Site icon SumutPos

Tiga Tersangka Korupsi Bank Sumut Diminta Serahkan Diri

Foto: Bagus SP/Sumut Pos Kasi Penkum Kejati Sumut, Bobbi Sandri menunjukan tiga berkas surat DPO tersangka Bank Sumut di Kantor Kejati Sumut, Selasa (27/9).
Foto: Bagus SP/Sumut Pos
Kasi Penkum Kejati Sumut, Bobbi Sandri menunjukan tiga berkas surat DPO tersangka Bank Sumut di Kantor Kejati Sumut, Selasa (27/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) pekan ini, akan menyebar selembaran foto dan identitas tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kenderaan operasional Bank Sumut Tahun 2013. Yang kini, buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pihak Kejati Sumut.

“Kita akan sembarkan selembaran DPO itu, kalau tidak besok, mungkin lusa,” sebut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumut, Bobbi Sandri didamping Kasubsi Penkum Kejati Sumut, Yosgernold Tarigan kepada Sumut Pos, Senin (3/10) siang.

Dia menyebutkan penyeberan selembaran DPO dalam bentuk poster atau stiker. Hal itu, dilakukan untuk mempermudah masyarakat luas mengenal wajah ketiga tersangka Bank Sumut, yang masuk pada buruan pihak Kejati Sumut.”Lagi proses ini percetakan. Bukan dalam bentuk fotocopian. Tapi, dalam bentuk poster atau striker,” jelas Mantan Kepala Seksi? Penyidikan (Kasidik) Kejati Sumatera Selatan itu.

Selanjutnya, Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut segera menyebarkan stiker surat DPO itu, sebanyak 5 ribu lembar dan akan disebar dilokasi keramaian seperti terminal, Bandara Kualanamu Internasional Airport (KNIA), Mall dan lokasi-lokasi strategis yang sering didatangi masyarakat.

“Kita sebar fotokopian surat DPO dalam waktu ini. Dengan lokasi tempat keramaian dan strategis,” sebut Bobbi Sandri.

Menurutnya, hal ini dilakukan untuk mempersempit ruang pelarian ketiga tersangka dan mempermudah untuk dilakukan pengejaran untuk ketiga tersangka buronan yang paling dicari di Kejati Sumut.

“Kita imbau kepada masyarakat yang menjumpai ketiga tersangka ini untuk segara melaporkan ke pihak Kejati Sumut,” imbuhnya.

Surat DPO tersebut, untuk tiga tersangka, yakni Pemimpin Divisi Umum Bank Sumut Irwan Pulungan, Pejabat Pembuat Komitmen Bank Sumut, Zulkarnain, dan seorang rekanan atau penyedia jasa Direktur CV Surya Pratama, Haltatif. “Kita mengimbau ketiga tersangka untuk segera menyerahkan diri dan mengikuti semua proses hukum secara kooperatif di Kejati Sumut,” cetusnya.

Mantan Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Kejati Sumatera Selatan (Sumsel) itu, mengungkapkan sebelum menerbitkan surat DPO ketiga tersangka. Pihak Pidsus Kejati Sumut mengeluarkan surat pencekalan keluar negeri untuk ketiga tersangka tersebut.”Sebelumnya, pencekalan sudah kita terbitkan juga,” katanya.

Kemudian, Bobbi Sandri menjelaskan penerbitan surat DPO itu, setelah ketiga tersangka tidak kooperatif dalam proses hukum yang tengah dilakukan oleh penyidik Kejati Sumut. Dimana, ketiganya tidak mengindahkan pemanggilan pemeriksaan oleh penyidik Pidsus Kejati Sumut.

Ketiganya, kerap absen dari pemanggilan sebagai saksi maupun tersangka pada dugaan korupsi Bank Orange tersebut.”Dengan ini, kita imbau kembali kepada tiga tersangka untuk mengikuti proses hukum yang dilakukan saat ini,” ungkapnya.

Surat DPO itu langsung ditandatangani oleh Kajati Sumut, DR Bambang Sugeng Rukmono. Selanjutnya, surat DPO tersebut harus ditindaklanjuti oleh jajaran Kejati Sumut untuk melakukan penangkapan kepada tiga tersangka Bank Sumut, yang masuk daftar buron di Kejati Sumut. Yang diterbitkan sejak hari Selasa, 26 September 2016. “Adapun para tersangka yang dikeluarkan surat DPO oleh Kejatisu, diantaranya R-972/N.2/Fd.1/09/2016 atas nama Pls PPK Bank Sumut, Zulkarnain, R-973/N.2/Fd.1/09/2016 atas nama Direktur CV Surya Pratama, Haltatif selaku rekanan, R-974/N.2/Fd.1/09/2016 atas nama Irwan Pulungan selaku Pemimpin Divisi Umum PT bank Sumut,” tuturnya.

