Site icon SumutPos

Human Error dan Pesawat, Menhub soal Penyebab Lion JT 610 jatuh

BLACK BOX: Kotak Black Box dari pesawat Lion JT 610, berhasil ditemukan, Kamis (1/11).

JAKARTA, SUMUTPOS.Co – Meski Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) belum mengeluarkan hasil investigasi, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi telah memastikan, ada dua hal yang membuat Lion Air JT610 mengalami kecelakaan transportasi, Senin lalu (29/10) lalu.

Budi menyimpulkan, insiden itu bukan karena faktor cuaca. “ADA dua hal, yaitu human error dan pesawatnya,” kata Budi di Gedung Kemenhub, Jakarta Pusat, Kamis (1/11).

Budi menyadari, insiden kecelakaan Lion Air ini menjadi sorotan semua pihak termasuk luar negeri. Bahkan, pihak Australia mengeluarkan kebijakan kepada rakyatnya untuk tidak menggunakan maskapai yang dimiliki oleh Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Rusdi Kirana, itu.

Meski begitu, Budi meminta semua pihak untuk menunggu hasil investigasi sebelum pemerintah mengambil keputusan. Budi tidak ingin pemerintah mengambil keputusan tanpa dasar hukum. “Kami juga tidak ingin, tindakan-tindakan ini kami lakukan secara gegabah,” jelas dia.

Selain Menhub, sejumlah pihak juga menyoroti tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 pada Senin (29/10) lalu. Para ahli mencoba melakukan analisis terhadap pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP itu.

Pengamat Penerbangan Alvin Lie telah melihat grafis pola kecepatan dari pesawat jenis Boeing 737 Max 8. Menurutnya, ada ketidakwajaran dalam pergerakan pada Senin lalu. “Pergerakan kecepatan dan ketinggian sangat fluktuatif,” tuturnya.

Pada tanggal tersebut, pesawat tidak pernah mencapai ketinggian 6.000 kaki sesuai dengan ketinggian seharusnya.

Guru Besar Aerodinamika ITS Hermawan Sasongko juga urun rembug. Menurutnya pada saat take “Flight by wayer, total dilakukan oleh pengendali otomatis,” ujarnya. Take off maupun landing merupakan fase paling kritis. Sehingga tidak dilakukan secara manual oleh pilot.

Hermawan juga melihat data berdasarkan grafis penerbangan PK-LQP. “Sehari sebelumnya grafis menunjukkan pada tahap ketinggian tertentu, tiba-tiba pesawat turun,” ujarnya.

Menurutnya pesawat take off yang tiba-tiba turun dikarenakan turunnya daya angkat dan daya dorong. Namun untuk mengetahui hal tersebut secara pasti, harus dilakukan penelitian. Itu dikarenakan penyebabnya sama.

“Apakah karena kompresi dari kompresor yang bermasalah, atau gagal di pembakarannya. Semua harus diteliti,” ucap Rektor Universitas Internasional Semen Indonesia tersebut.

Penemuan black box akan membongkar misteri besar kecelakaan pesawat itu. Dengan jumlah jam terbang yang masih sedikit, harusnya tidak ada masalah dari permesinan atau rangka. Dia mencurigai adanya permasalahan pada unit kendali otomatis.

Hal itu dikarenakan kelembaban udara di Indonesia yang tinggi sebagai negara tropis. “Kata ahli, ini sering merepotkan karena perawatan mesin harus lebih ketat. Dingin dan kekeringan udara harus diperhatikan,” ungkapnya.

Diumumkan Satu Bulan Lagi

Kamis (1/11) pagi, black box Lion Air JT610 yang terjatuh di perairan Karawang, Jawa Barat ditemukan oleh tim dari TNI yang melakukan pencarian. Mekipun sudah ditemukan, namun butuh waktu cukup panjang untuk dapat membaca dan mengetahui isi black box tersebut.

Data dari dalam black box dari pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat langsung diunduh Komite Nasional Keselamatan Transportasi ( KNKT), Kamis (1/11) malam.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, butuh waktu 1-2 minggu untuk mengunduh data yang tersimpan dalam Flight Data Recorder (FDR) pada black box pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610. Data yang tersimpan dalam FDR tidak akan hilang walaupun proses mengunduh relatif lama.

“Gak ada kedaluarsanya. Kami download (datanya) kira-kira butuh waktu 1-2 minggu,” kata Soerjanto di JICT 2, Tanjung Priok,

Soerjanto menjelaskan, FDR bisa menyimpan 25 jam data penerbangan. Data yang tersimpan di antaranya kecepatan, ketinggian, dan arah pesawat. Data dalam FDR black box itu bisa mengungkap penyebab jatuhnya pesawat tersebut. “Kami bisa menguak misteri kenapa bisa kecelakaan dengan data itu (data FDR),” kata dia.

KNKT memiliki waktu 1 tahun untuk menganalisis data itu dan memuatnya dalam sebuah laporan untuk mengungkap penyebab jatuhnya pesawat dengan rute Jakarta-Tanjung Pandan itu. Akan tetapi, Koordinator Air Safety Investigation KNKT Oni Soerjo Wibowo menuturkan pihaknya akan mengungkap ke publik temuan awal tim dari black box itu satu bulan lagi.

“Seperti yang diatur dalam undang-undang, KNKT punya waktu satu tahun untuk melakukan evaluasi dan menganalisis data dari black box. Namun, dalam waktu satu bulan, kami juga akan menyampaikan temuan sementara,” ucap Oni dalam jumpa pers di kantor KNKT, Kamis.

