan korban itu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi meminta seluruh perwakilan Indonesia di Amerika Serikat untuk mengaktifkan hotline 24 jam. Retno juga mengimbau WNI yang bermukim di Amerika Serikat untuk tetap tenang.

Imbauan dari perwakilan Indonesia di Amerika Serikat memang sudah tersebar luas. Namun, hal tersebut tidak cukup menenangkan para WNI yang tinggal di Amerika Serikat. Suci Brooks, 31, salah satunya. Memang, setelah pemberlakukan kebijakan tersebut belum ada perubahan signifikan yang sirasakan Suci. Namun, perasaan was-was tetap menghantuinya.

”Ada notion di antara komunitas ENO di sana untuk jangan meninggalkan US dulu sampai situasi lebih jelas. Takutnya terkena impact kebijakan Trump,” kata Suci kemarin.

Menurut Suci, notion tersebut keluar karena ada kekhawatiran Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam jadi salah satu negara yang ”diawasi”. ”Mereka menyarankan untuk jangan keluar Amerika Serikat dulu karena takutnya nanti susah masuk lagi,” cerita perempuan yang setahun terakhir tinggal di Huntsville, Alabama, itu.

Suci mengakui, belakangan ini, kondisi Amerika Serikat semakin berantakan. Terlebih sejak pemberlakukan kebijakan tersebut. Demo besar-besaran terjadi di bandara-bandara di Amerika Serikat. Karena demo itu juga, situasi semakin chaotic. ”Demo berlangsung di bandara-bandara international di beberapa states. Seperti di LAX,” ucapnya.

Syamsi yakin akan ada lebih banyak demo dan aksi dalam beberapa hari ke depan. Bukan hanya oleh masyakat beragama muslim, tapi masyarakat Amerika secara umum. Syamsi menuturkan bahwa kebijakan berbau rasis itu bertentangan dengan konstritusi Amerika Serikat. Menurut Syamsi, selama ini, Amerika Serikat dikenal sebagai negara imigran. Kebanyakan penduduknya merupakan imigran. Termasuk Donald Trump dan Istrinya. Dan itu sudah menjadi jati diri Amerika Serikat.

”Kebijakan yang ada sekarang tentu bertentangan. Jelas bahwa mayoritas masyarakat Amerika Serikat tidak setuju,” terangnya.

Unjuk rasa menentang kebijakan-kebijakan Presiden baru AS, Donald Trump.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal mengatakan bahwa hal tersebut dulakukan Kemlu untuk mengantisipasi adanya WNI yang terkena imbas kebijakan tersebut. Menurut Iqbal, salah satu komponen penting dalam executive order tersebut adalah kebijakan penangkapan dan deportasi terhadap imigran gelap yang pada pemerintahan sebelumnya dilindungi dengan adanya Sanctuary Policies di beberapa kota dan county (setingkat kabupaten).

Iqbal menjelaskan bahwa jumlah imigran gelap asal Indonesia cukup banyak. Kendati tidak memiliki data pasti, berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada 2015, Iqbal menuturkan ada kurang lebih 40 ribu imigran gelap asal Indonesia di seluruh Amerika utara. ”Tapi, kami yakin jumlah itu tidak akurat,” ucapnya.

Dari 40 ribu imigran gelap asal Indonesia di Amerika utara, sebagian besarnya bermukin di Amerik Serikat. Berdasarkan perhitungan pada akhir 2015 lalu, perkiraan jumlah WNI overstayers di Amerika Serikat mencapai 34.390 orang. ”Karena estimasi jumlah yang demikian besar itulah, Menlu minta seluruh Perwakilan RI di Amerika untuk melakukan antisipasi dalam rangka memastikan keselamatan dan perlindungan maksimal bagi WNI,” terangnya. (and/jpg)

Exit mobile version