Site icon SumutPos

Pesawat Itu Miring, Menukik ke Kami

ANDRI GINTING/SUMUT POS SELAMAT: Ahmad Fahri, korban selamat tragedi Hercules yang dirawat di RSUP Adam Malik Medan, Rabu (1/7).
ANDRI GINTING/SUMUT POS
SELAMAT: Ahmad Fahri, korban selamat tragedi Hercules yang dirawat di RSUP Adam Malik Medan, Rabu (1/7).

SUMUTPOS.CO- Jatuhnya pesawat Hercules di Oukup BS 1, Jalan Jamin Ginting KM 10 Kecamatan Medan Tuntungan, Selasa (30/6) kemarin, menjadi pengalaman hidup tidak terlupakan bagi Rahmat. Betapa tidak, pria berusia 34 tahun itu, melihat langsung detik-detik jatuhnya pesawat buatan Amerika 1964 tersebut.

Terlebih, pria yang tinggal di Pasar III Mabar itu, juga mendapat bekas di tubuhnya atas peristiwa itu, yaitu luka bakar di tangan dan tubuhnya. “Saya lihat pesawat itu miring dan menungkik ke arah kami. Langsung lari saya,” ungkap Rahmat singkat, saat ditemui Sumut Pos di halaman belakang RSUP Adam Malik Medan, Kamis (2/7) siang.

Namun, bapak 1 anak itu mengaku kalau pesawat Hercules itu saat itu, sangat cepat jatuh dan menghantam BS Oukup yang berada tepat di sisi kanan 2 unit rumah toko yang sedang dicatnya, bersama 2 orang rekannya bernama Rizaldi dan Ahmad Fahri. Namun, saat itu, disebutnya bagian ekor pesawat itu juga menghantam 2 unit ruko yang sedang dicatnya bersama kedua rekannya.

“ Saat itu, mereka mengecat di ruko paling pinggir. Makanya mereka juga kena hantaman pesawat itu, hingga mereka jatuh dari lantai 4, “ sambung Rahmad melanjutkan ceritanya.

Setelah jatuh, disebut Rahmat kalau ledakan dan kobaran api, seketika muncul. Saat itulah, disebut Rahmat kalau api menjilat 2 unit ruko yang sedang mereka cat. Namun, disebut Rahmat kalau Ahmad Fahri tidak terkena jilatan api karena sudah jatuh ke tanah. Sementara Rizaldi, disebut Rahmat sempat kena terbakar karena jatuh ke dalam kobaran api.

“Kalau saya di ruko sebelah dan sudah sempat lari. Namun, kepulan asap dari kebakaran yang terjadi, sangat panas hingga saya melepuh seperti ini, “ ujar Rahmad menyambung ceritanya.

Melihat keadaan tersebut, Rahmad mengaku diselamatkan oleh beberapa orang rekannya. Disebutnya, saat itu dirinya langsung dilarikan ke Klinik Mitra Persada dan 2 jam kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Adam Malik Medan. Namun, diakuinya kalau untuk biaya perawatan atas luka yang dideritanya itu, masih ditanggungnya sendiri. Rahmad enggan menyebut jumlah biaya yang sudah dikeluarkan untuk pengobatannya itu.

“Kalau pertanda dan firasat sebelum kejadian, tidak ada. Namun, 2 minggu sebelum kejadian, saya sempat bilang ke isteri saya untuk dia menikah lagi, bila saya duluan pergi, “ jelasnya.

Sementara itu, Ahmad Fahri masih terbaring di ruang Rindu B RSUP Adam Malik Medan. Pria berusia 34 tahun itu, masih menjalani perawatan intensif. Balutan perban, masih menempel rapi di kaki, tangan dan wajahknya yang luka. Begitu juga jarum selang oksigen, terlihat masih menempel dan menembus kulit pada dadanya. Namun, sesekali terlihat gerakan kecil oleh jari tanggan dan juga kepalanya.

“Tulang rusuknya patah. Kakinya juga patah. Kepala dan bagian tubuhnya yang lain juga luka serius,” ungkap Jasarudin yang merupakan kakak laki-laki kandung dari Ahmad Fahri.

Disinggung soal biaya pengobatan, disebut pria berusia 36 tahun itu kalau pihaknya belum ada mengeluarkan biaya. Disebutnya, hal itu karena sejak awal disampaikan secara lisan kalau pengobatan terhadap adiknya, akan ditanggung. Namun, disebutnya kalau adiknya juga memerlukan bantuan lain karena disebutnya kalau adiknya itu belum dapat bekerja hingga waktu yang belum diketahui. Hal itu, disebut Jasarudin karena melihat luka yang sangat parah yang diderita adiknya.

