Site icon SumutPos

Pingsan Dipukuli Guru, Siswa SMA di Nisel Harus Operasi

Jurdil Mendrofa (17) terbaring di Rumah Sakit Murni Teguh, Medan, Rabu (28/2). Dia mengalami tindak kekerasan yang dilakukan gurunya karena terlambat masuk kelas.

SUMUTPOS.CO – Guru menghukum siswa nakal, itu biasa. Tetapi hukuman yang diberi guru olahraga di Nias Selatan, Sumut, ini telah melampaui batas. Jurdil Mendrofa (17) sampai pingsan dipukuli gara-gara telat masuk ruangan kelas. Bahkan buntutnya, Jurdil harus menjalani operasi akibat pembekuan darah di kepalanya.

 

————————————

Famo & Diva, Nias & Medan

———————————–

 

Kisahnya berawal pertengahan Agustus 2017, sekitar 6 bulan lalu. Saat itu kelas Jurdil Mendrofa di SMAN 1 Amandraya Nias Selatan (NIsel), harusnya masuk mata pelajaran Olahraga. Entah bagaimana. Jurdil telat masuk ruangan.

Merasa disepelekan, guru olahraganya, Nestor Halawa, mengamuk. Ia menghajar Jurdil di depan teman-teman kelasnya. Sang guru baru berhenti memukul setelah Jurdil pingsan.

“Keluarga guru membawa adik saya ke Puskesmas terdekat. Kondisinya pingsan. Abang saya, bapak Jurdil, baru tahu anaknya pingsan karena dipukuli guru pas sudah di Puskesmas,” kata Murniati, kakak korban, kepada Sumut Pos, kemarin.

Saat di Puskesmas, keluarga guru olahraga itu minta berdamai dan berjanji membiayai perobatan siswa SMA itu. Saat itu, pihak keluarga korban menolak permintaan damai, karena kondisi Jurdil masih belum jelas.

“Karena kondisinya makin parah, keesokan harinya Jurdil dibawa ke RSUD Gunung Sitoli. Beberapa hari di rumah sakit, dia kami bawa pulang meski kondisinya masih pusing dan lemah. Perobatan diteruskan secara rawat jalan,” katanya.

Namun beberapa waktu kemudian, Jurdil kembali mengeluhkan sakit di kepalanya. “Dan tiba-tiba dia pingsan dan kejang. Kami pun melarikannya ke RS Gunungsitoli. Dokter di sana menyarankan agar kepalanya discanning. Tetapi karena di Gunung Sitoli tidak ada alat scanning kepala, awal Februari kami membawa Jurdil ke rumahsakit Murni Teguh di Medan. Di situlah diketahui ada penggumpalan darah di kepala.

“Hasil diagnosa dokter, ada penyumbatan pembuluh darah ke otaknya. Gara-gara itu Jurdil mengalami kekurangan pasokan oksigen ke otak. Sebelum-sebelumnya dia nggak pernah mengalami masalah di kepalanya,” ungkap Murniati.

Keluarga menduga, penyempitan pembuluh darah ke otak kecil Jurdil adalah akibat penganiayaan yang dilakukan gurunya, Agustus tahun lalu.

Selanjutnya, Jurdil dioperasi di bagian kepala. Operasi dilakukan sekira dua pekan lalu di RS Murni Teguh.

Usai operasi, Jurdil tetap menjalani perobatan. “Kondisi adik kami sekarang sudah mulai membaik. Proses pemulihanlah sekarang,” katanya.

Meski demikian, menurut dokter, Jurdil masih perlu menjalani operasi lanjutan. “Tadi sudah check up lanjutan di Murni Teguh. Nanti akan dilakukan operasi lanjutan,” kata Murniati.

Dilaporkan ke Polisi

Abang korban, Boi Mendrofa, yang dihubungi Sumut Pos via telepon menyebut, sikap guru olahraga yang menganiaya Jurdil itu, bukan lagi bentuk pembinaan. Melainkan sebuah penganiayaan.

“Selama ini adik kami itu tidak ada sakit di kepalanya, dia baik-baik saja. Tapi, setelah dipukuli gurunya, adik kami itu sering merasa sakit di kepalanya,” ungkap Boi, Rabu (28/2).

Dia mengatakan,  pascapemukulan tersebut, belum ada itikad baik sang guru meminta maaf kepada keluarga mereka. Hanya keluarga si guru yang diutus untuk meminta maaf dan berdamai. “Itu yang kita kecewakan. Sampai sekarang belum ada permintaan maaf langsung guru tadi,” terangnya.

