Site icon SumutPos

Terungkap, Bandrol Masuk SMAN Capai Rp10 Juta

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah orangtua atau calon murid melihat hasil pengumuman ujian PPDB di SMA Negri 3 Medan, Jumat (15/7). Para calon murid atau orang tua sangat antusias melihat hasil ujian sampai rela berdesak-desakan.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah orangtua atau calon murid melihat hasil pengumuman ujian PPDB di SMA Negri 3 Medan, Jumat (15/7). Para calon murid atau orang tua sangat antusias melihat hasil ujian sampai rela berdesak-desakan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Persoalan yang timbul pada setiap penerimaan peserta didik baru (PPDB) hingga kini masih terus berlangsung. Bahkan, ketika pengumumam siswa yang diterima telah selesai dilakukan, namun isu ‘jual beli kursi siswa’ di sekolah negeri tetap menyeruak ke permukaan.

Salah satunya diduga terjadi di SMAN 4 Medan. Dikabarkan, untuk menjadi siswa sekolah negeri yang beralamat di Jalan Gelas/Ayahanda Medan ini, dibandrol Rp3 juta hingga Rp10 juta.

Menurut Ketua Komunitas Lembaga Riset Publik (Larispa), Muhammad Rizal Hasibuan, sudah menjadi rahasia umum kalau ingin masuk sekolah negeri, terutama yang memiliki sarana dan prasarana baik juga dekat dari pusat kota, harus bersedia membayar lebih. Tak tanggung-tanggung, biaya yang dikeluarkan mencapai puluhan juta rupiah.

“Yang curhat pada saya saja sudah lebih dari 5 orang. Ada yang bilang anaknya masuk ke sekolah negeri harus bayar Rp3 juta sampai Rp10 juta. Tapi karena sama-sama untung, tentu tidak ada yang mau melapor, apalagi ke polisi,” ujar Rizal, Rabu (3/8).

Diutarakannya, biaya yang dikeluarkan itu baru untuk masuk sekolah saja. Belum lagi biaya lainnya. Jadi, kalau dari keluarga dengan latar belakang ekonomi lemah tentunya tidak akan sanggup.

“Biaya yang harus dikeluarkan ini juga diduga tidak hanya terjadi di SMAN 4 Medan saja. Tetapi, disinyalir di sekolah negeri lainnya. Dengan berlarut-larutnya persoalan ini, saya melihat harus ada penegakan hukum yang kuat. Untuk itu, stakholder terkait agar melaporkan persoalan tersebut ke penegak hukum. Tujuannya, agar terjadi efek jera dan ke depan tidak terulang kembali,” ungkap praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Medan ini.

Oleh karenanya, kata Rizal, sudah sepantasnya penegak hukum untuk turun dan berperan. Aparat masuk menyelidiki adanya dugaan kutipan liar tersebut.

Menurut Rizal, persoalan ini merupakan kecolongan pihak Dinas Pendidikan Kota Medan. Padahal, mereka memiliki instrumen untuk melakukan pengawasan melalui pengawas-pengawas sekolah. Karena memang, pengawas sekolah tugasnya memantau bagaimana pelaksanaan pembelajaran, termasuk juga penerimaan siswa baru.

“Saya melihat persoalan yang berulang setiap tahunnya dan semakin parah pada tahun ini, pihak yang terlibat sama-sama diuntungkan. Akan tetapi, praktik yang dilakukan melanggar aturan yang ada. Dimana, tindakan yang terjadi antara sekolah dan orangtua siswa dinamakan kolusi,” jelas Rizal.

Dia menyebutkan, dengan adanya siswa dan kelas siluman, maka otomatis sekolah mendapatkan pembiayaan tambahan diluar anggaran negara. Namun, pembiayaan tambahan ini sangat riskan adanya peluang terhadap pengutipan liar.

Sementara, Kepala SMAN 4 Medan, Ramli yang coba dikonfirmasi melalui sambungan teleponnya ternyata tidak aktif. Saat coba ditemui di sekolah Rabu siang, Ramli tidak berada di tempat.

Salah seorang guru SMAN 4 Medan menyatakan, bahwa ia tidak pernah bertemu dengan pimpinannya itu sejak awal tahun ajaran baru 2016/2017, setelah lebaran idul fitri.

“Sudah sejak Lebaran saya tidak melihatnya (kepala sekolah). Walau begitu, kita tetap melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik. Karena sudah ada sistem yang diatur. Jadi tanpa ada kepala sekolah kita sudah bisa jalan,” ucap guru yang tak mau disebutkan namanya ini.

Poldasu Belum Merespon
Polda Sumut seolah tak memberikan respon terkait adanya delik aduan yang mengarah kepada dugaan kecurangan pada penyelenggaraan Penerima Peserta Didik Baru (PPDB) 2016. Meski diadukan oleh para orangtua calon murid dan sejumlah guru dari beberapa sekolah favorit di Medan, dugaan kecurangan itu belum direspon nyata oleh polisi.

Polda Sumut yang menerima aduan itu melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus dinilai kurang tanggap menangani kasus kejahatan dalam dunia pendidikan itu sampai saat ini. Direktur Ditreskrimsus Polda Sumut, Kombes Pol Toga H Panjaitan yang ditanya tindaklanjut aduan itu, belum memberikan penjelasan mengenai progres yang akan dilakukan pihaknya terkait kasus tersebut.

Berkaitan kasus dalam aduan itu, Toga hanya bilang, tengah dalam upaya klarifikasi. “Masih klarifikasi,” ujar Toga kepada wartawan, melalui pesan singkat telepon selulernya, Rabu (3/7).

Disoal lebih jauh mengenai materi dan arah klarifikasi yang dimaksud, mantan Direktur Dit Res Narkoba Polda Sumut itu hanya sebut, dugaan kecurangan itu masih dalam penyelidikan pihaknya. “Masih Lidik,” singkatnya.

Sebelumnya, Senin (1/8) kemarin para orangtua calon murid yang merasa diperlakukan tidak adil oleh salah satu SMA Negeri favorit di Medan mendatangi Mapolda Sumut bersama sejumlah guru yang ikut diberatkan oleh kepala sekolah untuk menyanggupi pungutan liar dari Dinas Pendidikan Medan tersebut.

“Anak kami tidak diluluskan padahal nem-nya mencukupi untuk bersekolah disana (salah satu SMA Negeri). Parahnya lagi ada yang lulus, nem-nya cukup, tapi dimintai uang, supaya bisa sekolah disitu,” ujar JS, salah seorang orangtua calon murid yang merasa diperlakukan tidak adil.

Dia merasa kecewa dengan adanya kecurangan yang dialami langsung oleh anaknya, bersama para orangtua calon murid lain. Mereka pun mendesak agar Polda Sumut segera menindaklanjuti aduannya sekaligus melakukan pemeriksaan terhadap Kadisdik Medan, Marasutan karena yang dianggap paling bertanggungjawab atas kecurangan tersebut. (ted/ris/ije)

Exit mobile version