Site icon SumutPos

Selamat Hadir Sang Naga Air

Gong Xi Fa Cai

Apa itu Imlek? Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat Islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Pada umumnya, yang banyak merayakan Imlek adalah warga Tiongha. Namun bagi umat lain yang beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek. Tahun ini jatuh pada Senin, 23 Januari 2012 atau Imlek 2563 bagi orang Cina.

IMLEK di berbagai belahan manapun dimaknai sebagai tradisi pergantian tahun. Sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh etnis Tiongha apapun agamanya. Setidaknya pengakuan itu disampaikan Sidharta, Ketua Walubi, masyarakat Tiongha Muslim yang juga merayakan Imlek.

Imlek disebut dengan Chung Ciea yang berarti Hari Raya Musim Semi. Hari Raya ini jatuh pada akhir bulan Januari dan bila di negeri Tiongkok, Korea dan Jepang ditandai dengan berakhirnya musim dingin. Dulunya, negeri Tiongkok dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim dingin berlalu, masyarakat mulai bercocok tanam dan panen. Tibanya masa panen bersamaan waktunya dengan musim semi, cuaca cerah, bunga-bunga mekar dan berkembang.

Lalu musim panen ini dirayakan oleh masyarakat. Kegembiraan itu tergambar jelas dari sikap masyarakat yang saling mengucapkan Gong Xi Fa Cai, kepada keluarga, kerabat, teman, dan handai taulan. Gong Xi Fa Cai artinya selamat dan semoga banyak rezeki.

Adat ini kemudian dibawa oleh masyarakat Tiongha ke manapun dia merantau, termasuk ke Indonesia. Dulunya, pada masa Bung Karno, perayaan ini boleh dirayakan tapi ketika masa Orde Baru, perayaan Imlek dibatasi. Presiden Soeharto mengeluarkan SK yang isinya mengizinkan, namun dirayakan di tempat tertutup.

Sejak orde reformasi Imlek mengalami masamasa keterbukaan hingga sekarang. Imlek tak lagi sebatas dinikmati komunitas Tionghoa, namun melebar ke seluruh kota, berikut pernikperniknya: dodol, baju merah, angpao, dan tarian Barongsai. (Baca juga: Lebih Dekat dengan Grup Naga Barongsai Vihara Setia Budha Binjai) Kenapa Barongsai? Sejumlah literatur mengungkapkan tarian Barongsai sering ditampilkan dalam perayaan hari-hari besar Tionghoa, salah satunya saat perayaan Imlek. Menurut bahasa Cina, Sai artinya Singa dan dianggap sebagai ‘’raja binatang’’. Ceritanya dulu di Negeri Tiongkok, di setiap rumah pejabat tinggi ada dua patung Singa. Di samping untuk menjaga keselamatan, patung Singa dinilai membawa kemegahan, sekaligus juga membawa kebahagian dan rezeki. Entah apa sebabnya, Barongsai menjadi tarian pada setiap keramaian yang sifatnya agung.

*** Peringatan Imlek juga mempunyai beragam ornamen dan tradisi khas yang unik dan menarik.

Namun, bukan hanya sekadar tradisi turun- temurun, berbagai ciri khas Imlek ternyata memiliki filosofi tersendiri.

“Setiap kegiatan persiapan menjelang Imlek dan ketika Imlek, serta kuliner dan ornamen khas Imlek bukan tanpa alasan. Semua hal tersebut memiliki falsafah tersendiri,” kata Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Medan, Lily Tan kepada Sumut Pos, Rabu kemarin.

Misalnya, kata Lily, tradisi bersih-bersih rumah sejak seminggu sebelum perayaan Imlek.

“Bersih-bersih rumah ini dimaksudkan untuk menyambut kedatangan para dewa, seperti dewa rezeki dan dewa dapur,” ujarnya. Bahkan, lanjutnya, warga Tionghoa mengoleskan madu di mulut patung dewa yang ada di dapur (dewa dapur). “Madu itu kan manis. Hal ini bertujuan agar dewa dapur yang sudah datang akan memberitahukan berita yang baik-baik saja dalam rumah tersebut,” tutur Lily ramah.

Uniknya, ketika Imlek, warga Tionghoa justru dilarang untuk menyapu. “Makanya, bersihbersih harus dilakukan sejak seminggu sebelumnya.

Karena jika menyapu saat Imlek, rezeki yang sudah masuk ke dalam rumah tersebut, dikhawatirkan akan hilang,” kata Lily menjelaskan.

Sementara berbicara soal kuliner, Lily menyebutkan, kue keranjang sebagai salah satu panganan wajib ketika Imlek. “Kue dodol atau kue keranjang adalah makanan wajib ketika Imlek.

Pemilihan kue ini pun bukan tanpa alasan.

Menurut orang Cina, untuk merayakan tahun yang baru dengan makanan manis dipercaya sebagai pertanda baik untuk menjalani harihari selanjutnya,” ujarnya.

Lily menganalogikan Imlek Tiongkok atau Festival Musim Semi sama seperti Hari Natal di Barat adalah hari raya tradisional yang paling besar di Tiongkok. Meskipun seiring dengan perubahan zaman, isi yang terkandung dalam Imlek dan cara merayakannya sudah berubah, tapi Imlek dalam kehidupan rakyat Tiongkok tetap berposisi penting tak tergantikan.