Black box pesawat berisikan dua jenis data yakni Flight Data Recorder (FDR) yang memuat data seperti kecepatan dan ketinggian pesawat dan Cockpit Voice Recorder (CVR) yang memuat komunikasi yang dilakukan di dalam cockpit pesawat. Data inilah yang memberikan informasi vital seputar penyebab jatuhnya sebuah pesawat.

Untuk menganalisasi data dalam black box itu, KNKT juga akan bekerja sama dengan pihak Boeing untuk menghimpun informasi soal teknis pesawat. Boeing adalah produsen pesawat Boeing 737 Max 8 yang dibeli Lion Air. Pesawat jenis ini baru digunakan pada bulan Agustus lalu dan salah satunya digunakan untuk rute penerbangan Jakarta-Tanjung Pandan.

Pencarian Pesawat dan Korban Terus Jalan

Meski kotak hitam pesawat Lion Air yang jatuh telah ditemukan, Komandan Satuan Tugas SAR Kolonel Isswarto mengatakan, tim penyelam gabungan dari TNI Angkatan Laut dan Badan SAR Nasional akan tetap mencari serpihan badan pesawat Lion Air JT 610 walau black box telah ditemukan.

“Ini masih proses awal, kami akan tetap melaksanakan evakuasi karena tugas kami adalah menuntaskan pencarian badan pesawat hingga jenazah penumpangnya,” kata Isswarto, Kamis (1/11).

Kendati demikian, Isswarto belum bisa memastikan sampai kapan batas waktu pencarian. “Tentang itu (batas waktu) harus koordinasi terlebih dahulu dengan Basarnas. Yang pasti kami akan usaha semaksimal mungkin agar jenazah bisa kembali ke keluarga,” lanjut Isswarto.

Tim penyelam TNI AL telah menemukan badan pesawat Lion Air JT 610 dalam bentuk serpihan-serpihan kecil di dasar perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat.

Titik jatuhnya badan pesawat Lion Air JT 610 berada di kedalaman 25-35 meter di area perairan tersebut. “Posisi puing sudah tidak utuh. Setelah tim kami melakukan penyelaman, keadaannya sudah berserakkan. Tidak ada ukuran puing yang besar,” kata Isswarto. Kondisi dasar perairan yang berlumpur jadi kendala bagi tim penyelam untuk mengangkat badan pesawat ke permukaan.

Sementara itu, Tim SAR dari Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair) menemukan bagian bodi Lion Air JT610 di perairan Karawang, Jawa Barat, Kamis (1/11). Beberapa bagian hancur.

“Di bawah itu ketemu bodi pesawat, tapi sudah hancur. Dia kayak jeruk, kebuka begitu,” kata Kepala Dislambair Kolonel Monang Sitompul di atas KRI Banda Aceh 593 yang berlayar di Perairan Kawarang, Laut Jawa, Jawa Barat, Kamis (1/10).

Monang menjelaskan, kondisi badan pesawat sudah hancur dan berhamburan di dasar laut. Meski hancur dan berhamburan, posisinya memanjang sekitar 20 meter.

Ia menggambarkan, puing-puing di bawah laut tersebut seperti rumah yang terkena bom. “Sekarang penyelam mau mengangkat yang bisa diangkat. Jadi kecil-kecil dia. Seperti rumah kena bom begitu, hancur. Bentuknya (serpihan) pesawat 20 meter lebih,” jelas Monang.

Menurutnya, sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 11.00 WIB, penyelaman di area pencarian terus dilakukan. Para penyelam mulai mengambil puing pesawat itu sekitar pukul 10.25 WIB.

Tak lama setelah dua orang penyelam turun, mereka kembali lagi ke permukaan dan meminta tali yang mereka bawa sebelumnya untuk diangkat. Setelah ditarik, terlihat potongan-potongan pesawat yang salah satu bagiannya terdapat satu buah pakaian yang menempel.

“Bagian pesawat tersebut berwarna kuning dan putih. Kondisinya hancur dan berlekuk-lekuk,” pungkasnya.

Badan SAR Nasional (Basarnas) juga menemukan serpihan badan pesawat Lion Air JT 610 berukuran besar di kedalaman 25-35 meter di perairan Tanjung Kerawang, Jawa Barat. Kepala Badan SAR Nasional Marsekal Madya Muhammad Syaugi mengatakan, serpihan badan pesawat itu berukuran 1,5 meter dengan lebar 0,5 meter.

“Kami juga menemukan bagian pesawat yang lebih besar dari yang sebelumnya. Tapi masih mungkin ada bagian yang lebih besar lagi,” kata Syaugi, Kamis (1/11).

Namun, tim penyelam gabungan dari TNI Angkatan Laut dan Badan SAR Nasional mengalami kendala saat mengangkat serpihan pesawat karena arus laut cukup deras. “Penyelam sudah diarahkan ke tempat penemuan, tapi sampai sekarang arusnya masih cukup deras. Kami agak kesulitan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin,” ujar Syaugi.

Sebelumnya, pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) pagi. Pesawat itu mengangkut penumpang yang terdiri dari 178 orang dewasa, 1 anak, 2 bayi, serta 2 pilot dan 6 awak pesawat. (tan/lyn/jpnn/ce1/rdw/jpc)

Exit mobile version