Site icon SumutPos

Protes UMP, Buruh Mogok Massal 10 November

Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos Demo buruh di Medan beberapa waktu lalu. Tanggal 10 November ini, buruh berencana aksi mogok memproses angka UMP yang ditetapkan pemerintah.
Foto: Sutan Siregar/Sumut Pos
Demo buruh di Medan beberapa waktu lalu. Tanggal 10 November ini, buruh berencana aksi mogok memproses angka UMP yang ditetapkan pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pasca ditetapkanya Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara untuk tahun 2017 oleh Gubernur Tengku Erry Nuradi, menuai perotes keras dan penolakan di kalangan buruh Sumut.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, Willy Agus Utomo mengungkapkan, kenaikan UMP Sumut sebesar Rp1.961.354 dari tahun sebelumnya sebesar Rp1.811.875, dianggap hanya untuk membeli satu kilo cabe merah dan cabe rawit saja.

“Kita sudah lakukan survei pasar di beberapa daerah industri di Sumut, meliputi Kota Medan, Kabupaten Deliserdang dan Serdangbedagai. Hasilnya saat ini harga kebutuhan pokok banyak melambung tinggi. UMP segitu buat buruh hanya bisa beli cabe sekilo saja” kata Willy di dampingi Sekretarisnya Tony Ricson Silalahi kepada wartawan di Medan, Rabu (2/11) siang.

Willy juga mengatakan, naiknya harga kebutuhan pokok sesuai hasil survei mereka sudah terlihat sejak dua bulan terhakhir yakni, medio september hingga akhir oktober.

Willy merinci kenaikan signifikan terjadi pada bahan pokok seperti, cabe merah Rp90.000-100.000 per kilogram (kg), cabe rawit Rp50.000-70.000 per kg, bawang merah Rp36.000-40.000 per kg, bawang putih Rp38.000-42000 per kg, daging ayam Rp30.000-33000 per kg, daging sapi Rp110.000-140.000 per kg, telur Rp33.000-36.000 per papan.

“Semua kebutuhan pokok yang naik tersebut adalah merupakan beberapa dari komponen kebutuhan hidup layak (KHL) buruh yang jumlahnya mencapai 60 Item, selain pangan, sandang dan papan. Bukan seperti statmen Gubsu yang menyatakan 50 indikator KHL” terangnya.

Menurut Willy, Gubsu harusnya dapat menaikan upah berdasarkan KHL para buruh, di mana hasil KHL dalam penetapan kenaikan upah buruh itu berdasarkan UU Ketenagakerjaan wajib di lakukan survei yang netral dan transparan melalui lembaga Dewan Pengupahan Daerah (Depeda) yang merupakan keterwakilan tripartit dari unsur buruh, pengusaha dan pemerintah.

Lebihlanjut, Willy mengatakan, dari hasil survei KHL , harusnya UMP Sumut dapat tembus naik di angka Rp. 650.000 – Rp. 700.000, atau minimal 25 % , sesuai 60 item kebutahan hidup kaum buruh di Sumut.

“Salah kalau Gubsu bilang kenaikan UMP berdasrkan KHL hanya dapat naik sekitar 5 persen, apa tolak ukur dia, apa tidak tau dia harga kebutuhan pokok masih di akhir tahun 2016 saja terus melonjak naik. Sementara UMP yang murah itu akan berlaku januari 2017, mau dapat apa lagi kenaikan segitu di tahun baru nanti,” beber Willy.

Menyikapi hal tersebut, Willy menegaskan pihaknya bersama elemen serikat pekerja serikat buruh di Sumut dalam waktu dekat akan akan melakukan aksi besar-besaran, bahkan buruh mengancam akan melumpuhkan industri dengan cara mogok kerja menolak UMP Sumut.

“Buruh akan mogok kerja daerah pada 10 November 2016, puluhan ribu buruh Medan, Binjai, Deli Serdang dan Serdang Bedagai akan keluar pabrik melakukan pemogokan masal. Kami protes atas rezim upah murah saat ini. Tuntutan kami adalah cabut PP 78, naikan UMP dan UMK di sumut minimal 25% adalah harga mati” tegasnya.

Willy juga berharap, kepada Bupati dan Walikota se-Sumatera Utara, dalam penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) nantinnya tidak meniru Gubsu atau dapat menaikan upah di atas PP 78, tetapi serahkan pada hasil survei pasar kebutuhan hidup layak buruh melalui dewan pengupahan.”Kalau Gubernur, Walikota dan Bupati menaikan upah di atas PP 78 itu tidaklah menyalahi aturan, apa lagi dasarnya kan jelas, saat ini harga kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan. Semoga Bupati dan Walikota tidak meniru Gubernur Tengku Erry, yang saat ini di juluki bapak upah murah di Sumut.” pungkasnya. (mag-1/ila)

Exit mobile version