Site icon SumutPos

Ribuan Pengungsi Gempa & Tsunami Palu Butuh Logistik

EVAKUASI KORBAN: Personel TNI menggendong seorang korban gempa dan tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9). Hingga kemarin siang, BNPB mencatat 832 orang meninggal dunia dan 540 luka berat.

Gempa dan tsunami yang melanda Kota Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah (Sulteng), Jumat (28/9) baru lalu, menyebabkan 832 orang meninggal dunia. Jumlah itu terdiri dari 821 orang di Palu dan 11 orang di Donggala. Korban luka berat sebanyak 540 orang. Adapun jumlah pengungsi mencapai 16.732 orang, yang tersebar di 24 titik. Ribuan pengungsi ini membutuhkan air bersih, obat-obatan, dan bahan makanan.

KEPALA Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan , jumlah pengungsi terus bertambah. Pasalnya, masyarakat yang berlari ke bukit pada saat gempa, kini sudah turun dan bergabung ke pos-pos pengungsian Menurut Sutopo, dengan banyaknya pengungsi, kebutuhan air bersih menjadi mendesak.

Termasuk, obat-obatan dan bahan makanan. “Air bersih, bahan makanan, alat penerangan, genset, kantong mayat, kain kafan, makanan bayi dan anak, serta kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya ini menjadi kebutuhan yang mendesak,” ujarnya di kantornya, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Minggu (30/9).

Terlebih, ketersediaan logistik yang ada di kota Palu, Kabupaten Donggala, dan daerah yang terdampak lainnya sangat terbatas. “Toko, pasar, sampai saat ini masih tutup tidak melakukan aktivitas sehingga menjadi kendala keterbatasan,” tegas dia.

Rumah sakit dadakan juga sangat dibutuhkan. Saat ini, TNI telah menambah personel tim medis dan akan membangun rumah sakit di lapangan. “Kapal rumah sakit KRI Dokter Soharso juga dikirim dari Surabaya menuju ke Palu,” tambah Soetopo.

Sementara itu, jalur darat Palu-Poso dan Palu-Mamuju kondisinya sudah bisa ditembus. “Hari ini kita mendapat laporan bahwa akses jalan sudah bisa ditembus sehingga pengiriman bantuan personel, logistik dan sebagainya bisa menggunakan jalur darat Palu-Poso dan Palu-Mamuju,” kata Sutopo.

Dia juga menekankan kelompok relawan yang ingin membantu penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu dan wilayah terdampak lainnya harus berpengalaman. “Kita enggak asal relawan dapat, bantu di sana. Perlu relawan yang terlatih. Syukur yang sudah tersertifikasi, profesional, sehingga betul-betul bisa membantu,” tegasnya.

Sutopo juga mengingatkan, kondisi di Palu dan sekitarnya serba terbatas dan cukup rawan. Sehingga hanya relawan-relawan yang memiliki spesifikasi tertentu yang bisa membantu penanganan darurat bencana. “Karena banyak bangunan yang roboh maka yang diperlukan adalah relawan-relawan memiliki keahlian urban SAR (search and rescue) dan sebagainya. Jadi relawan pun punya jenis spesifikasinya,” ungkap Sutopo.

“Apalagi dengan kondisi yang ada di sana dengan keterbatasan yang ada, air bersih terbatas, sehingga kalau datang lalu perlu membawa sendiri sehingga tidak merepotkan bagi daerah yang didatangi,” katanya.

Saat ini, kata Sutopo, kelompok-kelompok relawan yang datang juga berdasarkan kebutuhan di lapangan. Mereka juga datang dengan dukungan sumber daya yang cukup untuk menunjang operasional mereka. “Apalagi datangnya dengan sumber daya mereka sendiri, menggunakan pesawat sendiri, kapal sendiri, kendaraan sendiri dan membawa obat-obatan termasuk alat-alatnya. Itu yang kita perlukan,” ungkap dia.

Terkait penanganan para korban, Presiden Joko Widodo yang langsung meninjau kondisi Kota Palu paskagempa, telah menginstruksikan kepada jajaran kementerian, TNI, Polri agar bertindak cepat untuk menanggulangi gempa di Sulawesi Tengah. Jokowi menekankan, langkah pertama yang akan dilakukan adalah mengevakuasi para korban. “Pertama, yang paling penting saya tekankan, kepada seluruhnya agar penanganan yang dilakukan pertama adalah berkaitan dengan evakuasi,” tegas Jokowi.

