Site icon SumutPos

Buruh Ngotot UMP Sumut Rp2,1 Juta

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ratusan buruh melakukan aksi longmarch di di sekitar Jalan Balai Kota Medan, Senin (1/5) lalu, memperingati hari buruh sedunia atau May Day.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI menginstruksikan agar gubernur di masing-masing provinsi segera menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2018. Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/x/2017 tertanggal 13 Oktober 2017. Penetapan UMP di masing-masing provinsi wajib ditetapkan dan diumumkan serentak hari ini, Rabu (1/11).

Menyahuti surat edaran itu, Dewan Pengupahan Sumut telah mengusulkan kepada Gubernur Sumut (Gubsu) UMP untuk tahun depan. Besaran yang dipatok sesuai PP Nomor 78/2015 tentang pengupahan, sebesar Rp2,13 juta.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Sumut Frans Bangun mengaku telah menerima hasil kesepakatan anggota Dewan Pengupahan Sumut tentang usulan UMP Sumut 2018. Dalam kutipan tersebut, telah dilakukan rapat antara unsur tripartit yakni pengusaha, serikat pekerja/buruh, unsur pemerintah serta unsur pakar/perguruan tinggi, pada pekan lalu.

“Saya kira ketentuan dari PP 78/2015 itu wajar. Intinya kan bagaimana ekonomi kita bisa berjalan. Jadi perhitungan berdasarkan inflasi itu sesuai kebutuhan,” ujar Frans kepada Sumut Pos, Selasa (31/10).

Adapun perhitungan kenaikan UMP berdasarkan ketentuan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, PP 78/2015 tentang Pengupahan adalah pencapaian kebutuhan hidup layak sebesar 108,71 persen dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Sumut 2017 sebesar Rp1.961.354,69 atau 8,71 persen di atas UMP Sumut yang berlaku saat ini.

Perhitungan tersebut juga ditambah dengan tingkat inflasi nasional tahun ke tahun pada September 2016 sampai September 2017 sebesar 3,72 persen dan persentase Pertumbuhan Domestik Bruto Nasional kwartal III dan IV 3016 serta kwartal I dan II 2017 dari Badan Pusat Statistik sebesar Rp4,99 persen. Sehingga hasil perhitungan ditetapkan UMP Sumut 2018 sebesar Rp2.132.188,68,-.

“Tentu ini melalui kajian mendalam juga. Sedangkan soal puas atau tidak, sebagai manusia tetap saja mungkin ada yang merasa kurang. Karena itu kita dorong untuk dilakukan dialog,” sebut Frans.

Begitu juga batas minimum lanjutnya, UMP adalah jaring pengaman antara kepentingan buruh/pekerja dengan kepentingan perusahaan/pengusaha. Sehingga diambil jalan tengah melalui perhitungan berdasarkan tiga hal yakni KHL, inflasi serta pertumbuhan ekonomi.

“Kalau memang ada yang sepakat antara buruh dan pengusaha menetapkan di atas itu (UMP) silahkan. Dan jika memang ada yang kurang pas, biasanya serikat pekerja itu lakukan dialog,” sebutnya.

Menaker Hanif Dhakiri.

Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri mengatakan, penetapan UMP masih akan merujuk pada PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Ia mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan surat edaran tersebut ke seluruh gubernur se-Indonesia. “Sudah saya lengkapi dengan data inflasi nasional, pertumbuhan ekonomi  dan data lainnya,” katanya.

Hanif menambahkan, UMP juga berlaku bagi pekerja outsourcing. “Bagi semua yang terikat kontrak kerja, UMP akan tetap berlaku,” kata Politikus PKB ini.

Penetapan upah ini penting, kata Hanif, untuk menciptakan iklim usaha yang baik berupa kepastian bagi para pengusaha serta kepastikan bagi pekerja untuk mendapatkan kenaikan upah. Menurut Hanif, para pekerja tidak lagi perlu melakukan demo menuntut kenaikan upah. “Setiap tahun upah pasti naik,” katanya.

Tentang PP 78, Hanif mengharap semua pihak mengetahui bahwa kenaikan upah setiap tahun bersifat prediktif. Sesuai dengan formulasi yang diatur dalam PP 78. “Dengan model begini sudah win-win solution, semua senang,” kata mantan Anggota DPR ini.