Sebagai gambaran, Imlek Tiongkok konon sudah bersejarah 4.000 tahun lebih. Tapi pada permulaan, hari raya itu tidak disebut sebagai Imlek, dan juga tidak dirayakan pada hari yang tetap. Kira-kira pada tahun 2100 Sebelum Masehi, rakyat Tiongkok pada waktu itu menyebut rotasi Bintang Jupiter sebagai “Sui”, yakni satu tahun, maka Imlek pada waktu itu disebut sebagai “Sui”. Pada tahun 1000 Sebelum Masehi, rakyat pada waktu itu menamakan Imlek sebagai “Nian”, dengan artinya panen.

‘’Menurut adat istiadat, Imlek dalam arti makro dimulai dari tanggal 23 bulan 12 Imlek, dan berlangsung sampai hari Cap Goh Meh yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Imlek, dengan masa perayaan berlangsung selama tiga minggu,’’ tutur perempuan cantik yang juga anggota DPRD Kota Medan tersebut.

Lain tempat, lain adat istiadatnya. Memang rakyat di berbagai daerah di Tiongkok mempunyai kebiasaan perayaan Imlek yang tidak sama, tapi tradisi seisi keluarga berkumpul untuk menyambut kedatangan Imlek pada malam tanggal 30 bulan 12 Imlek, yaitu malam menjelang Imlek adalah kebiasaan yang sama baik bagi penduduk di bagian utara maupun di selatan.

Memasang kuplet dan gambar tahun baru serta lampion berwarna-warni adalah kegiatan yang sangat digemari dalam menyambut Imlek.

Seiring dengan meningkatnya taraf hidup rakyat, perayaan Imlek pun lebih bervariasi.

Berpelesiran ke luar negeri menjadi pilihan bagi rakyat Tionghoa yang punya uang berlebih.

Menyambut Imlek 2563 pun semarak di Kota Kisaran. Warga Tionghoa gotong-royong membersihkan lokasi ibadah, termasuk belanja pernak- pernik Imlek hingga memasang lampion merah di pertokoan.

Penjual pernak-pernik Imlek, A Hun kepada METRO (Sumut Pos Grup), Rabu (18/1) mengungkapkan tahun ini lampion Naga menjadi idola karena tahun ini bertepatan dengan tahun Naga Air. Pedagang pun berlomba menjual aksesori bersimbol Naga. Lampion Naga yang diimpor dari Cina itu diperolehnya dari agen di Medan dengan rata-rata harga Rp150 ribu per buah.

“Mendekati Imlek toko kami banyak dikunjungi pembeli dari Tanjungbalai, Batubara, dan Rantauprapat. Trennya memang lampion besar berujud patung Naga,” ujarnya.

A Hin (43), pelanggan yang rutin berbelanja aksesoris Imlek di toko A Hun, mengatakan, pernak-pernik Imlek di toko itu tergolong lengkap, termasuk alat-alat kebutuhan sembahyang, seperti Hio Kwan Im atau hio berbau wangi dengan harga bervariasi, mulai dari Rp48 ribu per kilogram hingga Rp23 ribu per buah. A Hin mengaku bersyukur perayaan Imlek kini sudah lebih lepas dan bebas ketimbang sebelumnya.

‘’Apalagi pemerintah sudah menetapkan hari Imlek menjadi hari libur nasional. Jadi kantor juga libur,’’ katanya tersenyum.

Di Tebing Tinggi, masyarakat etnis Tionghoa juga mulai sibuk menjelang perayaan Imlek.

Paling sibuk berbenah tentu saja Vihara Avalokites Vara. Vihara di Jalan Tengku Hasyim, Tebung Tinggi yang sudah berdiri sejak 100 tahun lalu itu terus bersolek menyambut tahun Naga Air 2563.

Tiga bangunan utama menyangga vihara tersebut yaitu, bangunan tempat beribadah, tempat penyimpanan abu jenazah, serta bangunan pagoda dengan ketinggian 35 meter. Ada pula bangunan khusus yang diperuntukan sebagai panti jompo dan klinik gratis. Menurut Suhu Dharma Surya, pengelola Vihara Avalokites Vara, panti jompo menerima siapa saja tanpa memandang suku, agama, dan ras. Begitu pula balai pengobatan alias klinik yang dibuka kepada siapa saja yang membutuhkan pengobatan secara gratis.

“Vihara Avalokites Vara ini terbuka untuk umum, maksudnya terbuka untuk bagi siapa saja yang ingin melihat lebih dekat vihara ini,” ungkap Suhu Dharma Surya kepada Sumut Pos.

Soal barang-barang bersejarah di vihara, Suhu Dharma menjelaskan, ada berbagai barang peninggalan yang berumur lebih dari 120 tahun dan dibawa langsung dari Tiongkok. Misalnya saja arca Dewa Kwanti Kong, kecapi, tambur, topi, alat musik gesek Rebab, alat tulis kuno, gigi ikan hiu gergaji yang sebagian barang itu ditempatkan di kaca agar dapat dilihat langsung oleh pengunjung.

Menyambut malam Imlek, menurut Suhu Dharma, vihara menggelar pertunjukan Barongsai dan melepaskan 108 buah lilin dalam lampion. Jumlah 108 itu melambangkan jumlah biji dalam tasbih umat Buddha, sedangkan makna pelepasan lampion adalah doa agar Tuhan memberikan kedamaian bagi seluruh umat beragama di dunia.

“Imlek tahun ini bertepatan dengan tahun Naga Air. Saya berpendapat negara ini akan subur dan setiap usaha pasti berjalan sukses,’’ yakin Suhu Dharma yang juga tercatat sebagai ketua Ontel Pedati Kota Tebing Tinggi. Harapan kita pun begitu. Semoga yang diyakini Suhu Dharman benar adanya. Gong Xi Fa Cai. Selamat hadir Naga Air ! (val/tms/adl/sus/spy)

Exit mobile version