Hingga saat ini korban meninggal dunia berjumlah 610. Jumlah itu bisa saja bertambah karena ada beberapa desa di sejumlah kabupaten yang masih tersisolir dan belum teridentifikasi. ”Karena alat berat belum ada, juga belum bisa dilaksanakan evakuasi. Besok pagi Insya Allah pak Menteri PU sudah mengerahkan alat berat dari Mamuju, Gorontalo, menuju ke sini. Besok pagi evakuasi yang kita perkirakan ada korban,” sebut mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Hal lain yang dianggap genting setelah evakuasi adalah keterbatasan bahan bakar. Sejumlah SPBU di kota Palu sebelumnya disesaki warga. Mereka berdesak-desakan hingga berebutan untuk melakukan pengisian. ”Kita melihat di lapangan SPBU penuh masyrakat ingin mendapatkan BBM. Masalahnya karena menuju ke sini banyak, jembatan runtuh dan lain-lain. Saya perintahkan Menteri ESDM dan BUMN untuk membawa BBM dengan pesawat entah dari Makassar, Balikpapan atau Jawa. Pesawat khusus BBM khusus besok urusan BBM sudah bisa kita selesiakan,” janjinya.

Selanjutnya berkaitan dengan lisrik. Dia menyebut tiga kabupaten yang terdampak gempa memiliki tujuh gardu listrik. Namun yang berfungsi hanya dua. Lima diantaranya masih bermasalah sehingga perlu penangan khusus. ”Saya sudah telepon Menteri ESDM, ini (pasokan listrik) diselesiakan dengan gardu mobile.Dikirim dari Jawa menuju Palu, semoga cepat diselesaikan berkaitan dengan listrik,” imbuh mantan Wali Kota Solo itu.

Khusus kebutuhan logistik berupa makanan dan air, Jokowi juga berkeinginan agar jajarannya mampu memberikan percepatan penanganan. Di Palu, nyaris sebagian besar kawasan perbelanjaan, seperti pasar, toko-toko modern belum beroperasi.

“Sehingga masyarakat ingin membeli minuman yang jualan belum ada. Kita harapkan segera bisa diatasi. Kita harapkan masa darurat bisa diselsaikan secepat-cepatnya. Masuk rehabiliatasi dan rekonstruksi, baik sekolah, rumah sakit, jembatan dan lain-lain,” pungkasnya.

Mengenai uang santunan, BNPB mengatakan, ahli waris korban meninggal dunia mendapatkan uang santunan sebesar Rp15 juta per jiwa. “Itu mekanismenya sesuai regulasi yang ada bahwa santunan duka cita bagi keluarga korban yang meninggal dunia itu Rp15 juta per jiwa yang akan diberikan kepada ahli warisnya dan ditangani oleh Kemensos,” kata Sutopo.

Sutopo mengatakan jumlah data korban harus benar-benar akurat. Sebab data tersebut yang akan menjadi dasar pemberian bantuan dari pemerintah. “Oleh karena itu data korban meninggal harus betul fix nama dan alamatnya yang kemudian berdasarkan laporan dari aparat setempat bahwa betul dia adalah warga saya nanti Mensos akan memberikan,” ungkapnya.

Namun Sutopo mengaku tidak mengetahui kapan bantuan itu akan diberikan karena merupakan kewenangan Kementerian Sosial. Sementara itu BNPB menyediakan dana siap pakai Rp506 miliar untuk penanganan darurat.

“BNPB masih ada dana siap pakai Rp506 miliar untuk penanganan darurat yang siap untuk digunakan memberikan penanganan darurat di Sulteng baik kabupaten, kota, dan provinsi. Kalau ada kekurangan, BNPB akan mengajukan ke Kemenkeu. Masalah pendanaan ini jadi kendala karena kita mengalami gempa Lombok belum selesai, memerlukan dana triliunan dan juga ditambah keperluan dana di Sulteng,” sambungnya.

Selain bantuan pendanaan, BNPB juga melakukan bantuan teknis dan manajerialnya. “Dukungan bantuan logistik, peralatan, tertib adminsitrasi juga akan dilakukan. Bantuan-bantuan kebutuhan untuk penanganan para korban dibelanjakan, diprioritaskan di Makassar kemudian segera diangkut menggunakan pesawat Hercules ke Palu,” terangnya.

Pemerintah pusat juga pasti mendampingi untuk menangani gempa di Sulteng. “Perkara dananya hampir 99 persen dari pemerintah pusat. Nggak apa-apa tapi tetap pemerintah daerah dilibatkan,” imbuhnya.


Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palu Selamat

Pascagempa bumi dan tsunami yang terjadi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9), Wali Kota Palu, Hidayat dikabarkan meninggal dunia akibat disapu tsunami. Namun belakangan, kabar tersebut dibantah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kemendagri memastikan bahwa Hidayat dalam keadaan sehat.

“Pak Wali Kota Hidayat dalam keadaan sehat, pentingnya check and recheck untuk menyebarkan informasi,” kata Kapuspen Kemendagri Bahtiar saat dikonfirmasi, Minggu (30/9).

“Kasihan kalau diterpa kabar hoax, mereka sedang tertimpa musibah,” ungkapnya.

Sama seperti Hidayat, kondisi Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo Samsudin Said alias Pasha Ungu dalam kondisi sehat dan selamat. Pasha dan istri, Adelia Wihelmina selamat dari guncangan gempa 7,7 berkekuatan skala richter (SR) itu. Hal itu terlihat dari sejumlah foto yang beredar di media sosial. Pasha bersama istrinya Adelia tengah tertidur di tenda pengungsian bersama para korban. “Ya Allah hari ini gempa 2 kali kenceng banget di Palu,” tulis Adelia, Jumat (28/9).

Kondisi Adelia dan Pasha selamat, namun mereka memilih tak berada di dalam bangunan karena gempa susulan masih terus terjadi. “Mudah-mudahan kita dalam lindungan Allah SWT, Amin ya Allah,” jelas Adelia.

Pasha juga bersyukur bisa selamat dari gempa dan tsunami. Dia sempat berada di salah satu lokasi yang diterjang tsunami. “Sebelumnya saya berada di lokasi kejadian. Kalau seandainya itu bukan nyawa dan rezeki saya, sepertinya saya sudah meninggal,” kata Pasha di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (30/9).

Saat gempa dan tsunami menerjang Palu, Pasha sedang berada di kediamannya. Namun, karena merasa tidak aman Pasha bersama istrinya Adelia Wilhelmina pindah ke pengungsian. “Saya saat kejadian berada di rumah. Usai memberikan arahan pada camat dan lurah soal gladi ulang tahun Kota Palu,” terang pasha.

Tsunami Palu Tak Terdeteksi?

Dua hari terakhir, banyak orang mengungkapkan keheranannya soal peringatan dini dan penanganan bencana. “Kok bisa tsunami Palu enggak tahu?” “Memang kita enggak punya peta hazard sampai enggak tahu?”

Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z Abidin mengungkapkan keruwetan masalah yang dihadapi saat gempa Donggala yang diikuti tsunami Palu. Ia menjelaskan, BIG sebenarnya mengelola satu stasiun pasang surut di dermaga Kota Palu. Dalam stasiun itu terdapat alat pengukur pasang surut yang berfungsi mendeteksi tsunami. Didukung dengan daya listrik, stasiun akan meneruskan data pasang surut ke pemangku kepentingan seperti BIG dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

“Stasiunnya persis di pinggir laut. Online pakai listrik. Sebelum gempa sebenarnya berfungsi tetapi begitu gempa komunikasi listrik mati,” jelasnya.

Hasan menambahkan, dia sendiri tak tahu nasib stasiun pasang surut, apakah hancur akibat gempa dan tsunami atau masih berdiri.

“Yang jelas begitu listrik mati, data berhenti mengalir. Inilah tantangannya kalau alat tergantung listrik. Kita mengandalkan baterai cadangan tetapi ternyata juga tidak berfungsi,” ungkapnya.

Ketika stasiun pasang surut tak berfungsi, sebenarnya masih ada satu harapan: buoy tsunami yang biasanya dipasang di lepas pantai. “Tapi yang saya tahu kita tidak punya buoy tsunami di Palu. Buoy tsunami juga punya masalah. Banyak yang hilang dicuri,” ungkap Hasan.

Gempa Palu, kata Hasan, punya pelajaran penting soal perlunya infrastruktur peringatan dini gempa dan tsunami. “Kita perlu buoy tsunami dan back up jika satu tidak berfungsi. Termasuk soal stasiun pasang surut, bagaimana bisa tetap beroperasi dengan baterai cadangan,” katanya.

“Kita pun harus berpikir soal listrik yang tahan gempa. Setiap kali gempa listrik mati,” imbuhnya, Minggu (30/9). (zak/imk/rul/dna/jpc/bbs)

Exit mobile version