Site icon SumutPos

Anak Medan Terduga Teroris Tewas di Filipina

Pengumuman yang diunggah di halaman Facebook (Facebook Philippine National Police (PNP) kantor regional 10 Vicente Garcia Alagar)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Muhammad Ilham Syahputra, warga Kota Medan, Sumatera Utara, dikabarkan tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina. Ilham dikabarkan terlibat dalam aksi teror di Kota Marawi, Mindanao, Filipina. Bersama kelompok Maute yang sudah berbaiat kepada ISIS, mereka melawan gempuran militer setempat. Bahkan sampai kemarin (31/5), konflik yang membuat Marawi berubah menjadi medan tempur masih berlanjut.

Awalnya, informasi WNI terlibat dalam konflik tersebut sempat simpang siur. Namun keterangan dari Philippine National Police (PNP) dan Polri menegaskan hal itu. ”Otoritas kepolisian Filipina (PNP) merilis ada tujuh WNI yang patut diduga terlibat  dalam penyerangan terhadap Kota Marawi di Filipina Selatan,” terang Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul, kemarin. Tujuh WNI itu berasal dari beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kota Medan.

Menurut Martin, tujuh WNI itu bertolak dari Indonesia dan masuk Filipina secara resmi. Mereka memiliki paspor. ”Sudah bisa dikonfirmasi bahwa mereka berangkat karena ada catatan dari pihak kepolisian,” ungkap  dia. Berdasar data dari PNP dan Polri, foto empat dari tujuh WNI itu sudah disebar. Sedangkan tiga lainnya belum, lantaran kepolisian Filipina maupun Indonesia belum mengantongi foto mereka.

Secara lebih rinci, Martin membeberkan identitas empat WNI terduga teroris yang sudah dirilis PNP. Yakni Al Ikhwan Yushel, Yayat Hidayat Tarli, Anggara Suprayogi, dan Yoki Pratama Windyarto. Mereka berangkat dari Indonesia ke Filipina pada medio Maret – April. ”Yayat Hidayat Tarli berangkat ke Filipina 15 April 2017 bersama Anggara Suprayogi,” kata mantan kabid humas Polda Metro Jaya itu.

Sebelumnya, Yoki Pratama Windyarto terbang ke Filipina 4 Maret 2017. Selang tiga pekan, Al Ikhwan Yushel menyusul pergi ke negeri di bawah kendali Rodrigo Duterte itu. Sedangkan tiga WNI terduga teroris lainya meliputi Moch Jaelani Firdaus, Muhamad Gufron, dan Muhammad Ilham Syahputra warga Kota Medan. Namun, Muhammad Ilham Syahputra diinformasikan tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina. ”Yang satu orang patut diduga telah meninggal dunia,” ucap Martin.

Meski sudah mengantongi data tujuh WNI teduga teroris tersebut, Polri belum bisa memastikan keberadaan mereka. Masih ada di Filipina atau malah sudah keluar dari sana. ”Itu yang masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut,” imbuh Martin.

Sambil memastikan hal itu, Polri meneruskan informasi dari PNP ke seluruh jajaran kepolisian tanah air. Mulai tingkat polda, polres, sampai polsek yang tersebar di berbagai wilayah. Martin memastikan, tujuh WNI itu berbeda dengan 16 plus 1 WNI yang sudah dirilis lebih dulu oleh Kementerian Luar Negeri. ”Itu orang yang berbeda,” tegas dia.

Berdasar informasi yang dia terima, 16 plus 1 WNI itu sudah berada di Kota Davao dan akan dipulangkan ke Jakarta. Di antara konflik yang masih panas, pemerintah berusaha secepat mungkin memulangkan mereka.

Sementara, Polda Sumut mengaku masih siaga paskateror bom Kampung Melayu, Jakarta Timur. Mengenai adanya warga Kota Medan yang diduga terlibat teroris dan bergabung dengan ISIS di Filipina, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting tak memberikan penjelasan konkrit.

Menurut Rina, pihak Imigrasi yang memiliki kewenangan penuh mengawasi setiap warga yang datang dan pergi dari Indonesia. “Yang melakukan pengecekan warga yang berangkat keluar negeri bukan Polisi, silakan ditanyakan kepada pihak Imigrasi,” kata Rina menjawab Sumut Pos, Rabu (31/5).

