Site icon SumutPos

Sumut jadi Pusat Industri Turunan CPO

Gatot: Agar Jangan Terombang-ambing Fluktuasi Harga

MEDAN- Gejolak ekonomi dunia yang tak kunjung membaik, akhirnya berdampak ke sektor industri kelapa sawit. Ekspor kelapa sawit yang masih didominasi CPO (crude palm oil) ikut terpukul dengan tergerusnya permintaan dari pasar Eropa. Kondisi makin buruk karena harga CPO juga terkoreksi.

PIONER KELAPA SAWIT: Plt Gubsu H Gatot Pujo Nugroho mendampingi Menteri Pertanian RI, DR Suswono MMA, mengunjungi areal KEK Sei Mangkei beberapa waktu lalu. Sei Mangkei dan PPKS membuat Sumut menjadi pioneer bidang kelapa sawit.

Kondisi ini sebenarnya bisa dihindari, jika Indonesia dan Sumatera Utara khususnya bisa melakukan inovasi produk-produk turunan kelapa sawit. Saat ini Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia, disusul Malaysia.

Melihat terus merosotnya harga CPO, juga turunnya permintaan CPO sebagai dampak krisis ekonomi, membuat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Gatot Pujo Nugroho berkeinginan mengubah ekspor kelapa sawit agar lebih beragam. Keberagaman produk tentu akan membuat pendapatan dari kelapa sawit tak melulu tergantung pada CPO saja.

Untuk bisa bertahan bahkan terus mengeruk keuntungan, Gatot berpendapat, ke depan Provinsi Sumatera Utara harus sanggup melahirkan produk-produk turunan minyak kelapa sawit atau CPO. Untuk mencapai niatan itu, Gatot berharap PT Perkebunan Sumut dan perkebunan lain di provinsi ini bisa terus menggenjot semua potensi yang ada.

“Saya berobsesi Sumut jadi pusat industri turunan (downstreams) sawit. Dengan begitu, kita tidak akan terombang-ambing fluktuasi harga CPO. Kita harus bisa mengolah bahan baku CPO menjadi produk-produk lain. Ke depan, Sumut tidak hanya tergantung kepada penjualan CPO,” harap Gatot saat melantik Komisaris baru PT Perkebunan Sumatera Utara periode 2012 – 2017, di Kantor Direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprovsu, awal Oktober baru lalu.

Harapan Plt Gubsu tampaknya bukan hal sulit, mengingat provinsi ini juga sudah dirancang Pemerintah Pusat untuk menjadi pusat unggulan teknologi kelapa sawit nasional. Apalagi Sumatera Utara merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia lengkap dengan kawasan industri pengolahan sendiri.

Saat mengunjungi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Rispa September lalu, Menteri Riset dan Teknologi Prof DR Ir Gusti Muhammad Hatta optimistis Sumut akan semakin maju di sektor perkelapa-sawitan. Tak hanya memiliki lahan dan industri sawit yang modern, provinsi ini juga punya pusat riset yang mumpuni seperti PPKS Rispa.

“Dengan semua kelebihan ini, saya percaya Sumut akan jadi pioner industri kelapa sawit. Sumut akan semakin maju dengan kemampuannya memproduksi produk-produk turunan CPO,” ujar Muhammad Hatta ketika itu.

Hatta menambahkan, potensi kelapa sawit di Sumatera Utara akan kian cerah seiring ditetapkannya Sei Mangkei sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Semua keunggulan ini jika dimanajemeni secara baik professional, benar-benar akan membuat Sumatera Utara sebagai pusat teknologi kelapa sawit Indonesia semakin kuat, karena dapat memproduksi turunan CPO.

Berdasarkan data BPS, ekspor CPO Indonesia di tahun 2010 mencapai 22,5 juta ton, dengan rincian 13,2 persen dalam bentuk bahan baku. Sisanya diolah menjadi produk jadi, seperti minyak makan, biogas dan produk turunan lain.

Namun sepanjang Semester I/2012, terjadi penurunan ekspor CPO sebesar 6,51 persen jika dibandingkan dengan angka pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Penyebab utama penyusutan ekspor ini adalah krisis Eropa.

Kepala Dinas Perdagangan dan Indonesia Provinsi Sumatra Utara Bidar Alamsyah menargetkan, pada 2020, ekspor CPO Sumut mencapai 40 juta ton, sehingga komoditas ini semakin berperan meningkatkan perekonomian daerah.

“Kami bekerja sama dengan universitas-universitas untuk memaksimalkan potensi CPO ini, terutama di KEK Sei Mangkei. Saat ini, pusat inovasi kelapa sawit telah dibangun di Sei Mangkei kerjasama Pemprov dan PTPN III,” jelasnya. (*)

Exit mobile version