Site icon SumutPos

Kapolres: 500 Warga Serang 75 Polisi, Jadi Ada Tembakan ke Udara

Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos Ibu-ibu warga Desa Lingga Karo menemui aparat di pos polisi, mempertanyakan kenapa polisi membiarkan pengembang membongkar  pagar pembatas jalan pintas ke desa mereka.
Foto: Moral Sitepu/Sumut Pos
Ibu-ibu warga Desa Lingga Karo menemui aparat di pos polisi, mempertanyakan kenapa polisi membiarkan pengembang membongkar pagar pembatas jalan pintas ke desa mereka.

TANAH KARO – Peristiwa bentrok antara warga Desa Lingga dengan personel Polres Karo sudah sepekan berlalu. Langkah-langkah serius untuk mengungkap konflik berdarah ituuterus berlanjut. Setidaknya 30 orang personel Polres Karo diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Polda Sumut.

Kapolres Karo AKBP Pangasian Sitio di ruang kerjanya, Rabu (3/8) petang, mengatakan bahwa pihaknya akan transparan dalam penyelidikan yang dilakukan tersebut.

“Tim Propam Mabes Polri dan Polda Sumut sudah datang untuk melakukan pemeriksaan di Mapolres Karo. Kita sudah berikan keterangan sebagaimana terjadinya peristiwa tersebut. Ada sekitar 30 orang lebih yang diperiksa, termasuk saya sendiri,” jelas Sitio.

Ia mengklaim, upaya penanganan kericuhan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan prosedur. Ia juga menjamin setiap anggotanya sudah diberikan arahan dan paham metode penanganan kericuhan.

“Saya sudah bertugas jadi polisi selama 19 tahun dan lama di Jakarta. Jadi sudah biasa menangani kerusuhan. Mulai dari masa tenang, mulai anarkis sampai overmark (terdesak-red) untuk melakukan tindakan. Saya yakin anggota juga tahu dan yakin kami tidak menyalahi ketentuan,” kata dia.

Dalam kericuhan tersebut, ia meyakini warga sudah menyiapkan batu, bom molotov serta benda tajam. Menurutnya, warga juga sudah berniat membakar Polres Karo, sehingga upaya pencegahan dan pengarahan untuk melindungi markas komando langsung diberikan kepada anggota yang berdinas saat itu.

“Bukan hanya warga yang terluka, anggota kita juga ada lima orang yang terkena lemparan batu. Tapi memang tidak ada yang terkena luka akibat senjata tajam,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya menembak ke udara untuk memberikan peringatan agar massa tidak melakukan penyerangan. “Kekuatan kita saat itu cuma 75 orang, sementara warga ada sekitar 500 orang. Gitu sampai di Polres, mereka langsung melempari batu. Dari 15 personel kita yang sebelumnya diserang di pos polisi Desa Lingga, kita dapat informasi bahwa sudah ada teriakan warga untuk membunuh dan membakar polisi,” jelasnya.

Ditambahkan, saat diserang, pihaknya juga sudah mengingatkan warga melalui pengeras suara agar warga tidak anarkis. Tetapi imbauan itu tidak diindahkan hingga kita harus melepaskan tembakan berpeluru tajam saat terjadinya kericuhan di depan Mapolres Karo.

Ia menyebutkan, pelepasan tembakan berpeluru tajam itu sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Pihaknya pun sudah melepaskan tembakan peringatan sebelum akhirnya terpaksa melepaskan peluru tajam.

“Perintah menembak itu langsung dari saya. Anggota juga sebelumnya sudah kita kasih arahan. Sekira setengah jam sebelum warga menyerang, kita sudah mendapatkan informasi dan kita langsung arahkan anggota. Tidak langsung peluru tajam. Kita terlebih dahulu gunakan peluru hampa dan peluru karet,” ujarnya.

Keputusan untuk menggunakan peluru tajam, kata Pangasian, diambil untuk melindungi diri dari kondisi polisi yang saat itu kalah jumlah dari warga. Apalagi saat itu sudah ada pihak-pihak yang memprovokasi warga untuk membunuh polisi saat menyerang Mapolres Karo.

Saat ditanya apakah warga yang tewas dalam kericuhan itu akibat tembakan dari anggotanya, Pangasian menyatakan hal tersebut masih dalam penyelidikan. Akan tetapi, ia meyakini kematian korban bukan karena terkena tembakan.