Dengan ini, Hanif berharap dunia usaha akan terus berkembang, serta lapangan pekerjaan baru tercipta yang akan membuat angkatan kerja baru untuk masuk. “Jangan sampai yang sudah bekerja menghambat yang belum bekerja,” kata Hanif.

Sementara itu, kalangan pekerja masih belum setuju PP 78 sebagai patokan penentuan upah. Presiden Kenfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, dari notulen rapat dewan pengupahan DKI beberapa lalu misalnya, terlihat bahwa pemerintah setuju penetapan UMP memakai Kriteria Hidup Layak (KHL) “Jadi tidak pakai PP no 78,” kata Iqbal.

Iqbal menambahkan, untuk UMP propinsi lainnya di luar DKI, tidak penting bagi buruh karena yang penting adalah UMK yang direkomendasi oleh bupati dan wali kota dan sejauh ini kaum buruh yakin PP No 78 tidak bisa dipakai karena melanggar UU no 13/2003. “Ini sudah dikuatkan oleh putusan PTUN Jakarta yang menyatakan penetapan UMP DKI berdasarkan hasil survei KHL,” pungkasnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Ratusan buruh melakukan aksi longmarch di di sekitar Jalan Balai Kota Medan, Senin (1/5) lalu. Ratusan buruh di kota Medan melakukan aski daam untuk memperingati hari buruh sedunia atau May Day.

Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Sumut, Arsula Gultom mengaku akan menolak penetapan UMP jika tidak sesuai dengan UU No 13 tahun 2003. Karena, dalam penetapan UMP yang mengacu pada PP No 78 tahun 2015 dirumuskan hasil inflasi nasional ditambah produk domestik bruto. Dengan demikian, inflasi nasional sebasar 3,07 persen lebih ditambah 5,18 persen produk domestik bruto hasilnya 8,25 persen kenaikan UMP dari UMP sebelumnya yang akan ditetapkan Gubsu sesuai dengan keputusan pada PP No 78 tahun 2015.

“Dari rumusan PP No 78 tahun 2015, penetapan UMP di Sumatera Utara lebih rendah, bila dibandingkan dengan penetapan UMP yang mengacu pada UU No 13 tahun 2003 diberlakukan survei daerah yang berdasarkan inflasi daerah ditambah produk domestik bruto maka UMP di Sumater Utara lebih tinggi,” jelas Arsula.

Dijelaskan pria yang telah lama di pergerakan serikat buruh ini, dengan acuan UU No 13 tahun 2003 dapat dijabarkan inflasi daerah sebagar 5 persen lebih ditambah 5,18 persen produk domestik bruto hasilnya upah kenaikan 10,18 persen.

“Bagi kita PP No 78 tahun 2015 itu mengacu pada inflasi nasional, jadi lebih kecil kenaikan UMP dibanding dengan UU No 13 tahun 2003 yang mengacu pada inflasi daerah. Kalau begitu dicabut dulu UU No 13 tahun 2003, jangan dikeluarkan penetapan PP No 78 tahun 2015,” tegas Arsula.

Bila penetapan UMP itu ditetapkan Gubsu, maka seluruh lapisan elemen buruh akan tetap menolah dan mendesak dicabut PP no 78 tahun 2015. “Sekarang mana lebih tinggi, undang – undang atau peraturan presiden, kepada gubsu agar lebih bijak menyikapi UMP yang akan ditetapkan, karena ada beberapa kepala daerah menetapkan UMP berdasarkan UU N0 13 tahun 2003, harapan kita gubsu dapat melakukan hal yang sama demi kesejahteraan buruh di Sumatera Utara,” ungkap Arsula.

Bila nantinya, kata Arsula, Gubsu mengeluarkan penetapan UMP sesuai dengan PP No 78 tahun 2015, maka seluruh elemen buruh akan melakukan aksi dan orasi untuk melakukan penolakan dengan turun ke jalan.

“Yang jelas gubernur diminta untuk membacakan UMP diberi waktu dari 1 November sampai 25 November, dengan adanya tenggat waktu ini agar gubernur bijak menetapkan UMP, sebelum penetapan UMP ini kita juga telah menyusun jadwal orasi ke jalan pada tanggal 2 November,” tegas Arsula. (bal/fac/adz)

Exit mobile version