“Anaknya ada 2 orang. Paling besar masuk SMP dan yang bungsu kelas 4 SD. Sementara isterinya, hanya ibu rumah tangga. Kesembuhan dia itu, mana bisa sembuh total nantinya,” kata Jasarudin.

Korban selamat lainnya Sri (64), pekerja laundry Oukup BS 1. Ditemui di lokasi Rabu (1/7) siang, Sri mengaku masih syok. Namun begitu, Sri nekat mendatangi tempatnya bekerja yang sudah dijalaninya selama 1 tahun 2 bulan. Pasalnya, Sri masih penasaran melihat kondisinya seperti apa. Sebab, ketika pesawat itu jatuh langsung diungsikan dan dibawa ke rumahnya.

Wanita yang memiliki enam anak ini menuturkan, ketika pesawat itu jatuh, ia sedang mengerjakan pekerjannya. “Waktu itu, saya lagi melipat dua sprei. Setelah selesai, kira-kira jam setengah dua belas (11.30 WIB) saya mau beli nasi untuk makan siang. Maklumlah dek sudah tua, enggak tahan puasa. Lalu, saya duduk di depan sebentar. Kira-kira 5 menit, perasaan saya tidak enak. Entah kenapa seperti ada suara yang memanggil saya untuk kembali ke belakang (ruangan tempatnya bekerja),” ungkap nenek bercucu 6 ini.

Hanya beberapa menit di ruangannya, tiba-tiba dengar ledakan yang keras. “Tiba-tiba terdengar suara ledakan bom gitu dan bergetar semuanya. Pas keluar ruangan, api sudah membesar setinggi 5 meter. Lalu, saya dan yang lainnya (pekerja oukup) berlarian ke belakang dan dibawa pegawai hotel sebelah (Beraspati),” terangnya.

Saking ketakukannya, lanjut Sri, ia tak memikirkan apa-apa lagi dan terpenting menyelamatkan diri. “Ada sekitar 9 atau 10 orang yang selamat dari oukup dan kami lari ke belakang hotel itu. Kami ditolong pegawai hotel itu. Setahu saya, ada dua orang room boy lagi istirahat di ruang tengah. Kemungkinan mereka enggak selamat,” tuturnya.

Dikatakannya, saat kejadian secara kebetulan ada beberapa pengunjung oukup. Sayangnya, Sri tak mengingat jumlah pastinya. “Pas saya ke depan, memang lagi ada tamu. Tapi saya enggak menghitungnya karena enggak ada terpikiran bisa terjadi musibah ini,” ucapnya.

Menurut Sri, oukup tersebut buka sejak awal puasa. “Saya tetap kerja dari pertama puasa. Kalau bukanya dari jam 8 pagi (08.00). sampai jam 10 malam (22.00),” tuturnya.

Sedangkan salah seorang lelaki bernama Bambang menangis hiteris setelah mengetahui calon istrinya, Arni, yang merupakan pekerja oukup BS sebagai kasir tidak bisa terselamatkan. Pasalnya, Arni tewas terpanggang di dalam oukup itu bersama teman-temannya.

“Padahal, baru kemarin (Selasa pagi) kami ketemu Bang dan aku antar dia ke sana. Sorenya rencananya kami mau jalan-jalan cari makan buat buka puasa,” ujar Bambang bersama abang kandung Arni di Lokasi.

Bambang melanjutkan, demi menjaga hubungannya ia masih sempat tukar handphone dengan kekasihnya. “Sudah seminggu kami tukaran handphone Bang untuk menghindari kecurigaan. Karena kami tahun depan mau menikah,” ucapnya sembari menangis histeris di depan keramaian warga.

Sementara itu, kisah berbeda diungkapkan Ningsih yang juga salah pekerja yang selamat. Ningsih sempat berfoto dengan temannya bernama Amel. Pasalnya, Amel baru saja membeli handphone dan berniat menambah koleksi fotonya. Amel pun mengajak Ningsih berfoto di ruang depan Oukup.

“Tadi pagi (Selasa) dia mengajak aku foto bersama di ruang depan bang, makanya aku enggak menyangka bisa terjadi seperti ini,” ujar Ningsih.

Namun, akibat pesawat yang jatuh, foto yang diharapkan Ningsih bisa menjadi kenang-kenangan rekan kerja yang sudah bertahun-tahun bersamanya juga ikut hangus terbakar. “Enggak ada lagi fotonya di handphone dia dan barang kami juga hangus terbakar semua. Kami pun sudah lama bekerja bersama,” sebut Ningsih. (ain/ris/rbb)

Exit mobile version