Site icon SumutPos

Kebakaran, Sulit Cari Air

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Kondisi hydran milik PDAM yang tidak befungsi lagi Jalan Diponegoro Medan, Selasa (2/1) Dari 118 hydran milik PDAM, cuma 35 yang berfungsi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Dinas Pencegah dan Pemadam Kebakaran (P2K) Kota Medan mengaku kesulitan mencari sumber air, saat hendak memadamkan api dalam peristiwa kebakaran. Salah satu kendala itu disebabkan, lantaran banyak hidran milik PDAM Tirtanadi Sumut yang tidak berfungsi.

“Dari 118 hidran milik PDAM cuma 35 yang berfungsi. Ironinya sudah 10 tahun lebih kondisi ini terjadi. Padahal kita sudah sering sampaikan masukan ini kepada mereka, namun alasannya lagi pembenahan,” kata Plh Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan DP2K Medan, Huddin P Hasibuan kepada Sumut Pos, Selasa (2/1).

Pihaknya sudah sering surati perusahaan plat merah milik Pemprovsu itu atas masalah ini. Namun sampai sekarang belum ada realisasi dan solusi konkrit dari manajemen PDAM.

Huddin menyebut, beberapa wilayah hidran milik PDAM Tirtanadi tidak berfungsi seperti di Padangbulan, jembatan Sudirman, sepanjang Jalan Medan-Belawan, Jalan Sisingamangaraha, Brayan, Glugur, Krakatau simpang komplek DPR, Gajah Mada, Darussalam, simpang Marindal dan Delitua.

“Upaya di lapangan, paling bisa kita ambil (sumber air) di kantor-kantor cabang PDAM terdekat dari lokasi kebakaran. Yang 118 ini bahkan sampai ke Delitua, Diski selanjutnya Pancing juga tidak ada hidran bisa dipakai. Bahkan di beberapa titik dan wilayah hidrannya sudah tidak nampak lagi. Pihak PDAM kami pikir sudah mengetahui hal itu,” jelasnya.

Data-data tersebut bukan tanpa dasar. Menurut Huddin, pihaknya pada 2006 pernah melakukan pemeriksaan terhadap kondisi hidran sebagai sumber air yang berada di jalan, yang dikelola PDAM Tirtanadi. “Itu hasil pemeriksaan tim kita sejak 2006. Artinya sudah hampir 11 tahun belum ada realisasi. Seperti kebakaran yang baru-baru ini terjadi di Gang Manggis, Titikuning. Terakhir kami harus ambil air sampai ke simpang Avros karena di situ tidak ada hidran,” ungkapnya.

Pria yang akrab disapa Pak Haji ini bilang, alasan PDAM bahwa debit air terbatas untuk diperoleh sebenarnya bisa disiasati dari kontribusi pelanggan. Apalagi diketahui, mayoritas pelanggan PDAM itu adalah warga Kota Medan, yang suatu saat bisa terkena bencana kebakaran. “Padahal kan kita nyedot pada saat ada kasus saja, kenapa Pemko bisa kerja sama dengan PLN terhadap LPJU masyarakat ada dikenakan pajak. Seribu rupiah saja perbulan, dari partisipasi warga Rp12 ribu kalau mau dibuat itu sudah bagus. Artinya tidak memberatkan masyarakat membayar. Toh suatu saat terjadi insiden kebakaran, masyarakat sudah turut berkontribusi atas bencana tersebut,” katanya.

Pihaknya juga menyarankan, agar di komplek-komplek perumahan elit di Medan memberi sumbangsih hidran di wilayahnya. “Padahal meteran air yang dipasang PDAM, itu selalu kita bayar loh tiap bulan. Semestinya ada juga kontribusi pelanggan air terhadap bencana kebakaran, sebab masalah ini tidak mampu kami atasi sendiri. Peran serta masyarakat sangat penting dalam hal ini,” katanya.

Kendala lain yang dihadapi petugas damkar di lapangan sebut Pak Haji, yaitu sempitnya akses armada damkar masuk ke lokasi kebakaran. Umumnya terjadi pada pemukiman-pemukiman kumuh. Sedangkan problem lain yang tak kalah penting, masih sedikitnya unit armada dan pos pembantu atau unit pelaksana teknis (UPT) instansi ini, di masing-masing kecamatan yang ada.

“Saat ini armada kita ada 33 unit. Dimana tambahan 3 unit di 2017. Tahun 2018 rencana kita menambah 5 unit lagi, itu pun tergantung kesepakatan wali kota dengan DPRD. Dari 33 unit itu, di UPT seperti di Amplas kita letak dua unit, KIM 3 unit dan Belawan 2 unit. Apalagi Pemko tahun ini yang kami dengar mau bangun sumur resapan di beberapa titik, yang kami pikir bisa dipakai sebagai sumber air juga,” katanya.

Menurun

Ada tren penurunan jumlah kasus kebakaran di 2017 dibanding 2016. Menurut data yang dihimpun DP2K Kota Medan, di 2016 terjadi kasus kebakaran sebanyak 246 kali sedangkan di 2017 sebanyak 199 kali. “Dari jumlah 199 kasus itu, sudah termasuk yang terjadi jelang tahun baru. Yakni di Gg. Manggis Kel. Titikuning dimana kebakaran gudang dupa, dan di Gg. Cendana Kel. Kota Maksum ada 4 unit rumah semi permanen yang terbakar,” katanya.

Kasus kebakaran terbanyak selama 2017, lanjutnya, terjadi di November yakni sebanyak 26 kali. Disusul pada Juli, Desember dan Juni, yakni 24 kali, 19 kali dan 18 kali. “Untuk korban luka-luka ada sebanyak 14 orang, dan meninggal dunia 6 orang selama 2017. Total kerugian ditaksir mencapai Rp43 miliar lebih,” katanya.

Sementara berdasarkan frekuensi kejadian per kecamatan, kebakaran paling banyak terjadi di Medan Helvetia yakni 23 kali. Untuk wilayah yang paling sedikit mengalami bencana kebakaran, ada di Medan Marelan yakni cuma 2 kasus. Pada 2016 lalu, kerugian akibat kebakaran ditaksir sebesar Rp898 miliar.

“Dan di 2016 ada sekitar 31 peristiwa kebakaran di perbatasan Medan dan Kabupaten Deliserdang yang kita bantu. Antara lain meliputi Perumnas Mandala, akibat kelalaian yang punya rumah,” katanya. (prn/ila)

Exit mobile version