Atas kejadian ini, keluarga korban melaporkan kasusnya ke Polres Nisel. Tapi saat ini prosesnya masih pemeriksaan saksi-saksi, yakni teman-teman Jurdil yang menyaksikan kejadian pemukulan itu.

Kasat Reskrim Polres Nias Selatan, AKP Antoni Tarigan, saat dikonfirmasi via telepon selulernya, kemarin membenarkan pihaknya telah menerima laporan keluarga korban tentang dugaan penganiayaan itu. “Anggota telah melakukan penyidikan. Namun agak terkendala karena baru ada 2 dari 9 saksi yang bersedia diperiksa. Sementara 7 lainnya tidak mau menghadiri undangan polisi. Kalau hasil visum korban sudah kita peroleh,” katanya.

Kasek: Pelaku Siap Usahakan Biaya

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Amandaya Nias Selatan, Faatulowa’a Halawa, yang dikonfirmasi Sumut Pos, mengakui adanya kejadian pemukulan oleg guru kepada seorang siswa di sekolahnya. Dijelaskannya, kejadian berlangsung pada tanggal 19 Agustus 2017 lalu.

“Kebetulan saat kejadian saya lagi dinas luar mengikuti  sosialisasi aset di Kantor Gubernur Sumatera Utara,” terangnya.

Setelah mendapat informasi kejadian, dirinya memerintahkan Wakil Kepala Sekolah sebagai pelaksana tugas agar bersama guru-guru  membawa korban ke puskesmas terdekat untuk dirawat. Ternyata besoknya korban dirujuk ke Rumah Sakit  Gunungsitoli.

Empat hari setelah dirawat  di RS, dokter menyatakan korban bisa pulang karena dinilai sudah sehat. Korban pun pulang ke rumah keluarganya. “Kalau korban masih pening-pening, saat itu dinilai wajar saja,” ujarnya.

Pascakejadian, pihak sekolah mencoba melakukan upaya damai (mediasi) antara keluarga korban dan pelaku. Namun pihak orang tua korban menolak, dengan alasan anaknya masih sakit.

Pulang dari rumah sakit, korban menjalani Rawat Jalan selama sebulan, hingga kemudian korban aktif kembali di sekolah.

“Karena korban sudah aktif di sekolah, pelaku dan keluarganya kembali meminta untuk damai. Upaya damai dibicarakan di rumah pelaku,  dihadiri Kepala Desa, Pengurus Komite Sekolah, tokoh masyarakat, dan keluarga korban,” katanya.

Pada awal-awal pembicaraan, pihak keluarga korban mau berdamai. Namun usai acara makan, tiba-tiba pihak keluarga korban berubah sikap dan memilih pergi dari lokasi pertemuan. Alasannya, korban sakit lagi dan harus dibawa ke dokter. Pertemuan pun bubar.   

Selanjutnya, keluarga korban sepakat berdamai, dengan syarat dokter menyatakan korban tidak apa-apa. Pelaku menerima syarat itu.

“Keluarga kembali membawa korban kembali ke rumah sakit Gunungsitoli. Setiba di Rumah Sakit, dokter yang menanganinya bertanya: ‘Kenapa lagi dibawa berobat? Kemarin anak ini sudah sehat?’ Keluarga korban menjawab: ‘Untuk memastikan syarafnya tidak ada gangguan, karena korban masih pening-pening. Kami tidak mau sarafnya terganggu’,” kata Kasek panjang lebar.

Selanjutnya, abang korban bertanya kepada dokter, bagaimana kalau korban dibawa ke Medan. Dokter menjawab: “Yah silakan… kalau menurut saya korban tidak apa-apa, tidak ada gangguan sarafnya.”

Keluarga korban ternyata tetap bertahan harus membawa korban ke Medan. Alasannya, korban masih sering pusing dan mengeluhkan sakit kepala.

Menjawab keluarga korban, guru olahraga yang memukul Jurdil mengatakan: ‘Ya silakan saja. Tapi saya minta diberi kesempatan dua minggu mengusahakan biayanya’.

Sang kepala sekolah juga mengakui, pihaknya telah didatangi personil Polres Nias Selatan, pada Oktober 2017 lalu, terkait kasus tersebut. “Saat itu saya dan wakil kepala sekolah dimintai keterangan. Polisi juga memeriksa kondisi korban,” katanya.

Menurut Kasek, pelaku bersedia bertanggung jawab atas kejadian itu. Hanya saja karena kondisi keuangannya, pelaku pasrah jika akhirnya keluarga korban menempuh jalur hukum. (dvs/mag-09/mea)

Exit mobile version