Site icon SumutPos

Organda Medan Tolak Wacana Kenaikan BBM Bersubsidi

Ketua Organda Medan, Mont Gomery Munthe.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meskipun belum dapat dipastikan kapan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi akan naik, namun sejumlah pihak telah melakukan penolakan terhadap wacana tersebut.

Salah satu penolakan itu datang dari para sopir angkot di Medan yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan. Organda Medan menegaskan pihaknya menolak wacana naiknya harga BBM bersubsidi, sebab akan membuat kehidupan para sopir angkot semakin terpuruk.

Ketua Organda Kota Medan, Mont Gomery Munthe, mengatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi, salah satunya Pertalite, akan membuat biaya operasional angkot melambung tinggi. Sementara, kenaikan harga BBM seringkali tidak dibarengi dengan kenaikan tarif ongkos.

Gomery mengatakan, tarif ongkos angkot yang berlaku di Kota Medan saat ini adalah tarif ongkos yang dihitung dengan harga BBM jenis premium. Sementara saat ini premium sudah tidak lagi ditemukan di pasaran, hingga saat ini angkot-angkot di Kota Medan terpaksa menggunakan BBM dengan jenis pertalie.

Dijelaskan Gomery, dengan harga pertalite saat ini saja, seharusnya tarif ongkos angkot sudah dinaikkan. Tapi sayangnya sampai saat ini, belum ada dilakukan penyesuaian tarif ongkos yang dihitung dengan harga pertalite. Akibatnya saat ini, beban operasional angkot terlalu tinggi.

“Kalau harga pertalite naik, ya makin sulit lah kita beroperasi. Apalagi kalau tarif ongkosnya tidak disesuaikan lagi seperti saat ini, rugi semua angkot-angkot ini. Jadi jelas sikap kita dari Organda Medan, kita menolak wacana naiknya harga BBM bersubsidi,” ucap Gomery kepada Sumut Pos, Jumat (2/9/2022).

Dikatakan Gomery, selain berdampak pada tingginya biaya operasional yang berpotensi merugikan para sopir angkot, kenaikan harga BBM bersubsidi juga diyakini akan membuat beban biaya hidup masyarakat, termasuk para sopir angkot menjadi meningkat karena semakin mahalnya harga bahan-bahan pokok dan kebutuhan hidup lainnya. Sementara, penghasilan sopir angkot justru menurun.

“Kalau BBM naik, harga-harga kebutuhan pokok pasti ikut naik, sementara sopir-sopir angkot ini untuk makan saja pas-pasan. Kalau biaya operasional naik tapi tarif ongkos tidak naik, pasti lah pendapatan akan semakin anjlok. Kalau pendapatan sudah anjlok tapi harga-harga bahan pokok justru naik, ya gawat lah sopir-sopir ini, bisa-bisa nggak makan semua keluarga sopir angkot ini,” ujarnya.

Diterangkan Gomery, sejak tidak lagi ditemukannya premium di Kota Medan, pihaknya telah berkali-kali meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan penyesuaian tarif ongkos. Namun sayang, sampai saat ini penyesuaian itu tak kunjung dilakukan.

“Padahal polemik yang dihadapi angkot ini kan banyak. Di lapangan kami harus menghadapi persaingan dengan taksi online ataupun ojek online yang izinnya tidak jelas, sementara kami (angkot) yang punya izin yang jelas tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah,” katanya.

Belum lagi, sambung Gomery, para sopir angkot juga harus menghadapi polemik hadirnya moda transportasi massal dengan konsep bus Buy The Service (BTS) yang dihadirkan oleh bus Trans Metro Deli. Pasalnya sampai saat ini, Bus Trans Metro Deli yang beroperasi di lima koridor di Kota Medan masih melayani masyarakat dengan tarif Rp.0 atau gratis.

“Bus Trans Metro Deli sampai saat ini juga masih beroperasi dengan tarif gratis, nampak sekali ketidakadilan di Kota Medan ini untuk sopir angkot. Sudah berkali-kali kita sampaikan ini kepada pemerintah agar Bus Trans Metro Deli ini menggunakan tarif, tapi sampai saat ini tetap gratis. Kami berharap, semua kondisi sulit yang kami alami saat ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah,” pungkasnya. (map)

Exit mobile version