Sedangkan dalam kasus ini, pada proyek pengadaan kenderaan operasional dinas di Bank Sumut, senilai Rp18 miliar, yang bersumber dari Rencana Anggaran Kerja (RAK) tahun 2013. Namun, pada kasus ini kerugian negara sesuai dengan tim auditor akuntan publik, mencapai Rp10,8 miliar.

“Untuk tim auditornya kita menggunakan tim auditor akuntan publik dari Jawa,” jelas Bobbi.

Sementara itu, kewalahan penyidik Kejati Sumut untuk mencari ketiga tersangka juga dirasakan oleh tim kuasa hukum tersangka, yakni Zulkarnai. Saat ini, antara tersangka dan pengecara sudah tidak ada komunikasi lagi.”Tidak ada komunikasi lagi, sampai sekarang sama pak Zulkarnain. Kami tidak tahu dimana dia sekarang,” tutur Julisman selaku pengecara dari Zulkarnain kepada Sumut Pos, kemarin siang.

Dengan itu, pihaknya tidak bisa merespon soal DPO yang diterbitkan oleh Kejati Sumut dengan alasan tidak ada komunikasi lanjutan dari Zulkarnain.”Tidak bisa kami respon dan menanggapi hal itu. Awalnya, kita bertanggungjawab soal pemberitahuan proses penyidikan. Kini, sudah tidak ada lagi komunikasi,” jelas Julisman dari Kantor pengecara Benny Harahap.

Julisman menyebutkan tidak bisa mengomentari terlalu banyak atas DPO tersebut dan upaya hukum selanjutnya untuk Zulkarnain.

“Kita tidak tahu masih dipake atau tidak untuk pengecara pak Zulkarnain,” tandasnya.

Dia juga mengatakan bahwa pengajuan cuti izin keluar M Yahya salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kendaraan operasional Bank Sumut Tahun 2013, dengan alasan untuk menghadiri pernikahan anaknya belum dikabulkan sampai saat ini. Hal itu, disampaikan terdakwa melalui penasehat hukum kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (29/9) lalu.

“Belum sampai saat ini, kita masih menunggu dizinkan atau dikabulkan nanti disampaik pihak Majelis Hakim,” ungkap Julisman kembali.

Menurut Julisman, pengajuan tersebut merupakan hak dari terdakwa. Dia mengatakan tinggal majelis hakim mempertimbangkan mengabulkan atau tidak surat pengajuan keluar dari tahanan dengan alasan untuk menghadiri acara pernikahan anaknya.

“Kami berpeluang pada majelis nanti. Yang penting bagi klien kami adalah kalau bisa beliau diizinkan dan diberi izin cuti menghadiri acara tersebut,” jelasnya.

Dia menjelaskan putri bungsunya itu, akan berlangsung pada hari Sabtu, 8 Oktober 2016, mendatang.

“Walaupun beliau (M Yahya, Red) selaku terdakwa dan ditahan tapi kan ada haknya untuk permohonan izin cuti untuk menghadiri acara pernikahan tersebut karena itu kan sakral. Sakral bagi beliau dan sakral bagi anak beliau. Apalagi ini anak beliau yang terakhir,” kata kuasa hukum dari kantor Hasrul Benny Harahap ini.

Dalam dakwaan JPU, Netty Silaen menjelaskan, kedua terdakwa M Yahya berperan sebagai Direktur Umum dan M Jefri Sitindaon sebagai Ketua Pengadaan Barang dan Jasa dalam pengadaan kendaraan operasional Bank Sumut sebanyak 294 unit yang bersumber dari Rencana Anggaran Kerja (RAK) tahun 2013.

Untuk terdakwa Jefri sendiri, bahwa dirinya yang melaksanakan kegiatan tersebut dari awal dan dia juga yang menentukan Harga Perhitungan Sementara (HPS). Tetapi, HPS yang dibuat tersebut berdasarkan dari rekanan yakni CV Surya Pratama dan itu disetujui oleh M Yahya dan direksi lainnya.

Padahal di dalam kontrak sendiri, rekanan CV Surya Pratama di dalam persyaratan administrasinya hanya mempunyai kemampuan kurang lebih Rp12 miliar sedangkan untuk proyek kegiatan pengadaaan operasional sewa menyewa tersebut sebesar Rp17 miliar. Sehingga menimbulkan dianggap kemampuan Bank Sumut tidak memadai untuk pengadaan 294 unit mobil.

Selanjutnya, dalam kontrak hanya satu tahun ternyata dibuat oleh M Jefri Sitindaon dan kontrak tersebut dirubah kemudian disetujui oleh M Yahya dengan durasi kontrak tiga tahun. Dalam kontrak sebenarnya untuk jangka satu tahun ternyata saat diajukan kepada rekanan, CV Surya Pratama tidak dapat menyanggupi. Akhirnya M Yahya dan M Jefri Sitindaon merubah kontrak dengan jangka tiga tahun tersebut tanpa adanya persetujuan direksi Bank Sumut. Sehingga mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp10,8 miliar.

JPU menganggap kedua terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 UU no 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana (primer).(gus/azw)

Exit mobile version