Site icon SumutPos

Istana Anggap Rasionalisasi 1 Juta PNS Cuma Wacana

PNS Medan-Ilustrasi. Wacana memensiunkan diri sejuta PNS dianggap Istana hanya wacana.
PNS Medan-Ilustrasi. Wacana memensiunkan diri sejuta PNS dianggap Istana hanya wacana.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi ternyata belum pernah melaporkan rencana pengurangan 1 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karenanya, pihak Istana menganggap, masalah pemangkasan 1 juta PNS itu masih dalam tahap gagasan, ide, atau wacana.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menegaskan, hingga kini Presiden Jokowi belum pernah menerima laporan mengenai rencana pengurangan PNS tersebut.

“Presiden sampai hari ini belum pernah dilaporkan mengenai rencana pengurangan tersebut, sehingga kami menganggap bahwa ini masih dalam tahap gagasan, ide, wacana yang berkembang di Kementerian PANRB,” jelas Pramono dalam keterangan persnya, kemarin.

Dikatakan, karena kebijakan dimaksud menyangkut nasib 1 juta PNS, yang merupakan jumlah yang besar, tidak mungkin hanya diputuskan sendiri oleh Menteri Yuddy. Pastilah hal itu harus melalui persetujuan Presiden Jokowi, setelah dilakukan rapat terbatas (ratas) dengan menteri-menteri terkait. Sementara, rapat membahas hal itu belum pernah dilakukan.

“Pastikan akan dirataskan, Ratas saja belum pernah untuk membahas itu,” tegasnya.

Suara dari Senayan juga kencang. Ketua DPR RI Ade Komarudin mengingatkan pemerintah agar jangan gegabah dan mengambil keputusan tanpa didasari kajian yang baik dari segi manfaat dan mudhoratnya.

Bila kebijakan rasionalisasi PNS itu diberlakukan, Akom mengibaratkan tak ubahnya seperti penggusuran terhadap rakyat miskin yang melanggar tata ruang, tapi penertibannya dilakukan tanpa memberikan solusi yang membuat mereka mendapat tempat layak.

“Kita paham harus lakukan efisiensi, tapi rakyat juga harus dilindungi. Negara ini didirikan oleh founding father untuk melindungi rakyat dan mensejahterakan rakyat, bukan menyakiti rakyat,” tegas Akom.

Soal apakah PNS yang akan dirasionalisasi memenuhi kriteria berkinerja rendah, Akom tidak sertamerta setuju. Ia meminta sebelum kebijakan tersebut dikaji dulu secara mendalam dan tidak gegabah karena menyangkut hak kerja warga negara.

“Kita menyetujui semua langkah terhadap efisiensi anggaran, pasti kita dukung. Tapi kita juga tidak boleh melabrak begitu saja rambu-rambu kemanusiaan, hak hidup, hak bekerja bagi warga negara kita,” kata Akom.

Anggota Komisi II DPR RI Fandi Utomo juga mengatakan, rencana pemerintah memecat sejuta PNS yang akan dieksekusi KemenPAN-RB, menyalahi undang-undang (UU). Politikus Partai Demokrat itu menyebutkan, dengan jumlah mencapai satu juta PNS, maka itu sudah termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

“PHK massal itu menyalahi UU. Kalau tidak diatur dalam UU apakah bisa dilakukan,” kata Fandi saat dihubungi, Jumat (3/6).

Fandi menyebutkan, pemangkasan PNS dalam jumlah banyak tidak diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan tidak dikenal dalam birokrasi. Karena itu, ia mempertanyakan bagaimana Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi bisa mengalokasikan anggarannya.

“Pemberhentian ASN memang diatur dalam UU, tapi kalau untuk pensiun dini atau dipercepat masa pensiunnya. Bagaimana pasangon dianggarkan kalau tidak diatur,” ujar Fandi mempertanyakan.

Karena itu, pihaknya akan mempertanyakan rencana ini dalam pembahasan APBN Perubahan 2016 dengan Menpan-RB. Apalagi, rencana ini belum pernah disinggung saat rapat-rapat di Komisi II DPR.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengaku terkejut dan menyebut kebijakan itu tanpa mata hati. Menurut dia, Presiden Jokowi harus menegur langsung Menteri Yuddy.

“Rencana itu tidak menghargai pengorbanan PNS selama ini yang telah mengabdi, termasuk yang bertugas di daerah perbatasan,” ujar Emrus kepada wartawan, Jumat (3/6).

Emrus lantas bercerita pernah didatangi oleh salah satu dari tim suatu kementerian yang bertugas di Kabupaten Boven Digoel. Diceritakan bahwa nyawa mereka pernah terancam ketika bertugas ke daerah terpencil karena perahu yang ditumpangi bocor dan terombang-ambing di tengah laut.

“Bila kita perhatikan, empat kuadran itu hanya berlandaskan rasional yang memandang PNS sama dengan faktor produksi yang sangat tidak humanis,” kritik Emrus.

Nasib jutaan PNS juga sepatutnya tidak berada di tangan seorang Yuddy Chrisnandy sebagai MenPAN RB. Jika untuk tujuan produktivitas, pemerintah seharusnya melakukan pembinaan melalui pendidikan, pelatihan dan pembimbingan.

Emrus bahkan menuding, bisa saja menjelang Pilpres ada penerimaan PNS dengan berbagai alasan dan argumentasi.

“Jika hal tersebut terjadi, maka itu dapat disebut sebagai penanaman modal politik pencitraan,” tandasnya.
Menyikapi banyaknya protes yang gencar disuarakan, KemenPAN-RB menangkisnya.

“Perlu kami tegaskan di sini, tidak ada rencana PHK atau pemecatan atau dirumahkan bagi PNS. Istilah tersebut dikembangkan oleh media. Yang benar adalah rencana rasionalisasi PNS bagi PNS yang kualifikasi dan kompetensinya rendah, serta yang kinerja dan disiplinnya buruk sehingga mengganggu pelayanan publik,” beber juru bicara KemenPAN-RB Herman Suryatman di Jakarta, Jumat (3/6).

Dia menambahkan, ‎rasionalisasi tersebut merupakan bagian dari program percepatan penataan PNS. Selain itu juga wujud nyata Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 pada area perubahan SDM aparatur (Peraturan MenPAN-RB Nomor 11 Tahun 2015). Yakni untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif dan efisien, serta memiliki pelayanan publik yang berkualitas.

“Belanja pegawai dan pensiun pada APBN dan APBD 2015 mencapai Rp707 triliun dari total belanja sebesar Rp2.093 triliun atau 33,8 persen. Lebih besar dari belanja modal dan belanja barang jasa.” ujarnya.

Belanja pegawai dan pensiun ini, lanjutnya, setiap tahunnya cenderung terus meningkat. Sementara kinerja aparatur birokrasi cenderung lamban, disiplin rendah, serta kurang kompetitif di era globalisasi yang sejatinya membutuhkan aparatur berdaya saing tinggi.

Belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota saat ini rata-rata lebih besar dari belanja publik. Ada sekitar 244 kabupaten/kota yang belanja pegawainya di atas 50 persen.

Karena itu, untuk memperbaiki perimbangan belanja pemerintah, khususnya daerah agar memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk belanja publik, alokasi belanja pegawai seharusnya diturunkan di kisaran 28 persen. (wid/rus/fat/esy/jpg/adz)

Exit mobile version