Ketika disoal tentang keberadaan intelijen Kepolisian untuk memantau bibit dan keberadaan paham ISIS di Sumut, menurut Rina, intel yang dimiliki Polisi sudah barang tentu melakukan hal itu. “Intelijen itu memang salah satu tugas pokoknya melakukan penyelidikan,” katanya.

Tentara Filipina di Marawi.

Humas Kemenkuham Sumut Josua Ginting mengaku belum mendapatkan kabar ada warga Medan bernama Muhammad Ilham Syahputra yang disebut bergabung dengan kelompok teroris di Filipina. “Belum ada kita dapat kabar. Malah saya tahu dari anda (Sumut Pos,red). Namun akan kita lakukan kordinasi dengan pihak Direktorat Jendral Imgirasi Pusat di Jakarta,” kata Josua, Rabu (31/5) sore.

Josua mengatakan, walaupun Ilham disebut-sebut warga Medan, namun belum belum tentu dia berangkat ke Filipina melalui Bandara Kualanamu Internasional Airport. “Bisa jadi, berangkatnya dari daerah lain. Kita tidak bisa memantaunya. Yang bisa memantau itu, lintas batas negara pemeriksaan imigrasi. Yang memiliki data perjalanan itu, adanya di Dirjen Imigrasi. Kalau kita tidak ada,” jelasnya.

Namun untuk mengetahui hal itu, Josua mengaku akan berkordinasi dengan Dirjen Imigrasi Kemenkuham. “Tapi, agak sulit. Karena itu data rahasi tidak bisa dipublikasi. Semua data perjalanan warga Indonesia bepergian ke luar negeri dan warga asing masuk ke Indonesia ada di Dirjen Imigrasi,” tandasnya.

Hal yang sama disampaikan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Divisi Imigrasi Kemenkuham Sumut, Sabarita Ginting. Dia juga mengaku akan mengecek kebenaran itu.”Saya baru turun dari pesawat ini, jadinya saya belum tahu. Nanti saya cek sama anggota lah,” katanya saat dihubungi via ponsel.

Pengamat terorisme Al Chaidar tidak kaget mendapat informasi tujuh WNI diduga terlibat dalam aksi teror di Marawi. Sebab, sejak 2014 sampai 2017 banyak WNI bertolak ke Filipina untuk berlatih bersama Kelompok Maute. ”Mereka memang terlibat sebagai teroris,” kata dia kepada Jawa Pos. Filipina menjadi tempat berlatih dengan fasilitas Kelompok Maute. Asal para teroris tersebut dari berbagai jaringan dan kelompok. Salah satunya Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Muhammad Ilham Syahputra warga Medan yang dilaporkan sudah tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina, kata Al Chaidar, adalah salah seorang anggota MIT. ”Anak buah Santoso,” jelasnya. Namun demikian, dia belum tahu pasti jumlah WNI yang berangkat ke Filipina untuk berlatih bersama Kelompok Maute. Yang pasti, mereka sudah dalam kondisi siap perang. Karena itu, dia tidak heran apabila mereka terlibat dalam aksi teror di Marawi.

Berkaitan dengan potensi gerakan dari Filipina Selatan ke Indonesia, Al Chaidar mengungkapkan bahwa Kelompok Maute maupun ISIS tidak akan sembarangan bergerak. Sebab, mereka butuh persiapan matang. Termasuk di antaranya sumber daya dan infrastruktur. ”Dalam lima tahun mungkin masih di Mindanao,” kata dia. Namun demikian, pemerintah tidak boleh lengah. Mereka tetap harus waspada.

Al Chaidar mendukung langkah pemerintah dengan mengerahkan TNI dan Polri ke wilayah perbatasan Indonesia – Filipina. ”Saya kira memang harus,” imbuhnya. Terpisah, Menhan Ryamizard Ryacudu menyebutkan, pemerintah Indonesia sudah lama mewaspadai gerakan ISIS di Filipina Selatan. Mereka tidak tinggal diam dengan gerakan tersebut. Apalagi pasca konflik di Marawi pecah.

Pejabat yang akrab dipanggil Ryamizard itu menyatakan, antisipasi dilakukan dengan menyiagakan pasukan di darat, laut, dan udara. Bukan hanya di wilayah Sulawesi Utara, Kalimantan Utara pun demikian. ”Itu sudah diantisipasi,” ujarnya. Senada, Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Alfret Denny Tuejeh. ”Sejak pagi hari setelah kejadian di Marawi pangdam langsung melaporkan langkah-langkah yang dilakukan,” tegasnya. (byu/syn/jpg/dvs/gus/adz)

Exit mobile version