Site icon SumutPos

KKP: Aktivitas KJA Dihentikan Dua Bulan

Foto: Edi Saragih/Metro Siantar/SMG
Para petani mengevakuasi ribuan bangkai ikan mas mati yang dipelihara warga di Keramba Jaring Apung, di perairan Pangururan, Danau Roba, 2 Agustus 2018.

DANAU TOBA- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerjunkan Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan. Upaya itu dilakukan untuk menindaklanjuti kasus kematian massal ikan di danau Toba, yakni di kelurahan Pintu Sona Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

Anggota Tim Satgas KKP Ahmad Jauhari menjelaskan, hasil monitoring kualitas perairan dan investigasi di lapangan setidaknya ada tiga dugaan sementara penyebab kematian massal ikan tersebut. Pertama, terjadinya penurunan suplai oksigen bagi ikan, kedua, kepadatan ikan dalam KJA yang terlalu tinggi, dan ketiga, lokasi KJA terlalu dangkal sementara dasar perairan merupakan lumpur.

Menurutnya, turunnya suplai oksigen disebabkan oleh terjadinya upwelling (umbalan) yang dipicu oleh cuaca yang cukup ekstrim dan berakibat adanya perbedaan suhu yang mencolok antara air permukaan dan suhu air di bawahnya. Inilah yang mengakibatkan terjadinya pergerakan masa air dari bawah ke permukaan.

“Cuaca ekstrim telah memicu upwelling. Jadi, pergerakan massa air secara vertical ini membawa nutrient dan partikel-partikel dari dasar perairan ke permukaan, dan ini menyebabkan pasokan oksigen untuk ikan menjadi berkurang, apalagi lokasi KJA cukup dangkal dan sustratnya berlumpur,” ucap Jauhari.

Di samping itu, pihaknya melihat, ternyata kepadatan ikan dalam KJA juga terlalu tinggi, sehingga sangat mengganggu sirkulasi oksigen.

Tim Satgas juga merekomendasikan agar untuk sementara waktu aktivitas KJA dihentikan terlebih dahulu sekitar dua bulan, agar perairan bisa me-recovery kondisinya seperti semula. “Ya paling tidak dua bulan ke depan. Kami imbau masyarakat menghentikan sementara waktu aktivitas budidayanya, hingga perairan kembali stabil,” pungkasnya.

Sebelumnya, KKP menerjunkan Tim Satgas Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan, untuk menindaklanjuti kasus kematian massal ikan di danau Toba. Tim Satgas yang diwakili para ahli perikanan budidaya pada Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi dan Balai Karantina Ikan Medan ini, bertugas untuk mengidentifikasi sekaligus memetakan penyebab teknis dan sumber dampak atas kematian massal ikan. Sekaligus memberikan arahan untuk menentukan langkah-langkah yang bisa diambil.

Kasus kematian massal ikan terjadi di keramba jaring apung milik sekitar 18 kepala keluarga. Total jumlah ikan mati diperkirakan mencapai 180 ton dengan, taksiran kerugian diperkirakan mencapai Rp5 miliar.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan keprihatinannya atas musibah tersebut. Slamet menyatakan bahwa kasus upwelling di perairan umum merupakan hal yang terjadi secara periodik, khususnya pada kondisi cuaca ekstrim.

Untuk itu, menurutnya perlu upaya yang sifatnya preventif sehingga kejadian serupa tidak menimbulkan efek kerugian ekonomi yang lebih besar.

“Kasus up-welling di perairan umum ini, secara periodic selalu terjadi, dan menjadi siklus tahunan, terlebih dipicu oleh kondisi cuaca ekstrim. Karakteristiknya sama di hampir seluruh perairan umum,” kata Slamet.

KKP menurut Slamet, -menerus mengimbau masyarakat untuk melakukan pengelolaan budidaya secara bertanggung jawab. Misalnya menerapkan manajemen pakan yang lebih efisien, sumber pakan yang sedikit mengandung phosphor, pengaturan kepadatan tebar, pengaturan jadwal budidaya hingga pengaturan jumlah KJA yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan yang ada.

Di sisi lain, masalah perairan umum ini tidak bisa dilihat secara parsial tapi harus holistik. Begitupun dengan penyelesaiannya harus komprehensif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan perairan. Oleh karenanya, ia menghimbau semua pihak bisa duduk bareng mencari solusi yang sifatnya jangka panjang.

Dari aspek legalitas, Slamet juga menggarisbawahi bahwa aktivitas usaha budidaya ikan di Perairan Danau Toba telah diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya tertuang dalam Peraturan Presiden No. 81 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya yang membolehkan kegiatan budidaya ikan sepanjang dapat dikendalikan dan dilakukan pada zona budidaya perikanan.

Penutupan KJA Bertahap

Terpisah, anggota DPRD Sumut, Richard Sidabutar, mengatakan bahwa rencana pengosongan keramba jaring apung (KJA) di Danau Toba, merupakan langkah tepat untuk penyelamatan lingkungan. Namun karena pertimbangan ekonomi, maka solusi tepat adalah dengan cara bertahap dan penentuan zona khusus.

“Kalau tujuannya memang untuk pariwisata, tentu pengosongan KJA itu harus dilakukan. Dan harusnya sudah bisa dieksekusi,” ujar Richard kepada wartawan, kemarin.

Menurutnya keberadaan KJA selama ini banyak menimbulkan masalah lingkungan di kawasan Danau Toba. Apalagi hampir tidak ada langkah tegas mengatur atau mengurangi jumlah produksi ikan keramba.

“Barulah sejak ditetapkan sebagai prioritas pemerintah pusat, kelestarian lingkungan menjadi perhatian,” katanya.

Tetapi ketegasan pemerintah dalam pengosongan KJA di Danau Toba, sulit terealisasi. Pertimbangannya, budidaya ikan di danau supervolcano itu merupakan mata pencaharian sebagian masyarakat yang tinggal di Kabupaten Samosir, Tobasa, Simalungun, Dairi, Karo, Taput maupun Humbahas. Ditambah lagi ada perusahaan besar yang mempekerjakan ribuan orang, termasuk warga setempat.

“Makanya kalau cerita tegas mau dikosongkan, jangan hanya masyarakat saja. Kenapa perusahaan tidak ditindak tegas? Sehingga akan sulit menegakkan aturan,” sebut politisi Partai Gerindra itu.

Richard juga menyampaikan bahwa Perpres 81/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya mengatur tentang zonasi. Dengan begitu, keberadaan KJA diatur di tempat tertentu yang diperuntukkan bagi budidaya ikan air tawar. Jaraknya pun diletakkan jauh dari lokasi wisata yang mengedepankan kelestarian lingkungan.

“Kan juga sudah ada juga Pergub yang mengatur pengurangan jumlah produksi ikan KJA hingga 10ribu ton per tahun (sampai 2020). Jadi itu juga bisa dilakukan bertahap. Setiap tahun jumlahnya harus dikurangi. Bisa dikatakan, pengosongan itu bertahap,” kata anggota Komisi B DPRD Sumut ini.

Sebelumnya, aktivis Lingkungan Hidup, Kusnadi mengatakan, kematian ribuan ikan karena faktor pencemaran air Danau Toba. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya tumbuhan rumput dan enceng gondok di Danau Toba.

“Kausal matinya ikan di KJA menunjukkan betapa pencemaran air Danau Toba sudah sangat mengkhawatirkan. Ini semacam tanda, bahwa alam sudah menyesuaikan diri dengan apa yang sudah kita lakukan,” katanya. (chi/jpnn/bal)

Exit mobile version