Saat itu ada sekira 20 personel yang menggunakan senjata api, termasuk dirinya. “Jadi kalau kita menembak warga dengan peluru tajam, tentunya yang tewas bukan satu. Ini masih diselidiki penyebab kematiannya. Tapi informasi yang beredar, tewasnya akibat benda tumpul,” tandasnya.

Begitu juga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), turun ke Tanah Karo.

Komnas HAM telah menerima laporan bahwa ada warga yang tewas, dan satu kritis serta puluhan lainnya luka-luka saat terjadi kerusuhan Jumat (29/7) lalu. “Sesuai dengan laporan warga Desa Lingga ke Komnas HAM RI, kita memutuskan untuk turun ke desa ini untuk mengusut kasus ini hingga tuntas,” ujar Ketua Komisioner Komnas HAM RI, Natalius Pigai saat menggelar pertemuan dengan ribuan warga Desa Lingga di Losd Desa Lingga, Rabu (3/8).

Komnas HAM akan memintai keterangan puluhan warga Desa Lingga yang menjadi korban akibat dampak kerusuhan beberapa hari lalu. “Kami mengharapkan agar warga yang dimintai keterangan untuk memberikan keterangan sesuai dengan fakta,” pintanya.

Dalam penyelidikan ini, kata Natalius Pigai, tentunya harus dilakukan secara objektif, imparsial dan berimbang. Hal ini harus berdasarkan input data, fakta dan informasi yang diperoleh. Baik dari korban, saksi, masyarakat dan institusi kepolisian dan penegak hukum lainnya.

Natalius Pigai meminta agar para warga bersabar menunggu hasil pemeriksaan, karena proses ini membutuhkan waktu. “Komnas HAM bekerja dengan detail dan serius. Untuk itu, kami harapkan agar warga bersabar, kami akan mengungkap kasus ini dengan sesungguh-sungguhnya,” kata dia.

Dikatakan, pihaknya sebagai pengawas pelaksana kebijakan pemerintah, akan mengusut hingga tuntas bagi siapa yang terlibat mencederai atau menganiaya hingga menyebabkan kematian, agar ditindak sesuai hukum yang berlaku. Meski sekalipun itu adalah aparat penegak hukum yang tidak melindungi dan mengayomi rakyat.

Usai memintai keterangan terhadap puluhan korban di Balai Desa Lingga nantinya, pihaknya berencana akan mendatangi Mapolres Karo. Selanjutnya, Jumat (5/8) mendatang, pihaknya juga akan mendatangi Polda Sumut.

“Malam ini kita akan menemui korban kritis di Medan,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, jika ada aparat yang terbukti melakukan tindakan penganiayaan hingga menyebabkan kematian, maka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku di kepolisian.

Pun demikian, jika pihak keluarga menginginkan penyelesaian secara damai (restoratif justice) juga akan pihaknya hormati. “Mudah-mudahan minggu depan kita sudah dapat menyampaikan rekomendasi kepada Mabes Polri dan pihak-pihak terkait untuk dapat mengambil kesimpulan. Kita sangat mengharapkan agar kasus ini dapat terungkap tanpa adanya kejanggalan,” harap Natalius.

Sementara salah seorang korban, Paguh Sinulingga (65) warga Desa Lingga kepada POSMETRO menjelaskan, saat berlangsungnya bentrokan malam itu, dirinya sedang berada di depan Makam Pahlawan, Jalan Veteran Kabanjahe.

Singkat cerita, kata dia, saat rombongan personel Polres Karo menyerang warga desanya, ia langsung berupaya meninggalkan lokasi tersebut. “Saat aku mau lari, tiba-tiba kepalaku dipukul polisi dari belakang. Darah langsung bercucuran dari kepalaku. Setelah itu aku dibawa anak kampungku ke RS Ester,” jelasnya sembari menunjuk luka di kepalanya.

Seperti diketahui, puluhan warga Desa Lingga telah melaporkan kasus tersebut ke Kantor Komnas HAM di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/8). Mereka didampingi Kepala Desa Lingga, Serpis Ginting, kuasa hukum pelapor Jhonson Manik dan para korban. (par)

Exit mobile version